Tadi siang, saya makan siang dengan seorang klien usaha. Sambil berbincang santai, saya tanyakan apakah dia memiliki asuransi?
Dengan sedikit tertawa - mengira pertanyaan saya hanya bercanda - dia menjawab : "asuransi, buat apa? ngabis-ngabisin duit aja".
Terus terang saya terperanjat, tapi dengan berseloroh saya bilang. apakah anda tidak belajar ilmu perencanaan keuangan, hingga berpendapat bahwa asuransi hanya menghabiskan uang belaka.
Lalu, kami mulai berdebat dan berhitung.
Saya tanyakan pertama adalah, berapa NILAI EKONOMIS dia? Dengan terperanjat, dia bilang tak tahu apa maksud saya. Sayapun nyerocos. Katakan pendapatan dia per bulan yang dipakai untuk memenuhi standar hidup keluarganya adalah Rp 20 juta/bulan, maka NILAI EKONOMIS dia adalah Rp 20 juta x 12 = Rp 240 juta/tahun.
Lalu pertanyaan saya kedua, kapankah anda akan mati ? Dia lebih kaget dan wajahnya tersirat agak marah mendengar pertanyaan saya. Saya bilang, "Bung, setiap orang akan mati, tinggal masalah kapan kan? lalu kenapa musti marah ? Persoalannya siapkah kita mati besok, lusa atau dua tahun lagi. Tak hanya siap amalan buat bekal di akhirat, tapi juga materi buat keluarga yang ditinggalkan. Raut mukanya langsung mengendur, dan balik bertanya, "lalu bagaimana maksudnya?".
"Begini", sambung saya. Hitung kebutuhan keluarga anda -supaya tak turun standarnya- adalah Rp 240 juta/tahun. Itu mandatory alias harus ada, supaya hidup keluarga yang ditinggal tak sengsara. Kalau anda sudah tak bisa cari nafkah -katakan karena meninggal - artinya dengan tingkat suku bunga bank -katakan- 5 % pertahun, anda harus sediakan deposito Rp 4,8 milyar di rekening. Supaya, ketika jatuh tempo, bunga "yang bisa dikirim" ke keluarga sejumlah minimal Rp 20 juta/bulan.
Dia makin berkerut, dan saya melanjutkan.
Pertanyaannya, apakah hari ini anda punya dan siapkan Rp 4,8 milyar di rekening? Dia tercenung, diam. Saya lanjutkan lagi.
Maka, produk keuangan mana di dunia ini yang bisa menyediakan "warisan" sebesar itu saat anda meninggal, dengan hanya anda rajin menyisihkan Rp 1-2 juta/bulan, dengan jaminan penuh, kapan saja anda meninggal Rp 4,8 milyar itu akan sampai ke keluarga anda ?
Bayangkan menabung -katakan- Rp 2 juta/bulan, tapi bisa mewariskan Rp 4,8 milyar? Jadi, beli asuransi bukanlah seperti beli barang, yang uang hilang serta fitur atau kegunaa barang tsb habis lalu dibuang. Asuransi justru akan sangat bernilai buat keluarga yang kelak akan ditinggalkan.
Saya melihat secercah cahaya dari raut mukanya. Saya tak kalah semangat melanjutkan. "Jaman ini, produk asuransi tak melulu asuransi jiwa -yang konon- preminya bakal hangus kalau tidak terjadi resiko. Jaman sudah maju", kata saya. Lanjut saya," kini sudah ada asuransi yang dilengkapi produk investasi/tabungan untuk pemenuhan niat berhaji, sekolah anak atau kesehatan". Apalagi hari -hari ini hidup makin beresiko.
Maka ambillah asuransi, sisihkan Rp 1-2 juta/bulan sebagai wujud cinta kepada keluarga yang ditinggalkan. Pilih perusahaan asuransi yang terpercaya, jangan yang abal-abal atau hebat di promosi iklan saja. Untuk itu, saya siap membantu anda.
Coba renungkan, benar kan apa yang saya sampaikan ke klien saya itu? kalau benar, kenapa anda masih belum juga punya asuransi?
Dengan sedikit tertawa - mengira pertanyaan saya hanya bercanda - dia menjawab : "asuransi, buat apa? ngabis-ngabisin duit aja".
Terus terang saya terperanjat, tapi dengan berseloroh saya bilang. apakah anda tidak belajar ilmu perencanaan keuangan, hingga berpendapat bahwa asuransi hanya menghabiskan uang belaka.
Lalu, kami mulai berdebat dan berhitung.
Saya tanyakan pertama adalah, berapa NILAI EKONOMIS dia? Dengan terperanjat, dia bilang tak tahu apa maksud saya. Sayapun nyerocos. Katakan pendapatan dia per bulan yang dipakai untuk memenuhi standar hidup keluarganya adalah Rp 20 juta/bulan, maka NILAI EKONOMIS dia adalah Rp 20 juta x 12 = Rp 240 juta/tahun.

"Begini", sambung saya. Hitung kebutuhan keluarga anda -supaya tak turun standarnya- adalah Rp 240 juta/tahun. Itu mandatory alias harus ada, supaya hidup keluarga yang ditinggal tak sengsara. Kalau anda sudah tak bisa cari nafkah -katakan karena meninggal - artinya dengan tingkat suku bunga bank -katakan- 5 % pertahun, anda harus sediakan deposito Rp 4,8 milyar di rekening. Supaya, ketika jatuh tempo, bunga "yang bisa dikirim" ke keluarga sejumlah minimal Rp 20 juta/bulan.
Dia makin berkerut, dan saya melanjutkan.
Pertanyaannya, apakah hari ini anda punya dan siapkan Rp 4,8 milyar di rekening? Dia tercenung, diam. Saya lanjutkan lagi.
Maka, produk keuangan mana di dunia ini yang bisa menyediakan "warisan" sebesar itu saat anda meninggal, dengan hanya anda rajin menyisihkan Rp 1-2 juta/bulan, dengan jaminan penuh, kapan saja anda meninggal Rp 4,8 milyar itu akan sampai ke keluarga anda ?
Bayangkan menabung -katakan- Rp 2 juta/bulan, tapi bisa mewariskan Rp 4,8 milyar? Jadi, beli asuransi bukanlah seperti beli barang, yang uang hilang serta fitur atau kegunaa barang tsb habis lalu dibuang. Asuransi justru akan sangat bernilai buat keluarga yang kelak akan ditinggalkan.
Saya melihat secercah cahaya dari raut mukanya. Saya tak kalah semangat melanjutkan. "Jaman ini, produk asuransi tak melulu asuransi jiwa -yang konon- preminya bakal hangus kalau tidak terjadi resiko. Jaman sudah maju", kata saya. Lanjut saya," kini sudah ada asuransi yang dilengkapi produk investasi/tabungan untuk pemenuhan niat berhaji, sekolah anak atau kesehatan". Apalagi hari -hari ini hidup makin beresiko.
Maka ambillah asuransi, sisihkan Rp 1-2 juta/bulan sebagai wujud cinta kepada keluarga yang ditinggalkan. Pilih perusahaan asuransi yang terpercaya, jangan yang abal-abal atau hebat di promosi iklan saja. Untuk itu, saya siap membantu anda.
Coba renungkan, benar kan apa yang saya sampaikan ke klien saya itu? kalau benar, kenapa anda masih belum juga punya asuransi?
mantap mas....setuju banget.
ReplyDelete