Skip to main content

Posts

Showing posts from January, 2014

Dia Bertanya, Bagaimana Rasanya Gagal ?

Hari masih saja mendung, gerimis kadang masih turun, dengan malu-malu, membuat matahari pun enggan menampakkan sinarnya.  Tapi, jalanan sudah mulai ramai ketika seorang kawan -yang masih bekerja di sebuah koran - mengirim SMS dan bertanya -pertanyaannya agak janggal- tapi mungkin dia memang membutuhkan jawabannya. Pertanyaannya," Bas, kamu pernah gagal, bagaimana rasanya gagal itu?". Saya kelabakan menjawabnya, bukan saja bakal menghabiskan berbaris-baris SMS, itupun belum tentu jawabannya bakal memuaskan dia.  Saya jawab saja dengan pendek," Nanti saya tulis sebuah kisah di blog, baca saja". Gagal.  Buat sebagian orang, kata itu sangat menakutkan.  Buat yang sekarang kaya, kata itu mengindikasikan jatuh miskin.  Buat yang hidupnya "bahagia" kata itu bisa berarti "kesulitan".  Tapi, bukankah gagal dan berhasil itu datang satu paket ? Tahun 2002, selepas saya keluar dari TEMPO dan setelah mencari peruntungan dengan berbagai "profesi

Surat Untuk Teman-Teman di Selatan

Jikalau ini akan menjadi akhir sebuah gerakan, saya berharap ini adalah gerakan yang baik. Maksudnya sederhana, hanya membuka yang gelap karena ditutupi dan membongkar skenario yang dipendam rahasia. Saya -selalu- percaya tim yang "zonder hierarchy" akan lebih mudah mencapai kejayaannya, karena pribadi yang merdeka akan lebih kreatif dan berfikir terbuka; tanpa dihantui oleh sekat jenjang tingkatan, apalagi ketergantungan atas materi semata.  Kalaupun ada jabatan, itu hanya "brevet" semata.  Dia tak selalu berhubungan dengan kreatifitas dan kepintaran, dia hanya berhubungan dengan waktu serta posisi atas bawah, kiri dan kanan.  Bahkan, jabatan bisa juga lebih dekat ke soal keberuntungan. Bila gerakan ini nanti ada hasilnya, saya berharap hasilnya baik dan bermanfaat buat kita semua. Tapi bilapun tak ada, jangan itu menyurutkan langkah kita untuk terus mencari kebenaran dan kemerdekaan. Karena Jiwa yang Bermartabat, adalah Jiwa yang Merdeka. Saya percaya kata G

Begitulah Manusia... (Inspirasi dari Om Benny, pemilik toko ban di Serpong)

Suara ketawa keras, rambut sudah memutih, tapi kerasnya jabatan tangan tak bisa menyembunyikan semangatnya.  Logat jawanya yang "medhok" tak bisa menutupi keramahannya pada setiap pembeli ban di tokonya, tak terkecuali saya. Kemarin, saya ketemu om Benny (begitu dia biasa disapa oleh pelanggannya) di toko bannya di Serpong. Dari ceritanya, lebih separuh usia dia habiskan di toko ban ini.  Seorang padagang sejati.  Tentu, masa manis dan pahit sudah dilewatinya, jalan menanjak dan menurun tajam. Kemarin dia bercerita pada saya, seorang pelanggan baru yang seolah sudah lama diakrabinya.  Bahwa dunia sudah berubah sedemikian pesatnya.  Bisnis ban yang digelutinya sudah tak lagi manis sebagaimana dulu ketika mobil tak sebanyak sekarang.  Persaingan ketat, keuntungan makin tak seberapa. "Yang penting buat om, barang bisa keluar cepat dalam jumlah banyak, margin kecil tak apa-apa," ujarnya, dan ini juga pelajaran sering saya dengar dari kebanyakan pedagang yang suda

Sebuah Film dengan Judul yang Janggal (Inspirasi dari : the Pursuit of Happyness)

Bukan bermaksud sok Inggris, tapi hanya mengutip.  Judul diatas adalah judul film-yang saya tahu bagi yang jago berbahasa Inggris rada janggal-  yang berulang saya tonton ketika malam sudah mulai dingin, embun mulai jatuh dan jengkerik mulai berdendang. Sebuah film biasa, tapi dengan cerita luar biasa, karena diilhami kisah nyata seorang Chris Gardner, seorang sales biasa namun berbakat, dengan anak semata wayangnya Christopher yang berjuang berdua : menemukan kebahagiaan. Kisah ini sebenarnya jamak terjadi di lingkungan kita.  Barangkali saya atau anda adalah Chris Gardner.  Seorang salesman miskin, dengan anak semata wayang tak berdosa di dunia kesendirian tanpa dukungan : berjuang mengejar mimpi. Maka kembali pada Chris Gardner.  Dia seorang salesman miskin, dengan balita yang belum lagi tahu apa-apa.  Keyakinan pada mimpi besar yang dimiliki, membawa dia berjuang menjual alat yang sia-sia saja dijualnya.  Bisnis kadang kelihatan manis di kulitnya.  Hingga ketidakberdayaan eko

"Mengapa" itu menjadi Sekop, "Mengapa Tidak" itu menjadi pisau

"...saat itu, lepas subuh,  saya terbaring lemas di tempat tidur setelah semalam divonis kanker kelenjar getah bening di tulang balakang akan "mematikan" kemungkinan untuk bisa berjalan dan berlari sebagaimana anak sebaya yang lain.  Hidup akan kuhabiskan di atas kursi roda.   Saat itu saya baru menginjak 17 tahun, sedang hobi mendaki gunung dan menangkapi kupu-kupu untuk koleksi. Masa depan terasa gelap, hingga masuklah ayahku ke dalam kamar, dan duduk di pinggir tempat tidurku. Beliau hanya bilang," Karena sakitmu ini, pilihanmu hanya ada DUA.  Kamu berhenti, tidak melakukan apa-apa dan mungkin umurmu akan habis di kamar ini.  Kami orangtua tak bisa memaksa, kami akan menjalankan kewajiban kami agar kau tak kelaparan dan kehausan. Tapi, engkau punya pilihan lain, kamu bisa terus menikmati hidupmu, dengan segala kesulitan yang mungkin akan kau alami.   Barangkali begitulah semua kehidupan, semua memiliki kesulitannya sendiri.  Ibarat kesulitan adalah mobil yan

Ada Baiknya ini Dihafalkan, Tak Sekedar Dibaca...

Membaca sebuah pertanyaan di twitter, tadi pagi, saya tergerak untuk menulis kembali.  Banyak diantara kita yang masih bingung, atau malah tak tahu ketika datang seorang Financial Planner -atau agen asuransi- dari perusahaan asuransi datang menawarkan jasanya pada kita.  Produk apa yang harus kita ambil. Biasanya, seorang agen asuransi, dan ini umum terjadi : datang menawarkan kepada klien "program sapujagat", yaitu program Unit Link.  Tak ada yang salah sebenarnya dengan program Unit Link ini, namun kadang agen salah menawarkan dan kliennya tak tahu banyak : sehingga yang terjadi premi yang dibayarkan oleh klien nilainya besar, namun klien tetap "under insured"...alias Uang Pertanggungan atau Dana warisan yang dihasilkan dari asuransi saat klien menerima resiko kematian tak bisa menutup Nilai Ekonomis yang dibutuhkan keluarga yang ditinggalkan. Apa itu Nilai Ekonomis?  Sederhananya : Nilai ekonomis adalah patokan bagi kita saat menentukan Dana Warisan yang

Dia berkaos lusuh... (Inspirasi dari Cianjur)

Cuaca tak bersahabat senin lalu, hujan terus menerus turun menjelang tahun baru. Hawa yang tercium adalah hawa liburan, rencana saya pagi itu menuju Cianjur harus ditata ulang, karena jalur puncak sudah mulai macet total. Saya mengambil jalur Jonggol-Cariu menuju Cianjur. Lebih jauh, lebih menantang. Pak Wahyu (namanya saya samarkan saja seperti itu) belum pernah saya kenal sebelumnya. Kami hanya berkirim e-mail untuk bertukar sapa. Dia hanya sampaikan di emailnya pertama, bahwa dia ingin mengikutsertakan istri dan dua anaknya dalam program asuransi kesehatan syariah. Dia juga sampaikan, dia sudah berkirim e-mail ke lima perusahaan asuransi lain yang menyediakan layanan produk syariah sebagai pembanding. Saya pun merespon keinginan beliau dengan baik. Perjalanan Jonggol-Cariu-Cikalong tak terlalu lancar. Jalan licin karena hujan dan sisa lempung yang ditumpahkan truk-truk tanah raksasa, ditambah lubang sepanjang jalan membuat perjalanan menjadi seperti dua kali lipat lebih pa