Skip to main content

Begitulah Manusia... (Inspirasi dari Om Benny, pemilik toko ban di Serpong)

Suara ketawa keras, rambut sudah memutih, tapi kerasnya jabatan tangan tak bisa menyembunyikan semangatnya.  Logat jawanya yang "medhok" tak bisa menutupi keramahannya pada setiap pembeli ban di tokonya, tak terkecuali saya.

Kemarin, saya ketemu om Benny (begitu dia biasa disapa oleh pelanggannya) di toko bannya di Serpong. Dari ceritanya, lebih separuh usia dia habiskan di toko ban ini.  Seorang padagang sejati.  Tentu, masa manis dan pahit sudah dilewatinya, jalan menanjak dan menurun tajam.

Kemarin dia bercerita pada saya, seorang pelanggan baru yang seolah sudah lama diakrabinya.  Bahwa dunia sudah berubah sedemikian pesatnya.  Bisnis ban yang digelutinya sudah tak lagi manis sebagaimana dulu ketika mobil tak sebanyak sekarang.  Persaingan ketat, keuntungan makin tak seberapa. "Yang penting buat om, barang bisa keluar cepat dalam jumlah banyak, margin kecil tak apa-apa," ujarnya, dan ini juga pelajaran sering saya dengar dari kebanyakan pedagang yang sudah malang melintang di dunianya.

Cerita dari Toko Ban
"Sepuluh tahun lalu, keuntungan menjual satu ban bisa sampai Rp 100.000,-, kini tak bisa lagi.  Harga ban makin mahal, keuntungan makin ciut.  Yang penting perjuangan saya tiap hari adalah : bisa menutup bunga bank (atas pinjaman modal yang dia ambil), membayar gaji karyawan dan untuk makan," katanya sambil tetap tersenyum.  Dia meneruskan cerita,"Dalam perjalanan waktu, saya mulai mengenal asuransi.  Semua barang, termasuk toko, saya dan istri , saya asuransikan.  Saya tak ingin kalau ada apa-apa, seperti kemalingan, kebakaran atau saya sakit jadi menyusahkan anak-anak saya".

Stok ban di tokonya nilainya mencapai Rp 1.5 Milyar, katanya kemarin.  Saya percaya dia jujur bila melihat tumpukan ban di dalam tokonya.  "Saya sisihkan Rp 5 juta sebulan untuk membayar semua premi asuransi, supaya pengorbanan saya sepadan," ujarnya.  Dia lanjutkan,"Rasanya agak konyol saya bertaruh "uang besar" saya hanya untuk berhemat "uang kecil".  Itu kira-kira kata yang saya ingat darinya kemarin.

Hanya saja, ketika saya ajak ngobrol soal karyawannya yang hanya 4 orang, dia berubah sendu.  Dia bilang," Itulah yang kadang saya tak mengerti, om baru saja "kehilangan" dua karyawan.  satu orang "dibajak" toko baru di sebelah dengan iming-iming gaji naik Rp 200ribu, satu lagi memilih nganggur saat proposal kenaikan gajinya (Rp 1 juta sebulan) saya tolak".  Sambil melihat ban mobil saya terpasang, dia melanjutkan,"Saya memikirkan mereka, saya pengen menaikkan gaji mereka, tapi situasinya memang tak bisa.  Saya harus memikirkan dan menyelamatkan banyak hal : bisnis saya, toko saya, pelanggan saya, keluarga saya dan mereka..karyawan saya.  Tapi mereka sulit mengerti.  Mereka memilih mengambil resiko yang pasti."

Pungkasnya, sambil menghela nafas," Begitulah manusia.".

Om Benny, apa yang kita hadapi sama.  Sayang ban mobil saya cuma empat, saya tak bisa sering-sering ganti ban untuk belajar lagi dari Om Benny.

Comments

Popular posts from this blog

MAU JUAL GINJAL? BACA SAMPAI SELESAI !

Sudah dua tahun tak bertemu, seorang teman mengirimkan "broadcast message" (BM) di perangkat Blackberry saya. BM-nya agak mengerikan : dia mencari donor ginjal untuk saudaranya yang membutuhkan. Soal harga -bila pendonor bermaksud "menjual" ginjalnya bisa dibicarakan dengannya. Membaca BM itu, saya teringat kisah pak Dahlan Iskan dalam bukunya GANTI HATI. Dengan jenaka beliau bercanda, bahwa kini dia memiliki 2 bintang seharga masing-masing 1 milyar, satu bintang yang biasa dia kendarai kemana-mana (logo mobil Mercedez) dan satu bintang jahitan di perutnya hasil operasi transplatasi hati. Ya, hati pak Dahlan "diganti" dengan hati seorang anak muda dari Cina, kabarnya harganya 1 miliar. Lalu, iseng-iseng saya browsing, dan ketemulah data ini, Data Harga organ tubuh manusia di pasar gelap (kondisi sudah meninggal dibawah 10 jam, sumber :http://namakuddn.wordpress.com/2012/04/27/inilah-daftar-harga-organ-tubuh-manusia-di-pasar-gelap/) 1. Sepasang bola mata: U

KAN SAYA MASIH HIDUP ...

“Harta, sebenarnya belum bisa dikatakan pembagian harta karena saya masih hidup. Tetapi saya tetap akan membagikan hak mereka masing-masing sesuai dengan peraturan agama,” ujar ibu Fariani. Ibu Fariani adalah seorang ibu dengan empat orang anak yang baru saja ditinggalkan suaminya Ipda Purnawirawan Matta. Almarhum meninggalkan harta waris berupa tanah, rumah dan mobil senilai Rp 15 Miliar. Pada bulan Maret 2017, ketiga anak ibu Fariani mendaftarkan gugatan ke Pengadilan Agama Kota Baubau, Sulawesi Tenggara dengan nomor 163/ptg/ 2013/PA/2017, yang inti gugatannya : Meminta bagian mereka selaku ahli waris yang sah atas harta waris almarhum ayah mereka. Dunia makin aneh? Anak kurang ajar? Tidak. Banyak orang yang memiliki pendapat seperti ibu Fariani, sebagaimana yang saya kutip di paragraf pertama di atas. Pendapat yang KELIRU. Begitu seorang suami meninggal dunia, maka hartanya tidak serta merta menjadi miliki istri atau anak-anaknya. Harta itu berubah menjadi h

CERITA 19 EKOR SAPI

Dul Kemit, Dede dan Khomsul datang ke rumah pak Lurah sambil bersungut-sungut. Mereka mencari orang yang bisa menyelesaikan masalah mereka. Pak Lurah menyambut mereka, dan tiga bersaudara ini menyampaikan masalahnya. Ayah Dul Kemit, Dede dan Khomsul baru saja meninggal seminggu lalu. Ceritanya, almarhum ayah meninggalkan WASIAT bahwa 19 ekor sapi yang ditinggalkan dibagi untuk mereka bertiga dengan porsi : Dul Kemit 1/2 bagian, Dede 1/4 bagian dan Khomsul 1/5 bagian. Pak Lurah pusing menghitung pembagiannya, karena pesan almarhum adalah saat membagi : sapi tidak boleh disembelih, dijual atau dikurangi. Untuk itu dia minta bantuan pak Bhabin dan Babinsa. Lalu pak Bhabin bilang", Sapi ada 19. Mau dibagi untuk Anak pertama 1/2, anak kedua 1/4 dan anak ketiga 1/5 tanpa menyembelih, tanpa mengurangi". Ketiga bersaudara itu menangguk-angguk. "Oke kalau begitu, supaya tidak berantem, saya akan sumbangkan satu ekor sapi milik saya untuk MENGG