Terlepas dari segala hal ceroboh dalam film ini, seperti iPhone 6 yang bisa tampil dalam film bersetting tahun 1999-2000an; searching di google yang terbaca tahun 2012, hingga akting Chelsea Islan -pemeran Merry Riana- yang terlalu heboh lari kanan kiri di jembatan Cavenagh : film ini lebih terkesan sebagai film romantis, drama penguras air mata. Jejak sebagai film yang dibangun dari buku kisah nyata untuk membangun motivasi serta semangat, hampir tak terlihat jelas. Ini seperti sinetron di tivi-tivi Indonesia. Entahlah, mungkin karena tuntutan produsernya. Sebagai pembaca semua buku Merry Riana, dari semula saya sudah skeptis ketika istri saya mengajak menonton filmnya. Sebagaimana "Tenggelamnya Kapal Van der Wijck" dan "Laskar Pelangi" imajinasi yang terbangun saat membaca novelnya, tak terbayar sama sekali oleh filmnya. Cukup kecewa. Saya tadinya berharap film ini lebih banyak bercerita soal perjuangan yang memotivasi, serta semangat yang p