Skip to main content

Posts

Showing posts from December, 2016

Persiapan Pensiun, Buat Apa ?

"Bas, gue mau mulai nyiapin dana pensiun nih. Supaya ntar pas udah nggak kerja, bisa jalan-jalan",kata teman saya, seumuran : 45 Tahun. "Kapan mau pensiun?",tanya saya. "Sepuluh tahun lagi lah, pas badan masih kuat. Sekarang aja -terus terang- badan udah suka capek-capek. Berapa yang musti gue tabung biar cukup duh duit pensiun", lanjutnya sambil ngupil. Jorok nih memang temanku satu ini. "Oke, elo tiap bulan ngabisin duit berapa buat kebutuhan bulanan anak istri, termasuk cicilan-cicilan",tanyaku. "Yah, sekitar 25 jutaan lah",katanya. "Oke, katakan kebutuhan elo sepuluh tahun lagi sama (cicilan mungkin udah pada lunas, tapi kan harga-harga naik). Dan inflasi -katakan- 8% per tahun. Dan elo nyiapin buat "hidup pensiun" selama 10 tahun. Maka itungannya gini : - Kebutuhan per tahun = Rp 25 juta x 12 bulan = Rp 300 juta - Nilai duit Rp 300juta/tahun pada 10 tahun lagi pas pensiun untuk 10 tah

#cariangin (4)

Pasnya kapan bisa dilihat di buku sejarah, tapi kira-kira di abad ke 17 Kerajaan Gowa "dipukul" oleh VOC. Petinggi kerajaan beserta jajarannya -yang notabene orang Bugis, dan sebagian orang Minangkabau- memilih berdiaspora. Salah satu wilayah yang mereka tuju adalah Tanah Melayu : Sumatera, Malaya (termasuk di dalamnya senagian wilayah Hatyai di Thailand, Sebagian besar Malaysia dan Singapura). Tak heran bahwa -konon- beberapa Raja atau pimpinan Kesultanan di Malaysia mengalir darah Bugis dalam badannya. Di kawasan Kallang, termasuk sekarang menjadi daerah real estat Bugis, orang-orang keturunan Bugis berperang, berdagang, tinggal dan beranak pinak. Di sini berdiri Bugis Junction yang keren, Bugis Street yang tak pernah mati, dan aneka rupa stall makanan di Albert Centre termasuk sebuah stall sate serta aneka rupa makanan Indonesia. Dan saat tahun 1819 Inggris menyerahkan sebidang tanah pada Tengku Abdul Rahman -Sultan Johor yang keturunan Bugis- dan se

#cariangin (3)

"Inilah nak, orang ini kutipan kata-katanya sangat terkenal hingga sekarang. Raja Adil Raja Disembah, Raja Zalim Raja Disanggah",kata saya sebelum mereka berfoto. Nama jalan ini bisa kalian temukan di bilangan Kebayoran baru, tapi dari sinilah Hang Jebat berasal. Malaka. Hang Jebat bersahabat kental dengan empat Hang lainnya, Hang Tuah, Hang Lekir, Hang Lekiu dan Hang Kesturi. Mengetahui bahwa sobat kentalnya, Hang Tuah sang Pahlawan Besar Malaka, diputus pidana mati oleh Sultan Malaka karena kesalahannya - walau ternyata belakangan ketahuan, atas kebaikan Bendahara (atau Perdana Menteri) Hang Tuah tak dihukum mati dan bersembunyi di hutan - Hang Jebat memendam rasa nyeri dalam hati. Keris pusaka Taming Sari yang tadinya dipakai Hang Tuah diwariskan kepadanya, membuatnya merasa sangat digdaya. Dia rongrong kekuasaaan Sultan Malaka. Sultan Malaka terguling namun tak mau tinggal diam. Sultan mengetahui bahwa Hang Tuah masih hidup, dan memberinya a

#cariangin (2)

Masjid ini mepet tembok dengan Hotel Bencoolen, di Bencoolen Street, Singapura. Merbotnya ramah-ramah, Ahmad dan Azzam orang Pakistan. Melihat wajah asing, mereka selalu menyambut mesra "Assalamu'alaikum, Brother". Dengan senyum lebar. Hotel Bencoolen di sebelahnya. Nora, resepsionis yang menyambut saya orang Filipina. Pak Cik, turunan China Melayu yang bantu-bantu tunjukkin a rah lift dan tempat makan pagi, super ramah. Bagi yang suka baca review di Trip Advisor pasti juga baca keramahan Pak Cik ini dari para reviewer. Di lobby hotel sudah ada pohon cemara besar lengkap dengan lampu kelap-kelip dan hiasan-hiasannya. Di depan masjid, tersedia jadwal waktu sholat beserta brosur-brosur tentang Islam. Masjid Bencoolen berdiri tahun 1845, sempat direnovasi di tahun 2001 sebagai bagian dari kawasan CBD Bencoolen dan Prinsep Street. Kini bisa menampung sekitar 1100 jemaah. Hotel Bencoolen dibangun 1968. Sebelahan begitu saja, rukun. Nggak pakai

#cariangin (1)

"Ini lho mbak dan adik, kota Malaka. Kota yang penduduknya tak sampai satu juta orang ini dikunjungi seridaknya 4 juta wisatawan setiap tahunnya. Ini yang bikin kota Malaka bersih, hidup dan makmur. Di bis kota kita disopiri Pak Cik Rahman keturunan Melayu, Kita berbelanja suvenir di toko encik Tan keturunan Cina, kita numpang sholat di Masjid Kampung Keling yang dimerboti Mohammad s i Pakistani, dan saat pulang ke terminal Malaka Sentral kita "dipandu" oleh pak Rajiv yang nenek moyangnya datang dari Mumbai, India". Mereka tersenyum untuk kita, untuk para wisawatan yang datang ke kotanya. Mereka merayakan perbedaan dengan manis, mencipta damai di mana-mana, ini yang membuat mereka -para wisatawan- betah dan ingin kembali. Bukan membuang energi untuk menjadi eksklusif dan memantik berbagai konflik. Energi mereka curahkan untuk membuat jalan mulus tak berlobang, yang meringkas jarak Jakarta -Semarang hanya dalam lima jam perjalanan. Pik

Koh APHIN, TURUNAN KETIGA SEMBILAN NAGA

Kios Koh Aphin Dia adalah generasi ketiga sembilan naga pedagang ikan asin. Kakeknya adalah salah satu naga yang menguasai perniagaan ikan asin di Pasar Jembatan Tiga hingga Tangerang Kota, ayahnya mengadu nasib menjadi tauke ikan asin di Pasar Bogor dan Pasar Anyar...dan Aphin, saya memanggil sesuai nama kiosnya Ko Aphin mencoba berjaya bersama jambal roti, teri Medan dan cumi asin di Pasar Sentul. Saya rutin menemui Ko Aphin saat ritual minggu pagi, mengantar istri belanja mingguan, di Pasar Segar Sentul. Dan Aphin selalu tampil keren, kemarin dengan potongan rambut baru ala vokalis boyband Korea. "Potong di Kaizen Ekalos, bos", jawabnya. Koh Aphin masih Gen Y lah, baru 33 tahunan. Penampilannya selalu keren, walau bau ikan asin meruap sedemikian rupa di kiosnya. Penasaran kemarin saya tanya kenapa jaga kios ikan asin aja pakai baju keren. "Karena saya tiap hari pamit sama anak istri mau kerja bos. Dan orang kerja musti rapih kan",j