Skip to main content

Posts

Showing posts from September, 2013

Karena SMS seorang Teman

Siang belum lagi genap, saat pesan pendek (SMS) itu masuk ke ponsel saya.  Pengirimnya seorang teman, yang belum lama berselang saya presentasikan perlunya asuransi kesehatan buat dirinya, apalagi karena profesinya, sang teman ini lebih banyak berada di jalanan dan bekerja hingga larut malam, rentan resiko kecelakaan atau sakit. Dia sudah mengerti isi presentasi saya, karena saya sudah mengulangnya hingga tiga kali. tapi dia memilih menunda. Dan SMS itu berbunyi, dia perlu pinjaman uang untuk membayar biaya obat istrinya yang terbaring sakit.  Saya, terus terang tak terbiasa dengan mudah meminjamkan uang.  Sebagian bilang pelit, tapi -buat saya- pengalaman sudah banyak berbicara, sehingga saya sangat berhati-hati dalam hal meminjamkan uang.  Tapi, dalam hati saya sangat menyesalkan, mengapa saya tak bisa me mbantu dia.  Bukan...bukan dengan meminjamkan uang, tapi "memaksanya" mengambil program asuransi kesehatan yang sudah tiga kali saya presentasikan.  kalau saja, dia m

Belajar Strategi dari Pengemis Jakarta

Ini mengutip dari sebuah situs berita :” Petugas Suku Dinas Sosial Jakarta Selatan menemukan fakta mengejutkan. Dalam sehari, pengemis di Jakarta bisa mengantongi penghasilan sekitar Rp 750 ribu hingga Rp 1 juta. "Kalau yang segitu biasanya didapat pengemis dengan tingkat kekasihanan yang sangat sangat kasihan. Seperti pengemis kakek-kakek atau ibu-ibu yang mengemis dengan membawa anaknya," ujar Kepala Seksi Rehabilitasi Suku Dinas Sosial Jakarta Selatan, Miftahul Huda saat ditemui di kantornya, Selasa (25/6)”. Berita yang saya kutip cukup menohok akal sehat kita.   Bahkan ada sebuah investigasi yang melaporkan , saat bulan ramadhan, seorang pengemis di daerah Blok M bisa meraup pendapatkan sampai Rp 1.7 juta sehari.   Lalu apa hebatnya? Dalam hidup, terutama saat kita berbisnis, ada saat-saat dimana semangat dan motivasi menjadi sedemikian rendah. Omzet penjualan turun, stok bahan baku tipis, banyak hutang jatuh tempo, piutang lambat tertagih.   Tapi pada saat

Mengapa Asuransi (2)

Kalau kemarin kita berdiskusi dengan Stefani, kini saatnya kita berdiskusi dengan Ida Farida, yang akrab disapa Ida.   Dalam kesehariannya, Profesional Financial Planner ini banyak memberikan tips-tips praktis soal asuransi dan Investasi.   Menurut Ida, saat jaman makin modern, semua dituntut serba cepat, gaya hidup juga ikut menyesuaikan.   Termasuk gaya mengatur keuangan. Ida bertutur, dulu mungkin jaman orangtua kita tak memerlukan asuransi pendidikan, karena –pada jamannya- pendidikan masih murah, tuntutan gaya hidup juga rendah.   Berbeda dengan kini. Dulu kita beli pulsa handphone hanya untuk telepon dan SMS saja, kini harus membeli lebih banyak pulsa untuk mengakses fitur berbasis internet.   Kebutuhan yang diciptakan oleh gaya hidup makin banyak.   Dan ida pun berbagi, mejawab pertanyaan Mengapa Asuransi ? Asuransi Jaminan Dana Pensiun .   Semoga umur kita panjang, demikian doa semua orang.   Kita merintis karir saat usia kita muda, dan pension pada –setidaknya- us

Mengapa Asuransi (1)

Stefani Anggraita Sari dan dia biasa disapa dengan Stefani.   Seorang Profesional Financial Planner.   Karena profesinya itu, dia bertemu banyak calon klien, dank lien : dari berbagai latar belakang.   Dan ,pertanyaan sederhana, namun sulit untuk dijawab adalah saat calon klien menanyakan : Mengapa (saya harus punya) Asuransi ?     Dan Stefani pun menjawab. Asuransi Jiwa .   Apa perlunya jiwa diasuransikan, kalau meninggal ya meninggal saja.   Buat orang yang sudah meninggal, harta kan tidak dibawa?   Betul.   Tapi ingat, saat pencari nafkah utama meninggal dunia, yang ditinggalkan harus tetap hidup, dan kalau bisa tetap sejahtera.   Kalau setiap bulan, saat pencari nafkah masih hidup, keluarga mendapat nafkah Rp 10 juta, maka saat pencari nafkah tiada uang Rp 10 juta itu harus tetap tersuplai.   Jadi, asuransi jiwa bukannya untuk melindungi jiwa, tapi melindungi ketersediaan nafkah orang yang ditinggalkan. Asuransi Kesehatan . Ada yang mencibir bilang, memangnya kalau

Ini Sekolah S-3 Saya

Ketika majalah yang memuat iklan ini muncul, banyak orang bertanya-tanya; ngapain lagi kerja di Asuransi? apakah uang dari bisnis MISTERBLEK tak cukup? Maka ijinkan saya menjelaskan. Selepas lulus kuliah di IPB tahun 1994, saya merasa bahwa saya belum benar-benar siap menjadi "manusia".  Gelar yang saya raih dari IPB, hanya titel saja.  Maka memasuki dunia kerja, sebagai pekerja media cetak, adalah sekolah S-1 saya yang sebenarnya.  Di sana saya belajar dasar-dasar ilmu berhubungan dengan sesama manusia.  Apa yang saya peroleh -katakan, misalnya- gaji, masih hanya bermanfaat bagi diri saya dan keluarga.  Tak lebih. Tahun 2006, saya memutuskan untuk me-lulus-kan diri dari sekolah S-1, dan memasuki sekolah S-2 : menjadi entrepreneur, berjualan kopi.  Tentu, namanya naik kelas pasti tak mudah.  Ujiannya berlipat-lipat sulitnya, sampai kadang saya ragu apakah saya bisa melewati sekolah S-2 di MISTERBLEK Coffee ini dengan baik.  Dalam periode ini, ilmu yang diberikan Tuhan

Berbisnis dengan Modal Syukur

Berbisnis dengan modal syukur ? mungkin kedengaran aneh.  Tapi itulah materi yang saya sharing pada peserta Career Opportunity Program, Manulife cabang Bogor, selasa 26 Agustus 2013 lalu  Ya, pernahkan anda berfikir, mengapa ada orang bisa menghasilkan income hingga Rp 250 juta/bulan ?  Lalu, kalau mengapa orang itu bisa, kita tak bisa.  Beberapa orang berdalih bahwa itu sudah garis tangan, itu sudah nasib atau itu sudah ketentuan Tuhan. Sharing "Berbisnis dengan Modal Syukur" 26 Agustus 2013 Coba tengok kembali pelajaran Fisika kita waktu dahulu.  Tuhan menciptakan dua jenis energi : Energi Kinetik dan Energi Potensial.  Energi Kinetik, kalau tak keliru, adalah yang benar-benar kita pakai; sedangkan Energi Potensial adalah energi yang sudah dimiliki, tapi tersimpan, sewaktu-waktu dibutuhkan akan bisa dipakai. Maka, energi potensial kita bisa menghasilkan Rp 250 juta/bulan.  Sebagian besar orang hanya memakai energi kinetik mereka, dan sibuk dengan itu.  Mereka lupa