
Dan Stefani pun
menjawab.
Asuransi Jiwa. Apa
perlunya jiwa diasuransikan, kalau meninggal ya meninggal saja. Buat orang yang sudah meninggal, harta kan
tidak dibawa? Betul. Tapi ingat, saat pencari nafkah utama
meninggal dunia, yang ditinggalkan harus tetap hidup, dan kalau bisa tetap
sejahtera. Kalau setiap bulan, saat
pencari nafkah masih hidup, keluarga mendapat nafkah Rp 10 juta, maka saat
pencari nafkah tiada uang Rp 10 juta itu harus tetap tersuplai. Jadi, asuransi jiwa bukannya untuk melindungi
jiwa, tapi melindungi ketersediaan nafkah orang yang ditinggalkan.
Asuransi Kesehatan. Ada yang mencibir bilang, memangnya
kalau sudah punya asuransi kesehatan, tidak akan kena penyakit atau tak akan
bisa sakit? Maka cibiran itu bodoh
belaka. Saat anda sakit, maka aka nada
biaya yang harus dikeluarkan. Tak
jarang, biaya yang dikeluarkan justru menguras uang yang sudah susah payah
dikumpulkan. Maka disanalah gunanya
asuransi kesehatan. Asuransi kesehatan
bukan melindungi kesehatan anda, tapi melindungi uang yang sudah anda
kumpulkan, agar tak terkuras bila anda sakit.
Lha kalau sehat bagaimana? Ya
disyukuri saja.
Asuransi Pendidikan.
Pendidikan gratis, masih sebatas bahan kampanye belaka. Benar adanya, di beberapa daerah sudah
menerapkan sekolah negeri gratis sampai SMA; tapi tetap saja membayar untuk
buku, seragam dan kelengkapan sekolah lainnya.
Gratis bersyarat. Dan sadarkah
anda bahwa level strata pendidikan sedemikian terdegradasi. Sepuluh tahun lalu, seorang management
Trainee diambil dari lulusan S-1, kini tak bisa lagi, minimal S-2 bahkan
S-3. Biaya mencapai strata pendidikan
S-1 saja, bisa mencapai ratusan juta. Maka,
itulah gunanya asuransi Pendidikan.
Bukan menjamin anak bisa diterima sekolah bagus, tapi menjamin anak
mendapatkan sekolah bagus karena biayanya tersedia.
Tulisan ini dimuat di Rubrik Konsultasi Keuangan Keluarga, Radar Depok 23 Agustus 2013
Comments
Post a Comment