Skip to main content

Ini Sekolah S-3 Saya

Ketika majalah yang memuat iklan ini muncul, banyak orang bertanya-tanya; ngapain lagi kerja di Asuransi? apakah uang dari bisnis MISTERBLEK tak cukup?

Maka ijinkan saya menjelaskan.

Selepas lulus kuliah di IPB tahun 1994, saya merasa bahwa saya belum benar-benar siap menjadi "manusia".  Gelar yang saya raih dari IPB, hanya titel saja.  Maka memasuki dunia kerja, sebagai pekerja media cetak, adalah sekolah S-1 saya yang sebenarnya.  Di sana saya belajar dasar-dasar ilmu berhubungan dengan sesama manusia.  Apa yang saya peroleh -katakan, misalnya- gaji, masih hanya bermanfaat bagi diri saya dan keluarga.  Tak lebih.

Tahun 2006, saya memutuskan untuk me-lulus-kan diri dari sekolah S-1, dan memasuki sekolah S-2 : menjadi entrepreneur, berjualan kopi.  Tentu, namanya naik kelas pasti tak mudah.  Ujiannya berlipat-lipat sulitnya, sampai kadang saya ragu apakah saya bisa melewati sekolah S-2 di MISTERBLEK Coffee ini dengan baik.  Dalam periode ini, ilmu yang diberikan Tuhan sudah sangat luar biasa, saya diajari bagaimana ide atau gagasan kita tak hanya bisa menghidupi keluarga kita; tapi ummat yang lebih luas.  Ketika saya memutuskan lulus dari S-2 di MISTERBLEK coffee, Ide berjualan kopi ini sudah bisa ikut menghidupi 400-an karyawan (dan keluarganya) di 203 outlet di seluruh Indonesia, dan terus bertambah. Alhamdulillah.

Hingga kini, tahun 2013.  Saya memutuskan untuk memasuki sekolah S-3 saya : dan pilihan itu jatuh ke Manulife Financial.  Bisnis Asuransi -tanpa banyak orang tahu - adalah bisnis dengan nilai materi dan nilai sosial besar.  Di Manulife saya diajarkan membagi ilmu kita kepada klien, kepada sesama.  Di Manulife saya diajarkan menyalakan terus api motivasi dengan berada di lingkungan orang berfikir positif.

Namun, pelajaran di sekolah S-3 ini jauh lebih sulit dan jauh berat.  Ini adalah Akademi Penolakan, dimana kita dilatih berjiwa besar : kita menjual jasa untuk "menolong", kita meyakinkan orang yang akan kita tolong, dengan dua kemungkinan : Ditolak (bahkan dicibir) atau Diterima dengan baik.
Tapi bukankah dulu Nabi Muhammad SAW juga ditolak (calon) ummatnya ketika menyebarkan kebaikan?.  Asuransi mungkin tidak sedahsyat ajaran agama, tapi  intinya saya ingin belajar "banyak ditolak".  Banyak ditolak akan membuat kita lebih "humble", rendah hati.

Flyer Majalah Internal Manulife, edisi terbaru
Di sekolah S-3 ini, sebagaimana dulu saya di sekolah S-1 dan S-2; semua saya kerjakan dengan serius.  Semua profil orang sukses di sekolah ini saya pelajari, saya tiru bila perlu.  Saya presentasi, ketemu orang, menjual program, sering ditolak : semua saya lakukan dengan sungguh-sungguh.  Alhamdulillah, ada imbalan uang yang diterima, itu ekses saja; tapi belajar menjadi orang yang rendah hati itu tujuan utama saya.

Alhamdulillah, karena kesungguhan dan mentoring dari para senior, saya menerima Award atas Achievement sebagai Best Recruiter bulan Juni 2013, dan resmi dipromosikan menjadi Unit Manager per 1 September 2013.

Tentu tak mudah, berjuang dari nol lagi saat kita sudah pernah mencapai puncak.  Tapi, saya ingin memberi sedikit contoh, bahwa hidup adalah waktunya berjuang, bahwa hidup harus bermanfaat untuk banyak orang di sekeliling kita.  Hidup bukan mencari sekedar rasa aman, hanya untuk diri sendiri dan orang paling dekat saja.

Saya ingin membuat anda sukses, karena dengan begitu saya baru merasa sukses.   Ingin bersama-sama belajar di sekolah S-3 ini? Hubungi saya. 

Comments

Popular posts from this blog

MAU JUAL GINJAL? BACA SAMPAI SELESAI !

Sudah dua tahun tak bertemu, seorang teman mengirimkan "broadcast message" (BM) di perangkat Blackberry saya. BM-nya agak mengerikan : dia mencari donor ginjal untuk saudaranya yang membutuhkan. Soal harga -bila pendonor bermaksud "menjual" ginjalnya bisa dibicarakan dengannya. Membaca BM itu, saya teringat kisah pak Dahlan Iskan dalam bukunya GANTI HATI. Dengan jenaka beliau bercanda, bahwa kini dia memiliki 2 bintang seharga masing-masing 1 milyar, satu bintang yang biasa dia kendarai kemana-mana (logo mobil Mercedez) dan satu bintang jahitan di perutnya hasil operasi transplatasi hati. Ya, hati pak Dahlan "diganti" dengan hati seorang anak muda dari Cina, kabarnya harganya 1 miliar. Lalu, iseng-iseng saya browsing, dan ketemulah data ini, Data Harga organ tubuh manusia di pasar gelap (kondisi sudah meninggal dibawah 10 jam, sumber :http://namakuddn.wordpress.com/2012/04/27/inilah-daftar-harga-organ-tubuh-manusia-di-pasar-gelap/) 1. Sepasang bola mata: U

KAN SAYA MASIH HIDUP ...

“Harta, sebenarnya belum bisa dikatakan pembagian harta karena saya masih hidup. Tetapi saya tetap akan membagikan hak mereka masing-masing sesuai dengan peraturan agama,” ujar ibu Fariani. Ibu Fariani adalah seorang ibu dengan empat orang anak yang baru saja ditinggalkan suaminya Ipda Purnawirawan Matta. Almarhum meninggalkan harta waris berupa tanah, rumah dan mobil senilai Rp 15 Miliar. Pada bulan Maret 2017, ketiga anak ibu Fariani mendaftarkan gugatan ke Pengadilan Agama Kota Baubau, Sulawesi Tenggara dengan nomor 163/ptg/ 2013/PA/2017, yang inti gugatannya : Meminta bagian mereka selaku ahli waris yang sah atas harta waris almarhum ayah mereka. Dunia makin aneh? Anak kurang ajar? Tidak. Banyak orang yang memiliki pendapat seperti ibu Fariani, sebagaimana yang saya kutip di paragraf pertama di atas. Pendapat yang KELIRU. Begitu seorang suami meninggal dunia, maka hartanya tidak serta merta menjadi miliki istri atau anak-anaknya. Harta itu berubah menjadi h

CERITA 19 EKOR SAPI

Dul Kemit, Dede dan Khomsul datang ke rumah pak Lurah sambil bersungut-sungut. Mereka mencari orang yang bisa menyelesaikan masalah mereka. Pak Lurah menyambut mereka, dan tiga bersaudara ini menyampaikan masalahnya. Ayah Dul Kemit, Dede dan Khomsul baru saja meninggal seminggu lalu. Ceritanya, almarhum ayah meninggalkan WASIAT bahwa 19 ekor sapi yang ditinggalkan dibagi untuk mereka bertiga dengan porsi : Dul Kemit 1/2 bagian, Dede 1/4 bagian dan Khomsul 1/5 bagian. Pak Lurah pusing menghitung pembagiannya, karena pesan almarhum adalah saat membagi : sapi tidak boleh disembelih, dijual atau dikurangi. Untuk itu dia minta bantuan pak Bhabin dan Babinsa. Lalu pak Bhabin bilang", Sapi ada 19. Mau dibagi untuk Anak pertama 1/2, anak kedua 1/4 dan anak ketiga 1/5 tanpa menyembelih, tanpa mengurangi". Ketiga bersaudara itu menangguk-angguk. "Oke kalau begitu, supaya tidak berantem, saya akan sumbangkan satu ekor sapi milik saya untuk MENGG