Skip to main content

Posts

Showing posts from October, 2018

WHAT IF... WHAT IF

Setiap hari kita "minta" -dalam bentuk doa- diberikan : Panjang Umur, Sehat selalu, kerja lancar, pensiun banyak duit, anak-anak tidak punya masalah keuangan. Lalu kita bekerja, berusaha. Intinya, kita SIAP SUKSES. Permintaan itu harapan yang dipanjatkan dalam doa. Tapi urusan mengabulkan doa, menentukan hasil usaha adalah "Hak Prerogatif" Tuhan. Bagaimana kalau harapan yang kita panjatkan, usaha yang kita lakukan belum memenuhi "rencana dan kualifikasi" Tuhan? Maka sebaiknya kita memiliki RENCANA cadangan. Repotnya, banyak orang tidak siap dengan rencana cadangan itu. Siap SUKSES, namun tidak siap GAGAL. Biasanya orang model begini akan mencari kambing yang warnanya hitam. Menyalahkan lurah, camat, menteri, presiden sampai... Tuhan ! Maka, ada beberapa orang yang memiliki profesi sebagai PEMBANTU : membantu orang lain membuat perencanaan. Membantu melihat alternatif-alternatif, Bicara "What If...What If". Walau me

MITIGASI

Selesai menjenguk teman saya yang sudah dua minggu terbaring sakit karena kanker hati, kami mengajak anak-anak berdiskusi. "Apa yang terjadi pada Om ABCDE bisa juga terjadi pada Bapak",kata saya pada anak-anak. Mereka kelihatan kaget. "Tapi tak usah takut, Bapak sudah siapkan Strategi Mitigasi untuk kalian berdua", lanjut saya. "Apa itu Strategi Mitigasi, pak",Tanya si Sulung. Strategi Mitigasi adalah serangkaian upaya untuk mengurangi resiko bencana, baik melalui pembangunan fisik maupun penyadaran dan peningkatan kemampuan menghadapi ancaman bencana. Bencana terbesar yang terjadi pada sebuah keluarga adalah ketika pencari nafkah utamanya meninggal dunia. "Bapak pasti meninggal dunia, cepat atau lambat, sekarang atau besok-besok. Maka Bapak sudah siapkan segala sesuatunya supaya kalian tetap bisa sekolah dan hidup layak seperti sekarang", Terang saya. Bagaimana strateginya? Sederhana. Bapak tidak siapkan untuk kalian Warisan d

APA YANG KITA CARI, ITU YANG KITA DAPATKAN

Tadi malam, saya menghadiri resepsi pernikahan salah satu teman baik kami di kota Kupang, NTT. Sebuah resepsi pernikahan paling meriah yang pernah saya hadiri seumur hidup. Tolong garis bawahi meriah, bukan mewah. Banyak resepsi mewah, namun "dingin". Tamu datang, bersalaman, makan dan pulang. Tadi malam, suasana gedung aula hangat sejak pukul 19.30 hingga pukul 2 dini hari... ya pukul 2 ! Semua orang berdansa, menari riang dengan iringan lagu-lagu daerah riang dari Maumere, Atambua, Ende dan beberapa wilayah lain yang semalam baru saya dengar namanya. Tidak ada perintah, tidak ada ajakan. Begitu musik berbunyi, mereka ikut menari. Larut dalam kegembiraan keluarga mempelai. Tidak ada kesusahan terpancar dari wajah ratusan tamu yang hadir semalam. Pada Ari, pengemudi yang mengantar jemput kami semalam, kami bertanya"Apakah kegembiraan ini hanya ada dalam pesta-pesta di kota Kupang?". "Tidak pak, di kampung saya, di pelosok Atamb

MENYISIHKAN BUKAN MENYISAKAN

Merawat perkawinan juga ada biayanya. Namun banyak orang ber-uang banyak juga tak mampu membayar biaya itu, karena khawatir (uangnya tidak cukup untuk) masa depan. Karena kami percaya kunci bisa membiayai biaya merawat perkawinan itu adalah bisa membedakan masa menyisihkan dan mana menyisakan. Kami tak pernah khawatir akan masa depan, karena setidaknya 30% pendapatan kami sudah kami sisihkan untuk masa depan dengan program S I P (Saving, Investment, Protection). Sisanya, 70% kami pakai untuk menikmati hidup, merawat perkawinan. Memeluk istri pada siang bolong hari kerja, di pinggir Pantai Pasir Putih-Dili, Timor Leste. Itu pentingnya punya Asuransi, membebaskan kekhawatiran pada masa depan. Peace of Mind. **Status ini mengandung unsur jualan. Hati-hati.

GARAM TAK SELALU ASIN

"Obrigado Barak !",kata ku pada petugas imigrasi yang membubuhkan cap masuk Timor Leste di paspor saya. Obrigado barak adalah bahasa Tetun yang artinya : Terimakasih banyak. Panas menyengat ketika kami mulai menyeberangi jembatan penyeberangan dari Pos Lintas Batas Matoain menuju Pos Imigrasi Batugade di Timor Leste. Kegiatan di Pos Imigrasi tak terlalu ramai siang itu, tak banyak orang yang datang dan pergi. Perjalanan dari Batugade menuju Dili menyusuri garis pantai Selat Wetar yang berbatu karang. Ini adalah negeri muda yang sedang berjuang dalam kemerdekaannya yang kedua. Kemerdekaan pertama mereka rebut tahun 1975 dari Portugis dan yang kedua dari Indonesia tahun 1999. Penduduk Timor Leste tahun 2017 tercatat hanya sekitar 1,2 juta jiwa, yamg hidup di total area darat 14.874 km persegi. Maka jangan heran, selepas pukul 9 malam waktu Dili (atau pukul 7 malam waktu Jakarta) jalanan juga sudah mulai sepi. Dari Batugade kami melewati Maubara dan Liqui

SEBERAPA JAUH PERJALANAN ITU

“Pak, nasabah saya ini pengusaha. Dia selalu bilang tak perlu Asuransi karena usahanya jalan bagus, assetnya banyak dan tak punya hutang”, Demikian kata salah seorang peserta. “Kalau boleh tahu pak, usaha calon nasabah itu apa”,tanya saya. “Dia punya pabrik kain dan distributor benang pak”,Jawab peserta itu lagi. “Ketika dia menjual kain dan benangnya pada para distributor, apakah dia mengutip pembayaran di muka dari distributor atau pembeli (sebelum kirim barang, bayar duluan) atau setidaknya tunai?”, Tanya saya lagi. “Setahu saya tidak pak”, Jawabnya. “Yakin ?”,tanya saya sekali lagi, mencoba meyakinkan. “Yakin pak. Karena istri saya kerja di sana di bagian Keuangan, membawahi beberapa kolektor yang tugasnya menagih hutang”, Jawabnya, malu-malu. Perjalanan Harta menuju Ahli Waris “Pak, ada dua kemungkinan atas pernyataan pengusaha itu : bahwa dia memiliki PIUTANG namun mengaku TIDAK PUNYA HUTANG”,kata saya. Kemungkinan pertama, dia kaya raya

MAAF SAYA SEDANG BANYAK CICILAN

Laporan Indeks Kesenjangan Ekonomi yang dirilis oleh Oxfam, dan dikutip oleh Kompas 10/10/2018 (hal. 5), menyatakan bahwa Kesenjangan Ekonomi Global berada di tingkat kritis. Hal itu tergambar melalui fakta bahwa hanya sekitar 1 persen warga dari total populasi global menguasai empat perlima kekayaan global. Orang kaya itu menikmati peningkatan harta secara gradual, bahkan tanpa mereka sadari, sementara -ironisnya- separuh warga termiskin di dunia tidak menikmati peningkatan harta walaupun sudah bekerja dengan sangat keras. Bagaimana di Indonesia, sebenarnya sama saja, walau tak separah Singapura (lho...), Nigeria dan India. Kita adalah negara yang sedang menggeliat, tumbuh orang-orang kaya baru. Katanya krisis? Sementara ini -menurut saya- krisis adalah (sebatas) komoditi jualan para politikus yang diamini pengikutnya. Salah satu indikatornya adalah Laju pertumbuhan penjualan mobil dan motor baru ( https://www.cnnindonesia.com/…/penjualan-sepeda-motor-sepan…

SEPERTI HANSIP ATAU SATPAM

Saya kira ini kekeliruan yang banyak dilakukan para “agen asuransi”. Menjual Tabungan Pendidikan! Dua hari lalu, saya menemani salah satu team BHR, masih rookie, melakukan “Joint Field Work” ke salah satu calon nasabahnya. Calon nasabah ini seorang ibu, yang berkeinginan menyiapkan Dana Pendidikan untuk dua anaknya yang masih berumur satu dan tiga tahun. Niat yang mulia. Setelah basa basi busuk seperti biasa, maka tibalah kami pada sesi presentasi. Si Nasabah (dan agen baru kami, sambil belajar) mendengarkan dengan tekun penjelasan saya. “Kok jadinya mahal ya pak”,kata si Ibu. “Saya dapat penawaran dari Asuransi XXX jauh lebih murah dari ini “,katanya sambil mengambil dari dalam rak sebuah proposal dari agen asuransi lain. Dan saya baca proposal itu. Tipikal proposal Dana Pendidikan yang ditawarkan “agen jarang training” : MENEKAN Uang Pertanggungan (UP) dan MENEKANKAN pada Proyeksi Hasil Investasi...dengan bumbu : ini tabungan, hasil yang diraih pasti segitu (padahal asums

TIADA IMPIAN NAN TERLALU TINGGI

Ajatashatru Lavash Patel kecil hidup bersama ibunya -buruh cuci- di sudut kumuh kota Mumbai- India. Aja, begitu dia biasa dipanggil. Sang ibu memiliki impian yang sangat besar bisa membawa Aja ke Paris. di salah satu tiang rumah mereka yang sempit, ibu Aja menempelkan poster bergambar Menara Eiffel yang selalu diusapnya dengan penuh pengharapan. Hingga ketika sudah cukup umur, ibunya mengirim Aja bersekolah. Sepulang sekolah Aja menyadari sesuatu, dan berkata pada ibunya", Ibu, ternyata kita terlalu miskin untuk bisa sampai ke Paris". Sang ibu tersenyum, dan bilang ",Untuk orang yang mau berusaha, Tiada Impian yang terlalu tinggi". Suatu hari, Aja kecil sakit, dan ibunya membawanya ke dokter. Di ruang tunggu kamar praktek dokter, dia melihat Katalog toko meubel IKEA berbahasa Perancis. Aja kecil terkagum melihat perabotan bagus yang tergambar di dalamnya, dan membayangkan orang Paris tinggal di rumah mungil dengan perabotan bagus seperti d

KETIDAKPASTIAN MENUJU KEPASTIAN

Padahal tak sampai sepuluh menit lalu dia menasehati saya, berhentilah merokok. Merokok bikin umur pendek. Saya cuma tersenyum, menuju lift, turun dan menyeberang ke kios rokok di seberang hotel. "Tak lama bumi terasa berguncang hebat, kios rokok di depan saya runtuh diiringi bunyi gelegar luar biasa, hotel tujuh lantai di belakang saya juga runtuh. Dengan teman yang tadi menasehati saya masih ada (terkubur) di dalamnya", kata A, seorang " survivor" runtuhnya hotel Roa Roa di Jl Pattimura-Palu pada wartawan. Hidup memang hanya serangkaian proses ketidakpastian menuju sebuah kepastian. Sehat, sakit, celaka itu semua ketidakpastian belaka. Mendengar kisah A, saya teringat petuah Rasheed Olanguru, seorang Life Coach dari Inggris : "Legacy is not what's left tommorow when you're gone. It's what you give, create, impact and contribute today while you're here that then happens to live on" Terjemahan bebasnya kira-ki