Skip to main content

Posts

Showing posts from September, 2019

MERTUA BERSASAK TINGGI

Ibu Ali sudah menikah dengan pak Ali nyaris tigapuluh tahun, dan sangat berduka saat pak Ali meninggal seminggu yang lalu. Dua anak perempuan mereka datang dari rantau, menemani di rumah masa kecil mereka yang ditempati bu Ali (dan pak Ali sampai akhir hayatnya) hanya tiga hari, karena harus kembali ke kotanya, bekerja. Hanya rumah sederhana, yang mungkin kalau dijual harganya tak lebih dari Rp 1 Miliar, yang ditinggalkan pak Ali. Tidak ada asset lain yang cukup bernilai ditinggalkan. Empat hari setelah anak-anak pulang ke kotanya masing-masing, datang orangtua pak Ali (tepatnya Ibunya) bersama tiga adik lelaki pak Ali. Ibu mertua bu Ali adalah tipe mantan istri pejabat masa lalu. Walau usianya sudah 70 tahunan, tapi masih gesit dan selalu tampil dengan rambut sasak tinggi. Sepertinya, saking berat sasak rambutnya, kelihatan kalau berjalan selalu agak mendongak, dagunya mencuat ke atas. Adik pak Ali juga tipe anak yang bergantung pada (sisa) kekayaan dan kejayaan orang tua. Tak memlik

DRAMA PAGI HARI

Antrian "check in" pesawat yang akan saya tumpangi dari Bali ke Jakarta pagi ini mengular. Hanya dibuka tiga loket pagi ini, padahal banyak penumpang mulai menggerutu menunggu dalam antrian cukup lama. Tepat di depan saya berdiri tiga pasang suami istri, satu rombongan yang nampaknya baru pulang berwisata di Bali. Mereka berniat pulang entah kemana lengkap dengan bagasi yang banyak. Alih-alih mempercayakan salah satu "wakil" dari rombongan untuk mengurus "check in" mereka memilih bergerombol di depan konter. Mereka sibuk "mengganggu" petugas layanan check in dengan permintaan-permintaan khusus, seperti minta Bagasi dikelompokkan sendiri-sendiri dan berdebat untuk memperebutkan tempat di dekat jendela. Padahal jelas mereka datang dalam rombongan. Selesai? Belum. Tak berapa lama datang tiga pasang suami istri lain, membawa troli bagasi yang memaksa menerobos antrian. "Kami bagian dari rombongan itu",kata mereka. Maksudnya rombongan yang

NASI SUDAH MENJADI KERAK

"Suami saya sudah membuat SURAT WASIAT yang menyatakan 90% harta akan menjadi milik saya saat dia meninggal dunia. Jadi kenapa musti pusing punya Asuransi segala?",Tanya seorang ibu dalam sesi tanya jawab Customer Gathering di Surabaya akhir bulan lalu. Kita tahu, bahwa hati manusia soal uang tak bisa ditebak. Kita sering melihat dalam berita, banyak orang yang kelihatan selalu tampil bak "calon ahli surga" dicokok KPK karena tertangkap tangan mener ima suap. Pertanyaan ibu itu mengingatkan saya pada kisah ibu Bunga yang digugat oleh anak-anaknya, karena menerima Surat Wasiat dari almarhum suaminya atas 90% harta warisan suaminya. Ibu Bunga digugat oleh anaknya, dan Pengadilan memutuskan ibu Bunga untuk "mengembalikan" apa yang telah diterima dari (surat wasiat) atas harta waris suaminya kepada anak-anaknya. Ibu Bunga tidak mengetahui, bahwa ada batasan-batasan dalam pembuatan Surat Wasiat. Surat wasiat tidak boleh menyimpang dari asas penting