Skip to main content

DRAMA PAGI HARI

Antrian "check in" pesawat yang akan saya tumpangi dari Bali ke Jakarta pagi ini mengular. Hanya dibuka tiga loket pagi ini, padahal banyak penumpang mulai menggerutu menunggu dalam antrian cukup lama.

Tepat di depan saya berdiri tiga pasang suami istri, satu rombongan yang nampaknya baru pulang berwisata di Bali. Mereka berniat pulang entah kemana lengkap dengan bagasi yang banyak.

Alih-alih mempercayakan salah satu "wakil" dari rombongan untuk mengurus "check in" mereka memilih bergerombol di depan konter.

Mereka sibuk "mengganggu" petugas layanan check in dengan permintaan-permintaan khusus, seperti minta Bagasi dikelompokkan sendiri-sendiri dan berdebat untuk memperebutkan tempat di dekat jendela. Padahal jelas mereka datang dalam rombongan.

Selesai? Belum.

Tak berapa lama datang tiga pasang suami istri lain, membawa troli bagasi yang memaksa menerobos antrian. "Kami bagian dari rombongan itu",kata mereka. Maksudnya rombongan yang sedang "umyeg" di depan konter.

Tanpa ada rasa segan atau malu, wajah-wajah yang kelihatan berpendidikan itu mendesak maju, troli mereka dorong sampai menabrak kaki dan troli pengantre lain.

Drama babak kedua dimulai, ketika para perangsek ini memilah-milah bagasi di depan konter dan meminta kursi di dekat jendela juga.

Pernah ketemu kejadian serupa?

Nyaris semua penerbangan menyiapkan fasilitas "online check in" untuk memudahkan serta mempercepat proses check in. Dengan fasilitas itu, bahkan kita bisa memilih nomor atau posisi tempat duduk yang kita kehendaki, 24 jam sebelum keberangkatan. Di bandara kita tinggal drop bagasi.

Dari drama di bandara pagi ini saya belajar, kadang berada di sebuah "rombongan" harus membuat kita bisa lebih peka.

Bukan merasa karena 'menang jumlah' terus Jumawa.

** Foto illustrasi tidak ada hubungannya dengan cerita, cuma mau numpang eksis saja.

Comments

Popular posts from this blog

MAU JUAL GINJAL? BACA SAMPAI SELESAI !

Sudah dua tahun tak bertemu, seorang teman mengirimkan "broadcast message" (BM) di perangkat Blackberry saya. BM-nya agak mengerikan : dia mencari donor ginjal untuk saudaranya yang membutuhkan. Soal harga -bila pendonor bermaksud "menjual" ginjalnya bisa dibicarakan dengannya. Membaca BM itu, saya teringat kisah pak Dahlan Iskan dalam bukunya GANTI HATI. Dengan jenaka beliau bercanda, bahwa kini dia memiliki 2 bintang seharga masing-masing 1 milyar, satu bintang yang biasa dia kendarai kemana-mana (logo mobil Mercedez) dan satu bintang jahitan di perutnya hasil operasi transplatasi hati. Ya, hati pak Dahlan "diganti" dengan hati seorang anak muda dari Cina, kabarnya harganya 1 miliar. Lalu, iseng-iseng saya browsing, dan ketemulah data ini, Data Harga organ tubuh manusia di pasar gelap (kondisi sudah meninggal dibawah 10 jam, sumber :http://namakuddn.wordpress.com/2012/04/27/inilah-daftar-harga-organ-tubuh-manusia-di-pasar-gelap/) 1. Sepasang bola mata: U

KAN SAYA MASIH HIDUP ...

“Harta, sebenarnya belum bisa dikatakan pembagian harta karena saya masih hidup. Tetapi saya tetap akan membagikan hak mereka masing-masing sesuai dengan peraturan agama,” ujar ibu Fariani. Ibu Fariani adalah seorang ibu dengan empat orang anak yang baru saja ditinggalkan suaminya Ipda Purnawirawan Matta. Almarhum meninggalkan harta waris berupa tanah, rumah dan mobil senilai Rp 15 Miliar. Pada bulan Maret 2017, ketiga anak ibu Fariani mendaftarkan gugatan ke Pengadilan Agama Kota Baubau, Sulawesi Tenggara dengan nomor 163/ptg/ 2013/PA/2017, yang inti gugatannya : Meminta bagian mereka selaku ahli waris yang sah atas harta waris almarhum ayah mereka. Dunia makin aneh? Anak kurang ajar? Tidak. Banyak orang yang memiliki pendapat seperti ibu Fariani, sebagaimana yang saya kutip di paragraf pertama di atas. Pendapat yang KELIRU. Begitu seorang suami meninggal dunia, maka hartanya tidak serta merta menjadi miliki istri atau anak-anaknya. Harta itu berubah menjadi h

CERITA 19 EKOR SAPI

Dul Kemit, Dede dan Khomsul datang ke rumah pak Lurah sambil bersungut-sungut. Mereka mencari orang yang bisa menyelesaikan masalah mereka. Pak Lurah menyambut mereka, dan tiga bersaudara ini menyampaikan masalahnya. Ayah Dul Kemit, Dede dan Khomsul baru saja meninggal seminggu lalu. Ceritanya, almarhum ayah meninggalkan WASIAT bahwa 19 ekor sapi yang ditinggalkan dibagi untuk mereka bertiga dengan porsi : Dul Kemit 1/2 bagian, Dede 1/4 bagian dan Khomsul 1/5 bagian. Pak Lurah pusing menghitung pembagiannya, karena pesan almarhum adalah saat membagi : sapi tidak boleh disembelih, dijual atau dikurangi. Untuk itu dia minta bantuan pak Bhabin dan Babinsa. Lalu pak Bhabin bilang", Sapi ada 19. Mau dibagi untuk Anak pertama 1/2, anak kedua 1/4 dan anak ketiga 1/5 tanpa menyembelih, tanpa mengurangi". Ketiga bersaudara itu menangguk-angguk. "Oke kalau begitu, supaya tidak berantem, saya akan sumbangkan satu ekor sapi milik saya untuk MENGG