Ini mengutip dari sebuah situs berita :”
Petugas Suku Dinas Sosial Jakarta Selatan menemukan fakta mengejutkan. Dalam
sehari, pengemis di Jakarta bisa mengantongi penghasilan sekitar Rp 750 ribu
hingga Rp 1 juta.
"Kalau yang segitu biasanya didapat pengemis dengan tingkat kekasihanan yang sangat sangat kasihan. Seperti pengemis kakek-kakek atau ibu-ibu yang mengemis dengan membawa anaknya," ujar Kepala Seksi Rehabilitasi Suku Dinas Sosial Jakarta Selatan, Miftahul Huda saat ditemui di kantornya, Selasa (25/6)”.
"Kalau yang segitu biasanya didapat pengemis dengan tingkat kekasihanan yang sangat sangat kasihan. Seperti pengemis kakek-kakek atau ibu-ibu yang mengemis dengan membawa anaknya," ujar Kepala Seksi Rehabilitasi Suku Dinas Sosial Jakarta Selatan, Miftahul Huda saat ditemui di kantornya, Selasa (25/6)”.
Berita yang saya kutip cukup menohok akal
sehat kita. Bahkan ada sebuah
investigasi yang melaporkan , saat bulan ramadhan, seorang pengemis di daerah
Blok M bisa meraup pendapatkan sampai Rp 1.7 juta sehari. Lalu apa hebatnya?
Dalam hidup, terutama saat kita berbisnis,
ada saat-saat dimana semangat dan motivasi menjadi sedemikian rendah. Omzet
penjualan turun, stok bahan baku tipis, banyak hutang jatuh tempo, piutang
lambat tertagih. Tapi pada saat itu
lihatlah para pengemis itu.
Bukan saya mau mengajari menjadi pengemis,
bukan itu. Coba telisik, seorang
pengemis di Blok M bahkan memiliki strategi saat bekerja.

Kedua, dari waktu yang dipilihnya. Seorang pengemis yang diinvestigasi
beroperasi sekitar Jl Mahakam hingga terminal Blok M memilih siang hari, saat
jam makan siang, untuk beroperasi.
Mengapa? Karena di saat itulah, para pekerja kantoran –yang dipercaya
berduit – akan berduyun-duyun keluar dari kantornya, membelanjakan uang untuk
makan siang atau berbelanja pernak-pernik.
Psikologi “orang berduit” cenderung mengabaikan lembaran Rp 2000,- yang
ada di dompetnya dan memberikan pada pengemis.
Bayangkan, bila jam makan siang antara pukul 12-13, tiap menit bertemu 1
orang @ Rp 2000,-. Hasil kerja sejam minimal Rp 100.000,-. Dalam bisnis juga begitu, “timing” sangat
penting. Pepatah orangtua bilang, waktu
adalah uang. Bagi anda yang sedang getol
berinvestasi melalui reksadana atau Unit Link, hari-hari ini adalah saat yang
paling tepat untuk melakukan Top Up atau membeli instrument investasi berbasis
ekuitas saham, karena harga saham sedang anjlok. Tapi besok pagi belum lagi sama. Maka buat anda para pebisnis, nasehat saya
jangan sia-siakan waktu.
Ketiga, lokasi yang dipilihnya. Tips dari
pengemis, saat siang hari bulan ramadhan melakukan operasi di dekat pusat
perbelanjaan atau perkantoran, tempat “orang berduit” berada. Malam hari, dengan sedikit “overtime” dari
jam operasi yang ada, mereka beroperasi di beberapa masjid besar, dengan
sasaran operasi para jamaah yang bubar sholat tarawih. Hari Jumat adalah hari istimewa, karena ada
dua keramaian di mesjid : sholat jumat dan tarawih. Jangan heran, “omzet” pengemis di hari Jumat
bulan ramadhan bisa mencapai Rp 2 juta sehari.
Ilmu pengemis itu juga berlaku di bisnis. Kalau ditanya apa factor yang menentukan
suksesnya sebuah bisnis : Lokasi, Lokasi dan Lokasi. Berapa besar uang yang dibuang karena pabrik
yang jauh dari dukungan infrastruktur ? atau berapa potensi omzet penjualan
yang lepas saat warung makan kita tak punya “space” parkir yang memadai. Sehingga, pemilihan lokasi adalah hal lain
yang sangat patut dipikirkan serius.
Keempat, duplikasi bisnis. Pernah anda lihat, seorang pengemis berbagi
wilayah dengan anak, suami/istrinya atau kerabat dalam beroperasi. Itulah fakta yang ada. Mereka memiliki Standar Operating Prosedur
yang sama. Sehingga, hasil yang akan mereka
raih juga kurang lebih sama. Dalam
bisnis juga begitu, jangan kita sendiri yang banting tulang, tapi bisnis tak
berkembang. Kloning cara anda berbisnis,
“jual” konsep bisnis dan SOP-nya pada mitra, maka itu adalah cara tercerdas
mengembangkan bisnis.
Kelima, kelola uangnya dengan baik. Lihat bagaimana pengemis itu bertingkah? Mereka akan memakai seragam kebesarannya yang
kumal dan berbau tak sedap meski di saku mereka berjubel uang. Uang yang mereka peroleh, mereka kirim ke
kampong untuk beli sawah, membangun rumah.
Maka, kita juga patut belajar dari mereka soal pengelolaan uang. Selalu “sisihkan uang kecil untuk melindungi
asset besar”. Jaman sudah maju, memiliki
instrument asuransi dan investasi sudah menjadi keharusan.
“"Saya kerja jadi teller di bank. Sudah
lima tahun, paling bawa pulang Rp 4 juta. Kaget juga dengar pengemis bisa dapet
belasan sampai Rp 30 juta," kata Rani, seorang pegawai bank pemerintah
saat berbincang dengan situs berita yang saya kutip.. Sehingga, saat ini, mau memiliki penghasilan
2 juta atau 30 juta adalah soal pilihan semata.
Mengikuti arus utama (mainstream) dan tak punya strategi adalah pangkal
segala kekeliruan. Maka, belajarlah
strategi dari pengemis di Jakarta.
Tulisan ini dimuat di Majalah Bulanan PRATAMA Edisi Oktober 2013.
Comments
Post a Comment