Hari masih saja mendung, gerimis kadang masih turun, dengan malu-malu, membuat matahari pun enggan menampakkan sinarnya. Tapi, jalanan sudah mulai ramai ketika seorang kawan -yang masih bekerja di sebuah koran - mengirim SMS dan bertanya -pertanyaannya agak janggal- tapi mungkin dia memang membutuhkan jawabannya.
Pertanyaannya," Bas, kamu pernah gagal, bagaimana rasanya gagal itu?". Saya kelabakan menjawabnya, bukan saja bakal menghabiskan berbaris-baris SMS, itupun belum tentu jawabannya bakal memuaskan dia. Saya jawab saja dengan pendek," Nanti saya tulis sebuah kisah di blog, baca saja".
Gagal. Buat sebagian orang, kata itu sangat menakutkan. Buat yang sekarang kaya, kata itu mengindikasikan jatuh miskin. Buat yang hidupnya "bahagia" kata itu bisa berarti "kesulitan". Tapi, bukankah gagal dan berhasil itu datang satu paket ?
Tahun 2002, selepas saya keluar dari TEMPO dan setelah mencari peruntungan dengan berbagai "profesi" dari mulai pengusaha kurir, konsultan media hingga peternak bebek : saya mulai memahami arti kata "gagal". Gagal, berarti : uang tabungan habis, tak bisa membayar cicilan rumah, kesulitan memenuhi belanja harian, diteror debt collector pinjaman KTA yang ludes tak kembali karena bisnis bebek, hingga makan mie instan karena tak lagi mampu beli beras.
Beberapa rekan, tak percaya saat ada cerita saya melalui masa-masa kelam itu. Tapi itulah kenyataannya. Hingga kinipun, saya sendiri tak percaya bisa melalui berbagai masalah kelam itu. Tuhan Maha pengasih dan Penyayang.
Maka kini, makna kata gagal itu sudah berubah. Dia semacam paket yang datang bersama keberhasilan. Dia bisa datang duluan, bisa juga datang belakangan.
Bila dia datang duluan, maka yang harus saya lakukan hanya konsisten melakukan hal yang saya yakini akan bisa berhasil. Bila sulit, itu artinya saya masih harus belajar dan berdoa terus supaya diberikan kemudahan. Jadi bila gagal, gagal dan gagal; mungkin usaha selanjutnya akan berhasil. Itu semacam pelajaran untuk selalu sabar.
Bila dia datang belakangan, maka yang harus saya persiapkan adalah kebesaran hati. Ada yang mengibaratkan hidup itu seperti berlayar dengan perahu. Kadang ketemu ombak besar, angin barat. Tak jarang ketemu angin sepoi dan ombak tenang. Apa yang telah kita raih saat ini jangan sampai membuat kita sombong, besar kepala. Sekali lagi berhasil dan gagal datangnya satu paket. Bila saat ini kita "merasa" berhasil", ya usahakan tetap bekerja, berdoa dan mencari ilmu-ilmu baru. Hingga bila "kelengkapan paket" itu datang kita tak kaget. Itu semacam pelajaran untuk selalu rendah hati.
Maka, temanku, ikut kata hatimu. Kerjakan memang hal yang sangat ingin kau kerjakan, dengan begitu kamu tak perlu sibuk meyakinkan-apalagi- menipu diri sendiri. Karena, dengan begitu, kita akan siap menerima yang terbaik...dan juga yang terburuk.
Maka sekali lagi, gagal adalah paket komplit bersama keberhasilan. Selalu ada pelajaran bersamanya.
Tahun 2002, selepas saya keluar dari TEMPO dan setelah mencari peruntungan dengan berbagai "profesi" dari mulai pengusaha kurir, konsultan media hingga peternak bebek : saya mulai memahami arti kata "gagal". Gagal, berarti : uang tabungan habis, tak bisa membayar cicilan rumah, kesulitan memenuhi belanja harian, diteror debt collector pinjaman KTA yang ludes tak kembali karena bisnis bebek, hingga makan mie instan karena tak lagi mampu beli beras.
Beberapa rekan, tak percaya saat ada cerita saya melalui masa-masa kelam itu. Tapi itulah kenyataannya. Hingga kinipun, saya sendiri tak percaya bisa melalui berbagai masalah kelam itu. Tuhan Maha pengasih dan Penyayang.
Maka kini, makna kata gagal itu sudah berubah. Dia semacam paket yang datang bersama keberhasilan. Dia bisa datang duluan, bisa juga datang belakangan.

Bila dia datang belakangan, maka yang harus saya persiapkan adalah kebesaran hati. Ada yang mengibaratkan hidup itu seperti berlayar dengan perahu. Kadang ketemu ombak besar, angin barat. Tak jarang ketemu angin sepoi dan ombak tenang. Apa yang telah kita raih saat ini jangan sampai membuat kita sombong, besar kepala. Sekali lagi berhasil dan gagal datangnya satu paket. Bila saat ini kita "merasa" berhasil", ya usahakan tetap bekerja, berdoa dan mencari ilmu-ilmu baru. Hingga bila "kelengkapan paket" itu datang kita tak kaget. Itu semacam pelajaran untuk selalu rendah hati.
Maka, temanku, ikut kata hatimu. Kerjakan memang hal yang sangat ingin kau kerjakan, dengan begitu kamu tak perlu sibuk meyakinkan-apalagi- menipu diri sendiri. Karena, dengan begitu, kita akan siap menerima yang terbaik...dan juga yang terburuk.
Maka sekali lagi, gagal adalah paket komplit bersama keberhasilan. Selalu ada pelajaran bersamanya.
Comments
Post a Comment