Skip to main content

MENERIMA BANYAK, MEMBERI BANYAK

Bukankah naif kalau hari-hari ini kita terlalu percaya pada ramalan orang bahwa negeri ini akan hilang dalam beberapa belas tahun lagi, ketika keluar dari "cangkang" kita sesekali bertemu dengan orang-orang baik, para pekerja gigih yang ingin berbuat baik untuk lingkungannya dan negerinya.

Saya mengenal beliau berdua dalam perjalanan mengelilingi Turki dua bulan lalu.

Kalau ditanya seperti apa pekerja gigih, maka izinkan saya menuturkan kisah mereka.

Pak D dan Ibu E bertemu dan kemudian berjodoh ketika mereka berdua bekerja di sebuah pabrik tekstil di Bandung.

Pak D dulu adalah tenaga penjualan merangkap sopir, dan Ibu E di bagian administrasi. Pekerjaan pak D adalah berkeliling pasar se Jawa, menawarkan kain produksi pabrik bosnya.

Sesekali bila tak keliling cari order, pak D "nyupirin" bosnya, menemani bos ikut ketemu beberapa pejabat dan rekanan pentingnya.

Sang bos, memiliki kebiasaan setiap Sabtu dan Minggu hanya mencurahkan waktu untuk keluarga, tak mau diganggu. Sedangkan beberapa pejabat rekanannya selalu datang untuk sekedar main golf ke Bandung pada Sabtu dan Minggu. Bos menugaskan pak D yang menjemput, menemui, mengantar dan menemani para pejabat itu... Bahkan membayar segala keperluan mereka (tentu pakai uang sang bos).

Dari sana pak D menjadi akrab dan dekat dengan para pejabat itu. Kadang dilibatkan dalam pertemuan atau rapat sang pejabat di Bandung. Dari situlah bibit kepercayaan itu muncul.

Hingga suatu kali, instansi yang dikepalai sang pejabat membutuhkan seragam baru, dan sang pejabat meminta pak D yang meng-handle pekerjaan itu. Proyek lumayan besar.

Singkat cerita, pak D sukses menangani proyek itu dan medapat sejumlah (besar) keuntungan. Berbekal keuntungan itu, beliau melamar ibu E, mengajukan pengunduran diri ke bosnya dan meminta supaya bisa dijadikan distributor kain buatan pabrik bosnya. Bosnya setuju.

Empat tahun memulai usaha, pak D dan ibu E tersaruk-saruk. Mereka lalui hidup di atas truk, menjajakan kain dari satu kota ke kota lain.

"Tiap malam, kami istirahat di pom bensin. Ibu E tidur di kabin truk, saya di musholla. Nggak tahu bakal berhasil apa enggak. Pokoknya kami jalani saja",katanya kemarin.

Kini, setelah enam tahun mereka bisa merasakan hasilnya. Tak hanya berdagang kain, mereka juga membuat seragam sekolah dan instansi. Omzetnya? milyaran.

Kemarin kami berdiskusi panjang soal Perencanaan Keuangannya, juga tentu soal Pajak. Pak D ingin menjadi warga negara yang bersyukur dengan tertib membayar pajak sesuai aturan.

Banyak yang ingin beliau ketahui.

"Saya sudah mendapat banyak (dari negeri ini) pak, saatnya saya juga memberi banyak",tuturnya kemarin, sambil berkeringat setelah menyiapkan 20 bal kain pesanan pelanggannya.

Sudah mendapat banyak, seharusnya memberi banyak. Itu mengapa saya masih optimis pada negeri ini.

Comments

Popular posts from this blog

MAU JUAL GINJAL? BACA SAMPAI SELESAI !

Sudah dua tahun tak bertemu, seorang teman mengirimkan "broadcast message" (BM) di perangkat Blackberry saya. BM-nya agak mengerikan : dia mencari donor ginjal untuk saudaranya yang membutuhkan. Soal harga -bila pendonor bermaksud "menjual" ginjalnya bisa dibicarakan dengannya. Membaca BM itu, saya teringat kisah pak Dahlan Iskan dalam bukunya GANTI HATI. Dengan jenaka beliau bercanda, bahwa kini dia memiliki 2 bintang seharga masing-masing 1 milyar, satu bintang yang biasa dia kendarai kemana-mana (logo mobil Mercedez) dan satu bintang jahitan di perutnya hasil operasi transplatasi hati. Ya, hati pak Dahlan "diganti" dengan hati seorang anak muda dari Cina, kabarnya harganya 1 miliar. Lalu, iseng-iseng saya browsing, dan ketemulah data ini, Data Harga organ tubuh manusia di pasar gelap (kondisi sudah meninggal dibawah 10 jam, sumber :http://namakuddn.wordpress.com/2012/04/27/inilah-daftar-harga-organ-tubuh-manusia-di-pasar-gelap/) 1. Sepasang bola mata: U

KAN SAYA MASIH HIDUP ...

“Harta, sebenarnya belum bisa dikatakan pembagian harta karena saya masih hidup. Tetapi saya tetap akan membagikan hak mereka masing-masing sesuai dengan peraturan agama,” ujar ibu Fariani. Ibu Fariani adalah seorang ibu dengan empat orang anak yang baru saja ditinggalkan suaminya Ipda Purnawirawan Matta. Almarhum meninggalkan harta waris berupa tanah, rumah dan mobil senilai Rp 15 Miliar. Pada bulan Maret 2017, ketiga anak ibu Fariani mendaftarkan gugatan ke Pengadilan Agama Kota Baubau, Sulawesi Tenggara dengan nomor 163/ptg/ 2013/PA/2017, yang inti gugatannya : Meminta bagian mereka selaku ahli waris yang sah atas harta waris almarhum ayah mereka. Dunia makin aneh? Anak kurang ajar? Tidak. Banyak orang yang memiliki pendapat seperti ibu Fariani, sebagaimana yang saya kutip di paragraf pertama di atas. Pendapat yang KELIRU. Begitu seorang suami meninggal dunia, maka hartanya tidak serta merta menjadi miliki istri atau anak-anaknya. Harta itu berubah menjadi h

CERITA 19 EKOR SAPI

Dul Kemit, Dede dan Khomsul datang ke rumah pak Lurah sambil bersungut-sungut. Mereka mencari orang yang bisa menyelesaikan masalah mereka. Pak Lurah menyambut mereka, dan tiga bersaudara ini menyampaikan masalahnya. Ayah Dul Kemit, Dede dan Khomsul baru saja meninggal seminggu lalu. Ceritanya, almarhum ayah meninggalkan WASIAT bahwa 19 ekor sapi yang ditinggalkan dibagi untuk mereka bertiga dengan porsi : Dul Kemit 1/2 bagian, Dede 1/4 bagian dan Khomsul 1/5 bagian. Pak Lurah pusing menghitung pembagiannya, karena pesan almarhum adalah saat membagi : sapi tidak boleh disembelih, dijual atau dikurangi. Untuk itu dia minta bantuan pak Bhabin dan Babinsa. Lalu pak Bhabin bilang", Sapi ada 19. Mau dibagi untuk Anak pertama 1/2, anak kedua 1/4 dan anak ketiga 1/5 tanpa menyembelih, tanpa mengurangi". Ketiga bersaudara itu menangguk-angguk. "Oke kalau begitu, supaya tidak berantem, saya akan sumbangkan satu ekor sapi milik saya untuk MENGG