Skip to main content

LUCINTA LUNA

Pagi belum genap, sebuah pesan pendek (sandek) masuk ke ponsel saya. Saya mencoba mengumpulkan ingatan, siapa nama yang tertera di ponsel ini.

Setelah proses "recalling" memori yang agak panjang, saya ingat ini adalah salah seorang calon nasabah yang pernah minta dibuatkan proposal program kesehatan.

"Pak Bas, ini XXXXX istrinya YYYY. Mau tanya tentang asuransi kesehatan. Ini saya lagi di Rumah Sakit ngurus pembayaran, pakai Asuransi, kenapa nomboknya jadi banyak ya", Tulisnya di sandek.
Seingat saya, calon nasabah ini tak jadi ambil Asuransi Kesehatan sama saya. Dua tiga kali minta dibuatkan proposal tapi tak bisa dihubungi lagi dan tak pernah menghubungi.
Tapi berhubung memang tak ingat, saya "layani" saja pertanyaannya. Siapa tahu saya memang lupa bahwa dia memang nasabah saya.

"Nombok berapa pak, dan nomboknya di mana. Please cek kwitansinya",tanya saya balik, tetap via sandek.

Dia menyebut angka puluhan juta, dan menyebutkan beberapa items yang membuat nombok : obat, kunjungan dokter dan biaya operasi.

Aneh. Itu sepertinya bukan Program Asuransi yang biasanya saya tawarkan. Program yang saya tawarkan kecil sekali kemungkinan bisa nombok, karena sistem " as a charge" semua dibayar sesuai tagihan.

"Bapak coba cek lagi, apa benar itu Asuransi yang Bapak ambil dari saya?",tanya saya penasaran.
Jawabannya bikin kaget ",Bukan sih pak. Ini dari Asuransi ABCDEFG. Saya dulu tak jadi ambil dari pak Bas, agak kemahalan. Saya kontak Bapak, karena kontak agennya dari semalam tak bisa-bisa".
"Bagaimana saya bisa membantu bapak. Saya tahu program Asuransi Bapak saja tidak. Sebaiknya kontak ke Customer Service perusahaan Asuransi tersebut, biasanya nomernya ada di belakang kartu asuransi pak",Jawab saya lagi.

"Sudah pak, CS-nya hanya dijawab mesin, mereka aktif hanya di jam kerja". Sandek berhenti.
Pernah ketemu nasabah seperti ini, atau mungkin jadi nasabah yang seperti ini? yang melihat sebuah program Asuransi hanya dari Harga Premi semata, namun kurang kritis pada manfaat? Akibatnya penyesalan selalu datang terlambat.

Program Asuransi Kesehatan yang baik itu, bukan preminya BERAPA, namun memiliki manfaat APA. Setidaknya ada empat kriteria sebuah asuransi kesehatan yang baik :

1. Cashless : baik dengan kartu yang tinggal digesek atau ada surat penjaminan yang membuat kita tak perlu menyediakan uang tunai untuk Uang Muka (DP=Down Payment)
2. Tidak ada limitasi berdasar harga atau kelas kamar, yang tak hanya melimit kamarnya juga manfaat dokter, obat, operasi dan tindakan medis lain. Kamar dijamin yang berisi 1 tempat tidur dengan kamar mandi di dalam.
3. Membayar tagihan "As A Charge" alias, berapa yang ditagihkan, itu yang dibayar. Ini membuat program Asuransi ini bebas inflasi. Mau harga kamar dan tagihan RS berapa saja, tak perlu ada rasa taku kena "excess charge"
4. Memiliki layanan 24 jam, 365 hari. Karena sakit bisa datang kapan saja, di mana saja.
5. Preminya "flat", tidak ada was-was "di tengah jalan" tiba-tiba muncul surat pemberitahuan kenaikan premi. Iya sekarang murah, tapi nanti naik... apa bedanya?

Mengingat program Asuransi yang dimiliki Bapak calon nasabah saya itu, saya jadi teringat seorang Selebritis yang sedang heboh di sosial media.

Yang namanya mirip pertanyaan : Lucinta Luna? Gua sih Kagak

Kagak mau jadi nasabah yang hanya terbujuk rayuan "premi murah" saja.

** Foto adalah hak milik DETIK.COM

Comments

Popular posts from this blog

MAU JUAL GINJAL? BACA SAMPAI SELESAI !

Sudah dua tahun tak bertemu, seorang teman mengirimkan "broadcast message" (BM) di perangkat Blackberry saya. BM-nya agak mengerikan : dia mencari donor ginjal untuk saudaranya yang membutuhkan. Soal harga -bila pendonor bermaksud "menjual" ginjalnya bisa dibicarakan dengannya. Membaca BM itu, saya teringat kisah pak Dahlan Iskan dalam bukunya GANTI HATI. Dengan jenaka beliau bercanda, bahwa kini dia memiliki 2 bintang seharga masing-masing 1 milyar, satu bintang yang biasa dia kendarai kemana-mana (logo mobil Mercedez) dan satu bintang jahitan di perutnya hasil operasi transplatasi hati. Ya, hati pak Dahlan "diganti" dengan hati seorang anak muda dari Cina, kabarnya harganya 1 miliar. Lalu, iseng-iseng saya browsing, dan ketemulah data ini, Data Harga organ tubuh manusia di pasar gelap (kondisi sudah meninggal dibawah 10 jam, sumber :http://namakuddn.wordpress.com/2012/04/27/inilah-daftar-harga-organ-tubuh-manusia-di-pasar-gelap/) 1. Sepasang bola mata: U

KAN SAYA MASIH HIDUP ...

“Harta, sebenarnya belum bisa dikatakan pembagian harta karena saya masih hidup. Tetapi saya tetap akan membagikan hak mereka masing-masing sesuai dengan peraturan agama,” ujar ibu Fariani. Ibu Fariani adalah seorang ibu dengan empat orang anak yang baru saja ditinggalkan suaminya Ipda Purnawirawan Matta. Almarhum meninggalkan harta waris berupa tanah, rumah dan mobil senilai Rp 15 Miliar. Pada bulan Maret 2017, ketiga anak ibu Fariani mendaftarkan gugatan ke Pengadilan Agama Kota Baubau, Sulawesi Tenggara dengan nomor 163/ptg/ 2013/PA/2017, yang inti gugatannya : Meminta bagian mereka selaku ahli waris yang sah atas harta waris almarhum ayah mereka. Dunia makin aneh? Anak kurang ajar? Tidak. Banyak orang yang memiliki pendapat seperti ibu Fariani, sebagaimana yang saya kutip di paragraf pertama di atas. Pendapat yang KELIRU. Begitu seorang suami meninggal dunia, maka hartanya tidak serta merta menjadi miliki istri atau anak-anaknya. Harta itu berubah menjadi h

CERITA 19 EKOR SAPI

Dul Kemit, Dede dan Khomsul datang ke rumah pak Lurah sambil bersungut-sungut. Mereka mencari orang yang bisa menyelesaikan masalah mereka. Pak Lurah menyambut mereka, dan tiga bersaudara ini menyampaikan masalahnya. Ayah Dul Kemit, Dede dan Khomsul baru saja meninggal seminggu lalu. Ceritanya, almarhum ayah meninggalkan WASIAT bahwa 19 ekor sapi yang ditinggalkan dibagi untuk mereka bertiga dengan porsi : Dul Kemit 1/2 bagian, Dede 1/4 bagian dan Khomsul 1/5 bagian. Pak Lurah pusing menghitung pembagiannya, karena pesan almarhum adalah saat membagi : sapi tidak boleh disembelih, dijual atau dikurangi. Untuk itu dia minta bantuan pak Bhabin dan Babinsa. Lalu pak Bhabin bilang", Sapi ada 19. Mau dibagi untuk Anak pertama 1/2, anak kedua 1/4 dan anak ketiga 1/5 tanpa menyembelih, tanpa mengurangi". Ketiga bersaudara itu menangguk-angguk. "Oke kalau begitu, supaya tidak berantem, saya akan sumbangkan satu ekor sapi milik saya untuk MENGG