Ya, sebut saja tokoh dalam kisah yang akan saya ceritakan ini
bernama Ibu Manis. Kalau ada yang bertanya kisah ini fiksi atau nyata :
saya bilang ini setengah fiksi dan setengah nyata. Tapi apapun, semoga
isinya bisa menjadi bahan pelajaran tentang sebuah Proses Pembagian
Harta Warisan.
Ibu Manis sedang berduka, karena suami yang dicintainya baru saja meninggal dunia. Almarhum suaminya seorang pengusaha yang meninggalkan selain harta juga beberapa hutang. Hutang pribadi dan Hutang Usaha. Aset yang ditinggalkan almarhum selain rumah, kendaraan berupa mobil dan motor juga tabungan dan uang tunai.
Oh ya, ibu Manis ini beragama Nasrani sehingga berdasar kesepakatan keluarga, proses pembagian warisnya dilakukan berdasar Hukum Waris Perdata/Barat. Dari perkawinannya dengan almarhum suaminya, Ibu Manis memiliki tiga orang anak. Sulungnya kelas 1 SMA dan bungsunya masih kelas 5 SD. Perjalanan mereka masih panjang, masih perlu banyak biaya.
Proses pembagian Harta Waris menggunakan Hukum Waris Perdata sebetulnya jauh lebih sederhana, apalagi dalam kondisi Ahli Waris Golongan 1 (Janda dan Anak) masih ada semua. Harta Warisnya tinggal dibagi dua : satu bagian untuk istri dan satu bagian lagi dibagi rata di Golongan 1 tersebut.
Setelah dilakukan perhitungan dikurangi semua Pajak, Biaya dan Hutang maka tersisa : Rumah dan kendaraan senilai Rp 900 juta dan uang tunai Rp 900 juta. Rumah dan Kendaraan kebetulan nilainya separoh dari total harta, maka langsung diserahkan ke istri. Tinggal sisanya yang Rp 900 juta dibagi ke istri dan anak sama rata.
Tapi, ternyata ada perkembangan terbaru. Tepat sehari sebelum Harta
Waris itu dibagi, seorang kerabat almarhum menyampaikan Surat Wasiat
yang pernah dibuat oleh almarhum sebelum meninggal. Wasiat itu berisi
pesan bahwa 50% Harta waris yang seharusnya dibagi untuk janda dan
anaknya, diminta untuk diserahkan ke Sebuah Yayasan Sosial yang dulu
almarhum berkiprak aktif. Sehingga dari Rp 900 juta, tinggal separonya
(Rp 450 juta).
Maka, persoalan penghitungan waris yang tadinya sederhana (sebagaimana Gambar 1.) berubah menjadi tidak sederhana. Mengapa?
1. Dalam Hukum Waris Perdata, Wasiat harus didahulukan untuk diserahkan.
2. Ada kelompok bernama Legitimaris yang berhak menuntut haknya sesuai yang digariskan UU, sehingga para legitimaris ini tetap menerima bagian sesuai porsinya. Anak dan Orang Tua Almarhum adalah para Legitimaris, sedangkan istri BUKAN termasuk legitimaris.
Karena anaknya ada 3, maka anak yang menuntut Legitimate Portie-nya berhak atas ¾ bagian menurut UU (Pasal 914 KUHPerdata).
Sehingga Perhitungannya berubah menjadi sebagaimana Gambar 2.
Langkahnya sebagai berikut :
1. Keluarkan Hak untuk Orang/Badan yang menerima Wasiat : 50% x Rp 900juta = Rp 450juta
2. Hitung sisanya untuk dibagi para Ahli Waris secara rata , maka seharusnya Ibu Manis , Anak 1 sampai Anak ke tiga menerima masing-masing Rp 112.5 juta
3. Namun, karena anak-anak memiliki hak Legitimate Portie, seharusnya masing-masing dari mereka menerima = Rp 225 juta. Sedangkan masing-masing sudah menerima Rp 112,5 juta, sehingga masing-masing anak kurang Rp 112.5 juta.
4. Atas kekurangan itu, maka itu diambilkan dari Hak yang diterima Wasiat, sehingga penerima Wasiat hanya berhak atas = Rp 450 juta – (3 x 112,5 juta) = Rp 112,5 juta
5. Sehingga hasil pembagian Harta Waris Finalnya : Yayasan Sosial menerima Rp 112,5 juta, Ibu Manis menerima Rp 112,5 juta dan masing-masing anak menerima Rp 225 juta.
Maka saya sampaikan Ibu Manis”,Beruntunglah Ibu Manis memiliki suami yang memberikan wasiat pada Yayasan Sosial. Bayangkan kalau wasiat itu diberikan pada Wanita lain atau Anaknya di luar nikah (misalnya)”.
Oh ya barangkali belum tahu : Hukum waris Perdata membuka peluang Proses Pewarisan Ad-Testamento (memakai Surat wasiat) untuk orang lain diluar ahli waris termasuk anak yang dilahirkan di luar perkawinan yang sah.
Maka, sebagai istri yang pintar, Ibu Manis setuju untuk membuat Program Warisan Tambahan untuk anak-anaknya yang masih panjang perjalanannya. Mengapa? Karena Ibu Manis tak memiliki keterampilan berbisnis sebaik suaminya, juga karena harta warisan yang diterimanya sudah jauh berkurang ...sedangkan kebutuhan (dia dan anak-anaknya) di masa depan pasti akan bertambah.
Ibu Manis sadar betul soal itu, dan setuju mencicil Rp 15 jutaan per bulan untuk Program Warisan yang saya buatkan. Maka Ibu Manis panjang umur atau pendek umur : uang Warisan sejumlah Rp 5 Miliar akan diterima anak-anaknya : bebas biaya, bebas sengketa dan bebas pajak.
Akhir yang manis untuk Ibu Manis.
** Catatan : Angka-angka yang saya sodorkan ke Ibu Manis untuk Program Waris itu Nyata, bukan Fiksi. Bukan Ilusi. Dan bila ini dirasa terlalu rumit, anda harus tanyakan pada ahlinya.
Ibu Manis sedang berduka, karena suami yang dicintainya baru saja meninggal dunia. Almarhum suaminya seorang pengusaha yang meninggalkan selain harta juga beberapa hutang. Hutang pribadi dan Hutang Usaha. Aset yang ditinggalkan almarhum selain rumah, kendaraan berupa mobil dan motor juga tabungan dan uang tunai.
Oh ya, ibu Manis ini beragama Nasrani sehingga berdasar kesepakatan keluarga, proses pembagian warisnya dilakukan berdasar Hukum Waris Perdata/Barat. Dari perkawinannya dengan almarhum suaminya, Ibu Manis memiliki tiga orang anak. Sulungnya kelas 1 SMA dan bungsunya masih kelas 5 SD. Perjalanan mereka masih panjang, masih perlu banyak biaya.
Proses pembagian Harta Waris menggunakan Hukum Waris Perdata sebetulnya jauh lebih sederhana, apalagi dalam kondisi Ahli Waris Golongan 1 (Janda dan Anak) masih ada semua. Harta Warisnya tinggal dibagi dua : satu bagian untuk istri dan satu bagian lagi dibagi rata di Golongan 1 tersebut.
Setelah dilakukan perhitungan dikurangi semua Pajak, Biaya dan Hutang maka tersisa : Rumah dan kendaraan senilai Rp 900 juta dan uang tunai Rp 900 juta. Rumah dan Kendaraan kebetulan nilainya separoh dari total harta, maka langsung diserahkan ke istri. Tinggal sisanya yang Rp 900 juta dibagi ke istri dan anak sama rata.

Maka, persoalan penghitungan waris yang tadinya sederhana (sebagaimana Gambar 1.) berubah menjadi tidak sederhana. Mengapa?
1. Dalam Hukum Waris Perdata, Wasiat harus didahulukan untuk diserahkan.
2. Ada kelompok bernama Legitimaris yang berhak menuntut haknya sesuai yang digariskan UU, sehingga para legitimaris ini tetap menerima bagian sesuai porsinya. Anak dan Orang Tua Almarhum adalah para Legitimaris, sedangkan istri BUKAN termasuk legitimaris.
Karena anaknya ada 3, maka anak yang menuntut Legitimate Portie-nya berhak atas ¾ bagian menurut UU (Pasal 914 KUHPerdata).
Sehingga Perhitungannya berubah menjadi sebagaimana Gambar 2.
Langkahnya sebagai berikut :
1. Keluarkan Hak untuk Orang/Badan yang menerima Wasiat : 50% x Rp 900juta = Rp 450juta
2. Hitung sisanya untuk dibagi para Ahli Waris secara rata , maka seharusnya Ibu Manis , Anak 1 sampai Anak ke tiga menerima masing-masing Rp 112.5 juta
3. Namun, karena anak-anak memiliki hak Legitimate Portie, seharusnya masing-masing dari mereka menerima = Rp 225 juta. Sedangkan masing-masing sudah menerima Rp 112,5 juta, sehingga masing-masing anak kurang Rp 112.5 juta.
4. Atas kekurangan itu, maka itu diambilkan dari Hak yang diterima Wasiat, sehingga penerima Wasiat hanya berhak atas = Rp 450 juta – (3 x 112,5 juta) = Rp 112,5 juta
5. Sehingga hasil pembagian Harta Waris Finalnya : Yayasan Sosial menerima Rp 112,5 juta, Ibu Manis menerima Rp 112,5 juta dan masing-masing anak menerima Rp 225 juta.
Maka saya sampaikan Ibu Manis”,Beruntunglah Ibu Manis memiliki suami yang memberikan wasiat pada Yayasan Sosial. Bayangkan kalau wasiat itu diberikan pada Wanita lain atau Anaknya di luar nikah (misalnya)”.
Oh ya barangkali belum tahu : Hukum waris Perdata membuka peluang Proses Pewarisan Ad-Testamento (memakai Surat wasiat) untuk orang lain diluar ahli waris termasuk anak yang dilahirkan di luar perkawinan yang sah.
Maka, sebagai istri yang pintar, Ibu Manis setuju untuk membuat Program Warisan Tambahan untuk anak-anaknya yang masih panjang perjalanannya. Mengapa? Karena Ibu Manis tak memiliki keterampilan berbisnis sebaik suaminya, juga karena harta warisan yang diterimanya sudah jauh berkurang ...sedangkan kebutuhan (dia dan anak-anaknya) di masa depan pasti akan bertambah.
Ibu Manis sadar betul soal itu, dan setuju mencicil Rp 15 jutaan per bulan untuk Program Warisan yang saya buatkan. Maka Ibu Manis panjang umur atau pendek umur : uang Warisan sejumlah Rp 5 Miliar akan diterima anak-anaknya : bebas biaya, bebas sengketa dan bebas pajak.
Akhir yang manis untuk Ibu Manis.
** Catatan : Angka-angka yang saya sodorkan ke Ibu Manis untuk Program Waris itu Nyata, bukan Fiksi. Bukan Ilusi. Dan bila ini dirasa terlalu rumit, anda harus tanyakan pada ahlinya.
Comments
Post a Comment