"Ada
barangkali tiga kali kemarin, Bapak menanyakan apakah mahal biaya
mengurus administrasi pemakaman. Pertanyaan aneh dan belum pernah
diajukan. Biasanya Bapak tidur di mobil, tapi kemarin sepanjang
Bogor-Cibubur hanya ngelamun. Waktu turun dari Mobil, beliau bilang
nanti malam minta dijemput. Padahal dari rumah sudah bilang mau
training empat hari di Bandung", Demikian kenang Ujang sopir tetangga
sekaligus sahabat saya : Almarhum Firdaus Rumbia.
Kemarin pagi, pukul 05.00 seperti biasa kami saling berhai-hai sebelum beliau berangkat ke kantornya. Rumah kami berdempet tembok. Jam segitu biasanya, saya baru buka-buka jendela, maklum saya berangkat "ngantor" paling cepat jam 9 pagi.
Usianya baru 45 tahun, tak berselisih banyak dengan usia saya. Pembawaannya ceria, suka bercanda. Tapi karena perhatiannya pada keamanan kompleks, beliau sudah menjadi semacam sesepuh saja buat kami. Tempat berunding, curhat dan bertanya. Saat saya pindah ke kompleks yang saya tempati hingga sekarang ini, beliau adalah tetangga pertama saya. Kanan dan depan rumah saya masih rumah kosong semua. Beliau adalah perintis, pionir.
Hingga Pukul 12 kemarin siang, karena sejak pagi ada rapat, hape saya matikan. Saat rehat makan siang, hape dihidupkan, masuk pesan melalui Line dari sulung saya yang pulang awal selepas ujian sekolah. "Pak, di depan rumah banyak karangan bunga, bendera kuning dan dipasang tenda". Kaget dan panik (maklum, di blok saya hanya ada 3 rumah : saya, pak Firdaus dan adik sepupu saya)...saya mencoba mencari tahu, siapa yang meninggal dunia hari itu.
Selepas berpisah dengan sopirnya di Cibubur,
beliau sarapan pagi dan bergegas naik bis kantor yang membawanya beserta
rombongan untuk training selama 4 hari di Bandung. Teman-teman se-bis
bercerita beliau banyak ngobrol bercanda sepanjang perjalanan...seperti
biasa. Bahkan sempat berfoto mengacungkan dua jempol. Tak ada
tanda-tanda sakit. Di Tol Cipularang, beliau tertidur, dan 500 meter
menjelang Pintu Tol Cimahi teman-temannya mendengar beliau mendengkur
dengan bunyi dengkuran yang tak biasa.
Dibangunkan agak sulit, rekan se-bis berinisiatif mengantarnya ke RS Dustira Cimahi. Masuk UGD, tak lama -sekitar pukul 10 pagi, lima jam berselang sejak pertemuan kami pagi di depan pagar itu - beliau menghembuskan nafasnya yang terakhir. dan kemarin, pukul 15.00 jenazahnya tiba di rumah langsung dibawa dari Cimahi.
Kemarin sore yang gerimis, sudah menunggu serta mengiring jenazahnya ke TPU Cimahpar : teman kantor, sahabat dan tetangga yang kaget dan masih takjub tak percaya.
Beliau meninggalkan seorang istri dan dua orang anak yang berusia pra remaja. Saya tak bisa membayangkan kesedihan anak sulungnya yang ketika mendapat kabar sedang menuntut ilmu di sebuah pesantren di Karawang.
Selamat jalan pak Firdaus. Tetangga (sangat dekat) sekaligus sahabat tempat saya banyak bertanya. Orang baik selalu "duluan" katanya. Semoga semua amal baikmu membawamu berada di tempat terbaik di sisiNya.
Siapa yang menyangka, pertemuan di depan pagar kemarin, adalah pertemuan kami yang terakhir. Ajal itu sudah pasti tiba, tinggal kapan waktunya Tuhan yang Tahu.
Tugas kita hanya bersiap, bersiap, dan bersiap. Bersiap untuk kita dan orang-orang yang akan kita tinggalkan.
Kemarin pagi, pukul 05.00 seperti biasa kami saling berhai-hai sebelum beliau berangkat ke kantornya. Rumah kami berdempet tembok. Jam segitu biasanya, saya baru buka-buka jendela, maklum saya berangkat "ngantor" paling cepat jam 9 pagi.
Usianya baru 45 tahun, tak berselisih banyak dengan usia saya. Pembawaannya ceria, suka bercanda. Tapi karena perhatiannya pada keamanan kompleks, beliau sudah menjadi semacam sesepuh saja buat kami. Tempat berunding, curhat dan bertanya. Saat saya pindah ke kompleks yang saya tempati hingga sekarang ini, beliau adalah tetangga pertama saya. Kanan dan depan rumah saya masih rumah kosong semua. Beliau adalah perintis, pionir.
Hingga Pukul 12 kemarin siang, karena sejak pagi ada rapat, hape saya matikan. Saat rehat makan siang, hape dihidupkan, masuk pesan melalui Line dari sulung saya yang pulang awal selepas ujian sekolah. "Pak, di depan rumah banyak karangan bunga, bendera kuning dan dipasang tenda". Kaget dan panik (maklum, di blok saya hanya ada 3 rumah : saya, pak Firdaus dan adik sepupu saya)...saya mencoba mencari tahu, siapa yang meninggal dunia hari itu.

Dibangunkan agak sulit, rekan se-bis berinisiatif mengantarnya ke RS Dustira Cimahi. Masuk UGD, tak lama -sekitar pukul 10 pagi, lima jam berselang sejak pertemuan kami pagi di depan pagar itu - beliau menghembuskan nafasnya yang terakhir. dan kemarin, pukul 15.00 jenazahnya tiba di rumah langsung dibawa dari Cimahi.
Kemarin sore yang gerimis, sudah menunggu serta mengiring jenazahnya ke TPU Cimahpar : teman kantor, sahabat dan tetangga yang kaget dan masih takjub tak percaya.
Beliau meninggalkan seorang istri dan dua orang anak yang berusia pra remaja. Saya tak bisa membayangkan kesedihan anak sulungnya yang ketika mendapat kabar sedang menuntut ilmu di sebuah pesantren di Karawang.
Selamat jalan pak Firdaus. Tetangga (sangat dekat) sekaligus sahabat tempat saya banyak bertanya. Orang baik selalu "duluan" katanya. Semoga semua amal baikmu membawamu berada di tempat terbaik di sisiNya.
Siapa yang menyangka, pertemuan di depan pagar kemarin, adalah pertemuan kami yang terakhir. Ajal itu sudah pasti tiba, tinggal kapan waktunya Tuhan yang Tahu.
Tugas kita hanya bersiap, bersiap, dan bersiap. Bersiap untuk kita dan orang-orang yang akan kita tinggalkan.
Comments
Post a Comment