Namanya Tong Chang Bin.
Dia beristri dan beranak pinak di sebuah desa kecil di tepian sungai
Shennong, merupakan bagian dari aliran sungai Yandtze yang mengalir menuju Bendungan
3 Ngarai.
Bendungan ini dibangun pada 1994 dan selesai pada 2009. Pak Tong, orang etnis Tujia –etnis minoritas terbesar di China- bukanlah bagian dari pembangunan Bendungan ini. Namun bendungan 3 Ngarai inilah yang mengubah hidupnya, serta hidup ratusan orang yang tinggal di tepian sungai Shennong, sungai yang berada di antara Bendungan Wu dan bendungan Xiling.
Bendungan ini dibangun pada 1994 dan selesai pada 2009. Pak Tong, orang etnis Tujia –etnis minoritas terbesar di China- bukanlah bagian dari pembangunan Bendungan ini. Namun bendungan 3 Ngarai inilah yang mengubah hidupnya, serta hidup ratusan orang yang tinggal di tepian sungai Shennong, sungai yang berada di antara Bendungan Wu dan bendungan Xiling.
Pak Tong dan puluhan penduduk di tepian sungai Shennong
adalah para penarik perahu. Dulu, saat
belum dibangun bendungan, sungai Shennong adalah sungai besar dengan arus yang
deras. Jalur perdagangan hidup di sungai
ini. Perahu dari hulu membawa hasil bumi
ke hilir membawa hasil bumi, dan perahu dari hilir pulang membawa kebutuhan
penduduk sepanjang tepian sungai Shennong.
Arus Shennong deras, dan pada jaman itu belum ada motor tempel untuk
perahu.
Perjalanan dari hulu ke hilir bukanlah masalah besar, karena
perahu hanya mengikuti arus. Namun tak
demikian halnya dengan perjalanan dari hilir ke hulu, dibutuhkan perjuangan
keras melawan arus yang kuat. Maka, pak
Tong dan teman-temannya berperan disini.
Mereka memindahkan muatan perahu besar ke perahu-perahu kecil - dengan
menyenandungkan lagu-lagu penggungah semangat mereka mendayung bersama- serta empat lima orang dengan tali tambang
membantu menarik perahu dari daratan berbukit di pinggirnya.
Tapi bendungan 3
Ngarai mengubah itu. Kapal tak bisa lagi
berlayar jauh menembus sungai Shennong menuju hilir Yangtze. Jalur perdagangan berubah ke angkutan darat
dan udara. Pak Tong dan teman-temannya
kini hanya menjadi penarik perahu untuk turis, yang ingin bernostalgik
menikmati jasa para penarik perahu, sebagaimana jaman belum ada bendungan
sambil menikmati pemandangan indah sepanjang tepian Shennong. Nasib tak seindah dulu.
Foto : www.chinascenic.com |
Tapi, pak Tong adalah pria yang memandang jauh ke masa
depan. Dia sudah melihat saat
pembangunan bendungan dimulai, perubahan besar akan terjadi. Dan dia mempersiapkannya. Pak Tong menabung, membeli motor roda tiga
untuk mengangkut hasil sayuran dari kebunnya ke kota, memiliki perahu yang
disewakan pada turis untuk atraksi penarik perahu dan ... dua peti mati yang
dirancang indah : untuk dia dan istrinya.
Saat ditanya oleh Harry Yuan mengenai peti mati itu, pembawa
acara “Awakenings Route” di Nat Geo Channel yang menemuinya, pak Tong menjawab
“,Saya hanya ingin memastikan, saat saya meninggal, saya dimakamkan dengan
layak”.
Menonton kisah pak Tong, saya teringat sebuah buku baru
karangan ibu Eileen Rachman yang baru-baru ini sedang saya baca: “Jadilah Warga
Dunia”. Di halaman 15 beliau menulis
“...Sejak lima tahun terakhir, pakar industri media memprediksi era media cetak
akan tamat. The Financial Times, koran
terkemuka dari Inggris yang telah berusia 127 tahun, berupaya keras untuk tetap
eksis dengan memanfaatkanedisi cetak tradisional sembari mengembangkan edisi
digital dan memanfaatkan media sosial.
Ada pula yang tidak kuat berkompetisi dan memilih untuk membatasi diri
seperti mingguan Newsweek, dan bahkan
mati meski telah terbit selama 100 tahun, seperti LIFE Magazine. Pilihan keputusan ada di tangan kita, dan yang
menang adalah yang kuat menggeliat dan siap melompat ke masa depan...”.
Maka, belajar dari pak Tong, salah satu keterampilan yang
kudu wajib kita miliki saat ini adalah keterampilan “Membaca Gelagat”. Orang yang pandai membaca gelagat akan mahir
pula menangkap peluang. Siapa yang dulu
pernah membayangkan ada profesi bernama network
engineer, wedding organizer atau financial planner?
Dimana keterampilan “membaca gelagat” itu bisa didapat? Dari membaca, aktif berorganisasi, bijak bermedia sosial serta jangan hidup
terlalu ikut arus utama (mainstream). Pak Tong, penarik perahu dari Shennong saja
bisa, kenapa kita enggak ? (**)
Comments
Post a Comment