Skip to main content

Bila Bisa Hidup Seribu Tahun Lagi

Selesai melakukan wawancara pelamar baru di lantai 20, kemarin siang, saya turun pakai lift ke lobby bergegas menuju warung kopi di situ. Di lobby, tepat saat pintu lift terbuka saya berpapasan seseorang yang serasa pernah ketemu atau kenal sebelumnya. Dia melemparkan senyum, tapi saya blasss...lupa.

"Mas Basri ya",sapanya.

"Eh, iya. Apa kabar? Maaf ya, kita dulu bareng di mana ya? Republika, Tempo, atau Sindo",tanya saya me-recall ingatan.

"Saya XXXXXX mas, dulu kita barengan di Tempo. Saya dua tahunan lalu pernah mas Basri ajak ke AIA, waktu itu saya masih kerja di media online",Terangnya.

Ingatan mendadak terang. Dulu teman ini pernah saya ajak karena media cetak tempatnya bekerja setelah Tempo sudah "gonjang-ganjing". Rupanya tak setelah itu, media cetak tempatnya bekerja tutup (bangkrut) dan dia bekerja untuk sebuah media online yang kemudian bangkrut juga. Mirip dengan beberapa teman lain, responnya saat saya ajak dulu :"Asuransi aku enggak bisa mas, malu". Dan sejak itu dia sangat sulit dihubungi.

"Ini mau ke mana",tanya saya.

"Mau nyairin dana pensiun mas. Terakhir dua tahun kerja di media online DPLK-nya pakai AIA. Ini mau mau "ngurus" di CS AIA. Lumayan buat modal",jawabnya. Dan dia menyebut sejumlah angka, tak sampai lima juta rupiah.

Ngalor-ngidul kami berbual, hingga akhirnya dia berkata",Saya lihat mas Basri enak, foto-fotonya jalan-jalan terus. Saya pengen dong mas".

"Lho, bukannya dulu sudah aku ceritain caranya. Aku sudah ajak kamu lho ya. Kamu aja yang sulit dihubungi",kataku sambil menyeruput kopi. Dia juga.

"Iya mas. Aku nyesel juga sih. Mungkin kalau dulu aku mau, terus serius kayak mas Basri...hidupku nggak gini-gini amat. Nganggur, hutang banyak",katanya sendu menatap cangkir kopi yang sudah kosong.

Dan itulah hidup. Banyak hal yang kita sesali di kemudian hari. Sebagian karena bersikap (masa) Bodoh sehingga sempit wawasan, sebagian lagi karena bersikap (sok) pinter sehingga terlalu banyak meng-analisa tapi minim kerja.

Dan penyesalan itu dibawa sampai (menjelang) mati, seperti kata artikel ini :
A palliative care nurse has revealed the most common regrets from her patients. In her book "Top 5 Regrets of the Dying", Bronnie Ware says she found that nearly all of her patients were more concerned with the relationships they had built with others…
independent.co.uk

Comments

Popular posts from this blog

MAU JUAL GINJAL? BACA SAMPAI SELESAI !

Sudah dua tahun tak bertemu, seorang teman mengirimkan "broadcast message" (BM) di perangkat Blackberry saya. BM-nya agak mengerikan : dia mencari donor ginjal untuk saudaranya yang membutuhkan. Soal harga -bila pendonor bermaksud "menjual" ginjalnya bisa dibicarakan dengannya. Membaca BM itu, saya teringat kisah pak Dahlan Iskan dalam bukunya GANTI HATI. Dengan jenaka beliau bercanda, bahwa kini dia memiliki 2 bintang seharga masing-masing 1 milyar, satu bintang yang biasa dia kendarai kemana-mana (logo mobil Mercedez) dan satu bintang jahitan di perutnya hasil operasi transplatasi hati. Ya, hati pak Dahlan "diganti" dengan hati seorang anak muda dari Cina, kabarnya harganya 1 miliar. Lalu, iseng-iseng saya browsing, dan ketemulah data ini, Data Harga organ tubuh manusia di pasar gelap (kondisi sudah meninggal dibawah 10 jam, sumber :http://namakuddn.wordpress.com/2012/04/27/inilah-daftar-harga-organ-tubuh-manusia-di-pasar-gelap/) 1. Sepasang bola mata: U

KAN SAYA MASIH HIDUP ...

“Harta, sebenarnya belum bisa dikatakan pembagian harta karena saya masih hidup. Tetapi saya tetap akan membagikan hak mereka masing-masing sesuai dengan peraturan agama,” ujar ibu Fariani. Ibu Fariani adalah seorang ibu dengan empat orang anak yang baru saja ditinggalkan suaminya Ipda Purnawirawan Matta. Almarhum meninggalkan harta waris berupa tanah, rumah dan mobil senilai Rp 15 Miliar. Pada bulan Maret 2017, ketiga anak ibu Fariani mendaftarkan gugatan ke Pengadilan Agama Kota Baubau, Sulawesi Tenggara dengan nomor 163/ptg/ 2013/PA/2017, yang inti gugatannya : Meminta bagian mereka selaku ahli waris yang sah atas harta waris almarhum ayah mereka. Dunia makin aneh? Anak kurang ajar? Tidak. Banyak orang yang memiliki pendapat seperti ibu Fariani, sebagaimana yang saya kutip di paragraf pertama di atas. Pendapat yang KELIRU. Begitu seorang suami meninggal dunia, maka hartanya tidak serta merta menjadi miliki istri atau anak-anaknya. Harta itu berubah menjadi h

CERITA 19 EKOR SAPI

Dul Kemit, Dede dan Khomsul datang ke rumah pak Lurah sambil bersungut-sungut. Mereka mencari orang yang bisa menyelesaikan masalah mereka. Pak Lurah menyambut mereka, dan tiga bersaudara ini menyampaikan masalahnya. Ayah Dul Kemit, Dede dan Khomsul baru saja meninggal seminggu lalu. Ceritanya, almarhum ayah meninggalkan WASIAT bahwa 19 ekor sapi yang ditinggalkan dibagi untuk mereka bertiga dengan porsi : Dul Kemit 1/2 bagian, Dede 1/4 bagian dan Khomsul 1/5 bagian. Pak Lurah pusing menghitung pembagiannya, karena pesan almarhum adalah saat membagi : sapi tidak boleh disembelih, dijual atau dikurangi. Untuk itu dia minta bantuan pak Bhabin dan Babinsa. Lalu pak Bhabin bilang", Sapi ada 19. Mau dibagi untuk Anak pertama 1/2, anak kedua 1/4 dan anak ketiga 1/5 tanpa menyembelih, tanpa mengurangi". Ketiga bersaudara itu menangguk-angguk. "Oke kalau begitu, supaya tidak berantem, saya akan sumbangkan satu ekor sapi milik saya untuk MENGG