Ini adalah salah satu film yang selalu memukau saya, The Bucket List.
Edward Cole (Jack Nicholson) seorang konglomerat pemilik Rumah Sakit yang "termakan omongannya sendiri" tentang aturan Rumah Sakit yang dimilikinya, bertemu dengan Carter Chambers (Morgan Freeman) seorang yang bercita-cita menjadi professor sejarah namun menghadapi kenyataan bahwa seumur hidupnya menjadi seorang montir.
Cole dan Carter bertemu saat dirawat di satu kamar RS saat menjalani perawatan Kanker Paru.
Awalnya dari saling ejek, mereka berdua menjadi akrab. Diawali dari kesadaran bahwa umur mereka (divonis oleh dokter) paling lama satu tahun lagi.
Suatu malam, Cole menemukan kertas yang ditulis oleh Carter yang berisi "Bucket List" atau daftar hal yang ingin dilakukannya sebelum meninggal. Setelah berdebat, mereka akhirnya menyusun "Bucket List" itu berdua.
Maka tampillah suatu daftar yang berisi hal-hal yang ingin mereka kerjakan sebelum ajal tiba : terjun bebas, mengendarai mobil tercepat di dunia, makan malam di tempat paling mahal dan romatis hingga menyaksikan keagungan Tuhan di Puncak gunung Himalaya.
Diam-diam, tanpa sepengetahuan istrinya, Carter -dengan dibantu dan berdua Cole - mewujudkan satu demi satu "Bucket List" itu.
Hingga nyaris semua "bucket List" terpenuhi, Carter meninggal dunia di meja operasi. Mendengar berita Carter sudah tiada, Cole mencoret satu "Bucket List" : "help a complete stranger for the good".
Pada usia 81 tahun, Cole meninggal dunia. Abunya dibawa oleh asistennya ke Puncak Himalaya (yang pernah didatanginya bersama Carter).
Sang asisten mencoret tulisan terakhir dari "Bucket List" itu yang belum dicoret : ""witness something truly majestic" serta meninggalkan di sana bersama abu Cole dalam sebuah kotak bekas kemasan kopi.
Dalam kehidupan nyata berapa banyak orang seperti Carter yang beruntung bisa bertemu dengan Cole. Orang yang pada saat-saat terakhir bisa mewujudkan impian yang ingin diwujudkan sepanjang hidup? Tidak banyak.
Kesadaran itulah yang mendorong beberapa nasabah yang saya kenal (termasuk saya sendiri), menyiapkan "Edward Cole" kami sendiri. Caranya bagaimana?
Di pasaran ada produk asuransi bernama Asuransi Critical Protection (ACP). Asuransi ini memberikan SANTUNAN TUNAI saat kita mulai didagnosa sakit kritis.
Uang Santunan itu bisa kita pakai untuk menambah biaya pengobatan, berobat ke pengobatan alternatif, atau ... mewujudkan bucket list (mewujudkan impian yang selama ini belum bisa kita wujudkan).
Bagaimana halnya bila saya panjang umur atau meninggal bukan tersebab penyakit yang tergolong "Critical" itu ? di ACP yang saya miliki, santunan itu akan keluar saat saya panjang usia (hingga 99 tahun lebih 1 hari dan seterusnya) atau saya R I P benar-benar "peace" tanpa melalui derita sakit yang "critical tadi".
Sehingga seorang tokoh nasional yang tak mau disebut namanya karena dia nggak punya nama, bilang :
"Wujudkan Bucket List -mu dengan bertemu Edward Cole atau memiliki ACP". Hidup hanya sekali, jangan methentheng, nikmati !
Edward Cole (Jack Nicholson) seorang konglomerat pemilik Rumah Sakit yang "termakan omongannya sendiri" tentang aturan Rumah Sakit yang dimilikinya, bertemu dengan Carter Chambers (Morgan Freeman) seorang yang bercita-cita menjadi professor sejarah namun menghadapi kenyataan bahwa seumur hidupnya menjadi seorang montir.
Cole dan Carter bertemu saat dirawat di satu kamar RS saat menjalani perawatan Kanker Paru.
Awalnya dari saling ejek, mereka berdua menjadi akrab. Diawali dari kesadaran bahwa umur mereka (divonis oleh dokter) paling lama satu tahun lagi.
Suatu malam, Cole menemukan kertas yang ditulis oleh Carter yang berisi "Bucket List" atau daftar hal yang ingin dilakukannya sebelum meninggal. Setelah berdebat, mereka akhirnya menyusun "Bucket List" itu berdua.
Maka tampillah suatu daftar yang berisi hal-hal yang ingin mereka kerjakan sebelum ajal tiba : terjun bebas, mengendarai mobil tercepat di dunia, makan malam di tempat paling mahal dan romatis hingga menyaksikan keagungan Tuhan di Puncak gunung Himalaya.
Diam-diam, tanpa sepengetahuan istrinya, Carter -dengan dibantu dan berdua Cole - mewujudkan satu demi satu "Bucket List" itu.
Hingga nyaris semua "bucket List" terpenuhi, Carter meninggal dunia di meja operasi. Mendengar berita Carter sudah tiada, Cole mencoret satu "Bucket List" : "help a complete stranger for the good".
Pada usia 81 tahun, Cole meninggal dunia. Abunya dibawa oleh asistennya ke Puncak Himalaya (yang pernah didatanginya bersama Carter).
Sang asisten mencoret tulisan terakhir dari "Bucket List" itu yang belum dicoret : ""witness something truly majestic" serta meninggalkan di sana bersama abu Cole dalam sebuah kotak bekas kemasan kopi.
Dalam kehidupan nyata berapa banyak orang seperti Carter yang beruntung bisa bertemu dengan Cole. Orang yang pada saat-saat terakhir bisa mewujudkan impian yang ingin diwujudkan sepanjang hidup? Tidak banyak.
Kesadaran itulah yang mendorong beberapa nasabah yang saya kenal (termasuk saya sendiri), menyiapkan "Edward Cole" kami sendiri. Caranya bagaimana?
Di pasaran ada produk asuransi bernama Asuransi Critical Protection (ACP). Asuransi ini memberikan SANTUNAN TUNAI saat kita mulai didagnosa sakit kritis.
Uang Santunan itu bisa kita pakai untuk menambah biaya pengobatan, berobat ke pengobatan alternatif, atau ... mewujudkan bucket list (mewujudkan impian yang selama ini belum bisa kita wujudkan).
Bagaimana halnya bila saya panjang umur atau meninggal bukan tersebab penyakit yang tergolong "Critical" itu ? di ACP yang saya miliki, santunan itu akan keluar saat saya panjang usia (hingga 99 tahun lebih 1 hari dan seterusnya) atau saya R I P benar-benar "peace" tanpa melalui derita sakit yang "critical tadi".
Sehingga seorang tokoh nasional yang tak mau disebut namanya karena dia nggak punya nama, bilang :
"Wujudkan Bucket List -mu dengan bertemu Edward Cole atau memiliki ACP". Hidup hanya sekali, jangan methentheng, nikmati !
Comments
Post a Comment