Skip to main content

EH, KOK RUMAH DIJUAL?

Saya harus bilang, ini film yang bagus. Film yang punya "nilai".

Ceritanya berkisar pada to

koh bernama Rara yang merasa "insecure" dengan kondisi badannya yang "berlebih". Perasaan insecure itu yang sebenarnya menghancurkan diri dan karirnya, ditambah lagi kebiasaan lingkungannya yang suka melakukan "body shaming". Padahal -ceritanya- Rara ini pinter.

Di luar adegan yang kocak, diseling dialog yang menyentil perilaku-perilaku kekinian penduduk +62, ada satu "scene" yang menurut saya menarik.

Sesaat setelah Bapaknya Rara meninggal, ditampilkan adegan ibunya Rara berdiri di depan rumah mereka yang sudah ditempelin banner "Rumah Dijual".

Mengapa "scene" ini menarik?

Andaikan harga rumah itu Rp 2 Miliar, sertifikatnya atas nama Bapaknya Rara. Saat Bapaknya masih hidup, semua hidup tentram damai dalam rumah yang megah dan hangat itu.

Namun, keadaan berubah saat Bapaknya Rara meninggal, secara Hukum Waris Islam, Rumah itu bukan menjadi hak Ibunya Rara.

Hak ibunya Rara hanyalah 1/8 bagian, dan ada 2/3 bagian menjadi milik Rara dan Lulu, adiknya. Tidak berhenti sampai di situ, masih ada 5/24 bagian yang menjadi hak saudara kandung Bapaknya Lala.

Kewajiban Ibunya Rara untuk membagikan, atau membayarkan haknya Rara dan Lulu (sebesar Rp 1,3 Miliaran) dan hak saudara kandung Bapaknya Rara adalah Rp 400 jutaan. Ibu Rara hanya memiliki hak Rp 250 juta dari rumah itu.

Patut diduga, ayah Rara tidak menyiapkan "Dana Pembebasan Harta " dari Uang Pertanggungan Asuransi Jiwa sebagai bagian dari Perencanaan Waris. Sehingga ibu Rara harus menjual rumah itu, dan membagikan hak ahli waris lain.

Padahal sebenarnya, kalau Bapak Rara punya Dana Pembebasan Harta, rumah tak perlu dijual, uang dari Asuransi Jiwa yang diterima ibu Rara lah yang bisa dipakai untuk membayar hak ahli waris lain.

Cerita Rara mungkin fiktif, analisa soal jual rumah juga bisa jadi mengada-ada ... Tapi soal Hukum Warisnya tidak.

Sehingga, dalam kejadian di dunia nyata, di negeri paling relijiyes sedunia, banyak kejadian istri -ketika suaminya meninggal dunia - memilih menunda pembagian waris (dan 'menikmati' harta anak yatim, harta anak-anaknya) karena tidak siap Dana Pembebasan Harta.

Dana yang dulu ketika suaminya hidup, mau dibuat, eh si Istri malah bilang ",Ah sayang duitnya, mending buat beli tas aja".

Cerita di dunia memang ada-ada saja.

Comments

Popular posts from this blog

MAU JUAL GINJAL? BACA SAMPAI SELESAI !

Sudah dua tahun tak bertemu, seorang teman mengirimkan "broadcast message" (BM) di perangkat Blackberry saya. BM-nya agak mengerikan : dia mencari donor ginjal untuk saudaranya yang membutuhkan. Soal harga -bila pendonor bermaksud "menjual" ginjalnya bisa dibicarakan dengannya. Membaca BM itu, saya teringat kisah pak Dahlan Iskan dalam bukunya GANTI HATI. Dengan jenaka beliau bercanda, bahwa kini dia memiliki 2 bintang seharga masing-masing 1 milyar, satu bintang yang biasa dia kendarai kemana-mana (logo mobil Mercedez) dan satu bintang jahitan di perutnya hasil operasi transplatasi hati. Ya, hati pak Dahlan "diganti" dengan hati seorang anak muda dari Cina, kabarnya harganya 1 miliar. Lalu, iseng-iseng saya browsing, dan ketemulah data ini, Data Harga organ tubuh manusia di pasar gelap (kondisi sudah meninggal dibawah 10 jam, sumber :http://namakuddn.wordpress.com/2012/04/27/inilah-daftar-harga-organ-tubuh-manusia-di-pasar-gelap/) 1. Sepasang bola mata: U

KAN SAYA MASIH HIDUP ...

“Harta, sebenarnya belum bisa dikatakan pembagian harta karena saya masih hidup. Tetapi saya tetap akan membagikan hak mereka masing-masing sesuai dengan peraturan agama,” ujar ibu Fariani. Ibu Fariani adalah seorang ibu dengan empat orang anak yang baru saja ditinggalkan suaminya Ipda Purnawirawan Matta. Almarhum meninggalkan harta waris berupa tanah, rumah dan mobil senilai Rp 15 Miliar. Pada bulan Maret 2017, ketiga anak ibu Fariani mendaftarkan gugatan ke Pengadilan Agama Kota Baubau, Sulawesi Tenggara dengan nomor 163/ptg/ 2013/PA/2017, yang inti gugatannya : Meminta bagian mereka selaku ahli waris yang sah atas harta waris almarhum ayah mereka. Dunia makin aneh? Anak kurang ajar? Tidak. Banyak orang yang memiliki pendapat seperti ibu Fariani, sebagaimana yang saya kutip di paragraf pertama di atas. Pendapat yang KELIRU. Begitu seorang suami meninggal dunia, maka hartanya tidak serta merta menjadi miliki istri atau anak-anaknya. Harta itu berubah menjadi h

CERITA 19 EKOR SAPI

Dul Kemit, Dede dan Khomsul datang ke rumah pak Lurah sambil bersungut-sungut. Mereka mencari orang yang bisa menyelesaikan masalah mereka. Pak Lurah menyambut mereka, dan tiga bersaudara ini menyampaikan masalahnya. Ayah Dul Kemit, Dede dan Khomsul baru saja meninggal seminggu lalu. Ceritanya, almarhum ayah meninggalkan WASIAT bahwa 19 ekor sapi yang ditinggalkan dibagi untuk mereka bertiga dengan porsi : Dul Kemit 1/2 bagian, Dede 1/4 bagian dan Khomsul 1/5 bagian. Pak Lurah pusing menghitung pembagiannya, karena pesan almarhum adalah saat membagi : sapi tidak boleh disembelih, dijual atau dikurangi. Untuk itu dia minta bantuan pak Bhabin dan Babinsa. Lalu pak Bhabin bilang", Sapi ada 19. Mau dibagi untuk Anak pertama 1/2, anak kedua 1/4 dan anak ketiga 1/5 tanpa menyembelih, tanpa mengurangi". Ketiga bersaudara itu menangguk-angguk. "Oke kalau begitu, supaya tidak berantem, saya akan sumbangkan satu ekor sapi milik saya untuk MENGG