"Jadi, milikilah Produk Asuransi Jiwa sebagai Legitimate Portie anda. Karena Ibu sebagai istri akan mendapat kepastian hak yang dperoleh sesuai yang dituliskan dalam Polis Asuransi", Demikian tulis seorang teman -sesama agen asuransi- yang sedang belajar menjadi pembicara soal Perencanaan Waris. Tulisan itu saya baca di wall fesbuknya.
Saya senang kesadaran kita soal Perencanaan Waris semakin tinggi, tapi harus diakui mempelajari perihal Hukum waris di Indonesia bukan persoalan sederhana.
Selain bahwa ada tiga Hukum Waris yang berlaku, banyak istilah Hukum yang tidak mudah dipahami awam secara seketika. Salah satu contohnya : Legitimate Portie.
Istilah Legitimate Portie ada dalam Hukum Waris Perdata, dimuat dalam Pasal 913 KUHPerdata.
Secara definisi Legitieme Portie adalah bagian dari harta peninggalan yang harus diberikan kepada ahli waris yang berada dalam garis lurus menurut undang-undang (para Legitimaris). Jadi legitimaris dalam hal ini hanya ahli waris yang menurut undang-undang berada dalam garis lurus ke atas atau ke bawah.
Tapi, jangan lupa, bertolak dari ketentuan Pasal 913 KUH Perdata, Legitimate Portie akan muncul bila ada WASIAT dari Pewaris, serta harus DITUNTUT oleh para Legitimaris.
Maka mendefinisikan Produk Asuransi sebagai bagian dari Legitimate Portie adalah pernyataan yang MENYESATKAN.
Karena, Manfaat yang tercantum dalam Polis Asuransi bukanlah Wasiat dan bukanlah Dampak wasiat. Dan, manfaat yang tercantum dalam polis tidak perlu dituntut oleh para penerima manfaat (yang -mungkin kebetulan - legitimaris). Para penerima manfaat akan menerima porsi sebagaimana yang dijanjikan dalam polis.
Produk asuransi adalah SOLUSI bagi Istri, pihak yang paling terdampak bila suaminya sempat memberi wasiat -bukan merupakan legitimate portie, karena istri bukanlah legitimaris.
Maka, kalau sudah mengerti hukum waris, justru harusnya istri yang meminta suaminya memiliki polis asuransi, bukan malah menghalangi.
Imam Az-Zarmuji dalam bukunya yang legendaris "Ta'limul Muta'alim" pernah mengutip perkataan Ali bin Abi Thalib (yang dinisbatkan pada Imam Asy-Syafi'i :
"Ingat, kamu tidak akan mendapatkan ilmu kecuali dengan enam perkara, akan aku kabarkan kepadamu dengan jelas : Kecerdasan, Kemauan, Kesabaran, Bekal (harta), Arahan Guru dan Waktu yang Panjang".
Hari-hari ini, banyak orang yang mencari ilmu hanya sekedar untuk mencari ketenaran. Belum menguasai penuh, sudah menyampaikannya pada orang. Buru-buru jadi pembicara, misalnya.
Ilmu itu dipelajari untuk mencerahkan, bukan menyesatkan.
Saya senang kesadaran kita soal Perencanaan Waris semakin tinggi, tapi harus diakui mempelajari perihal Hukum waris di Indonesia bukan persoalan sederhana.
Selain bahwa ada tiga Hukum Waris yang berlaku, banyak istilah Hukum yang tidak mudah dipahami awam secara seketika. Salah satu contohnya : Legitimate Portie.
Istilah Legitimate Portie ada dalam Hukum Waris Perdata, dimuat dalam Pasal 913 KUHPerdata.
Secara definisi Legitieme Portie adalah bagian dari harta peninggalan yang harus diberikan kepada ahli waris yang berada dalam garis lurus menurut undang-undang (para Legitimaris). Jadi legitimaris dalam hal ini hanya ahli waris yang menurut undang-undang berada dalam garis lurus ke atas atau ke bawah.
Tapi, jangan lupa, bertolak dari ketentuan Pasal 913 KUH Perdata, Legitimate Portie akan muncul bila ada WASIAT dari Pewaris, serta harus DITUNTUT oleh para Legitimaris.
Maka mendefinisikan Produk Asuransi sebagai bagian dari Legitimate Portie adalah pernyataan yang MENYESATKAN.
Karena, Manfaat yang tercantum dalam Polis Asuransi bukanlah Wasiat dan bukanlah Dampak wasiat. Dan, manfaat yang tercantum dalam polis tidak perlu dituntut oleh para penerima manfaat (yang -mungkin kebetulan - legitimaris). Para penerima manfaat akan menerima porsi sebagaimana yang dijanjikan dalam polis.
Produk asuransi adalah SOLUSI bagi Istri, pihak yang paling terdampak bila suaminya sempat memberi wasiat -bukan merupakan legitimate portie, karena istri bukanlah legitimaris.
Maka, kalau sudah mengerti hukum waris, justru harusnya istri yang meminta suaminya memiliki polis asuransi, bukan malah menghalangi.
Imam Az-Zarmuji dalam bukunya yang legendaris "Ta'limul Muta'alim" pernah mengutip perkataan Ali bin Abi Thalib (yang dinisbatkan pada Imam Asy-Syafi'i :
"Ingat, kamu tidak akan mendapatkan ilmu kecuali dengan enam perkara, akan aku kabarkan kepadamu dengan jelas : Kecerdasan, Kemauan, Kesabaran, Bekal (harta), Arahan Guru dan Waktu yang Panjang".
Hari-hari ini, banyak orang yang mencari ilmu hanya sekedar untuk mencari ketenaran. Belum menguasai penuh, sudah menyampaikannya pada orang. Buru-buru jadi pembicara, misalnya.
Ilmu itu dipelajari untuk mencerahkan, bukan menyesatkan.
Comments
Post a Comment