... Dalam pembahasan tentang asuransi dengan hakikat qadha dan qadar atau taqdir, misalnya, masih banyak kalangan cendekiawan yang melihat bahwa berasuransi sama dengan melawan taqdir dan mengurangi tawakal kepada Allah SWT.
Ini jelas kesalahan besar yang sangat fatal akibatnya. Untuk meluruskan kesalahan ini perlu didudukkan secara jelas apa yang dimaksud dengan berasuransi dan bagaimana kaitannya dengan urusan taqdir terutama yang berkaitan dengan kematian.
Dalam pandangan Islam, kematian adalah urusan Allah dan manusia tidak memiliki secuil kemampuan pun untuk memajukan atau menahan kedatangannya. Satu satunya yang manusia mampu mengantisipasi hanyalah "dampak finansial" yang muncul bila pencati nafkah utama meninggal dunia. Yang diasuransikan bukanlah jiwanya, karena jiwa milik Allah. Apa yang diupayakan untuk diminimalkan adalah risiko keuangan sepeninggal almarhum.
Oleh karena itu, penamaan asuransi jiwa merupakan kesalahan terbesar dalam dunia asuransi. Yang benar adalah asuransi keluarga atau lebih tepatnya asuransi finansial keluarga.
Dalam paradigma ini, berasuransi bukanlah melawan takdir tetapi justru melakukan ikhtiar dan hidup penuh dengan rencana sesuai anjuran Allah.
Yang dilarang adalah bila dengan mengambil skema asuransi, kepercayaan kepada Allah menjadi berkurang atau meredup.
** Dikutip sesuai teks aslinya : Prolog DR H.M Syafi'i Antonio, M.Sc pada buku "Asuransi Syariah : Life & General, Konsep dan Sistem Sistem Operasional" karya Ir Muhammad Syakir Sula, AAIJ, FIIS. Halaman : xvii - xviii
Ini jelas kesalahan besar yang sangat fatal akibatnya. Untuk meluruskan kesalahan ini perlu didudukkan secara jelas apa yang dimaksud dengan berasuransi dan bagaimana kaitannya dengan urusan taqdir terutama yang berkaitan dengan kematian.
Dalam pandangan Islam, kematian adalah urusan Allah dan manusia tidak memiliki secuil kemampuan pun untuk memajukan atau menahan kedatangannya. Satu satunya yang manusia mampu mengantisipasi hanyalah "dampak finansial" yang muncul bila pencati nafkah utama meninggal dunia. Yang diasuransikan bukanlah jiwanya, karena jiwa milik Allah. Apa yang diupayakan untuk diminimalkan adalah risiko keuangan sepeninggal almarhum.
Oleh karena itu, penamaan asuransi jiwa merupakan kesalahan terbesar dalam dunia asuransi. Yang benar adalah asuransi keluarga atau lebih tepatnya asuransi finansial keluarga.
Dalam paradigma ini, berasuransi bukanlah melawan takdir tetapi justru melakukan ikhtiar dan hidup penuh dengan rencana sesuai anjuran Allah.
Yang dilarang adalah bila dengan mengambil skema asuransi, kepercayaan kepada Allah menjadi berkurang atau meredup.
** Dikutip sesuai teks aslinya : Prolog DR H.M Syafi'i Antonio, M.Sc pada buku "Asuransi Syariah : Life & General, Konsep dan Sistem Sistem Operasional" karya Ir Muhammad Syakir Sula, AAIJ, FIIS. Halaman : xvii - xviii
Comments
Post a Comment