"Halah, agen asuransi kan cuma jualan sakit sama mati". Pernah
dengar kata-kata itu terlontar dari teman atau kenalan. Saya sih enggak.
Enggak jarang, alias sering.
Namun kali ini, saya mau cerita kisah seorang klien, yang masalah bisnisnya tak ada profesi lain yang bisa membantu membereskan, selain Agen Asuransi. Atas izin klien saya, saya ceritakan kisahnya sebagai bahan pelajaran buat kita. Cekidot.
Klien saya, sebut saja namanya Joni. Joni memliki teman akrab bernama Jono. Awal pertemanan mereka bermula saat keduanya aktif di sebuah klub mobil merek dari Amerika. Dari sekedar kopdar, mereka berbicara serius setelah melihat peluang bisnis.
Hingga, Joni dan Jono bersepakat "joinan" membangun sebuah bengkel perbaikan dan modifikasi. Modalnya bantingan, di angka ratusan juta. Tadinya bengkel hanya melayani anggota klub, hingga terkenal di antara semua pengguna mobil amerika ini dari mana-mana. Bahkan, suatu saat saya ke bengkel itu, ada mobil yang dikirim via kapal dari Sorong, Papua minta diperbaiki.
Saat merintis bengkel ini, Joni sudah beristri, namun Jono belum. Istri Joni mengenal Jono dengan baik. Semua baik-baik saja.
Hingga tiba saatnya Jono menikah. Tadinya sih semua juga berjalan asyik-asyik saja, namun bibit-bibit perpecahan mulai muncul ketika istri Joni mulai tak menyukai istri Jono.
Dalam beberapa kesempatan mereka bertemu, Istri Joni masih bisa cipika cipiki dengan istri Jono. Tapi di kesempatan terpisah, perselisihan itu tak bisa disembunyikan. Wanita memang begitu ya, bisa manis ketika berhadapan namun bisa saling tikam bayangan ketika berpunggungan?
Istri Joni menganggap istri Jono kurang tahu diri sebagai anggota baru di entitas mereka. Istri Jono menganggap istri Joni sombong. Intinya ketidakcocokannya runcing.
Joni dan Jono berusaha melakukan beberapa kali upaya rekonsiliasi, namun belum berhasil.
Dari sana, Joni dan Jono melihat ada satu masalah serius dalam kelangsungan Joinan Bisnis Mereka yang sudah mulai besar itu. Bagaimana kalau salah satu dari mereka, Joni atau Jono, meninggal dunia duluan?
Skenario yang mungkin akan terjadi adalah :
Skenario pertama, bisnis diteruskan oleh salah satu dari Joni atau Jono (mana yang masih hidup) dengan istri dari yang meninggal duluan. Masalahnya, apakah istrinya memiliki kemampuan mengelola bisnis sejago almarhum suaminya?
Skenario Kedua, saham orang yang meninggal
dijual pada orang lain yang mungkin jago mengelola bengkel. Masalahnya,
menemukan pembeli tidak mudah plus kalaupun nemu pembeli belum tentu
cocok juga dengan mereka dan istri-istri mereka.
Skenario ketiga, saham milik yang sudah meninggal duluan dibeli oleh keluarga yang masih hidup dengan harga profesional. Jadi bisnis diteruskan oleh keluarga yang masih hidup, dengan keluarga yang ditinggal meninggal mendapat "penggantian" yang sangat layak.
Maka setelah berembuk, mereka sepakat mengambil Skenario ketiga. Pertimbangannya bisnis tak melulu sekedar omzet dan pelanggan semata, namun juga keberlangsungan hidup karyawan yang sudah ikut mereka.
Dari hasil rembukan itu, mereka mencari orang yang bisa membantu memuluskan rencana itu. Dari Notaris, Ahli Hukum, Banker.. namun tak satupun yang bisa memberi solusi konkrit : menyediakan dana untuk "akusisi" saham mitra bisnis yang meninggal dunia.
Hingga mereka bertemu dengan seorang Agen Asuransi. Agen asuransi itu seperti biasa mengeluarkan senjata andalannya : Kertas HVS dan spidol, digambarkannya skema sederhana ini dan disodorkan pada Jono dan Joni.
Jadi langkah awalnya : Joni dan Jono membuat perjanjian Jual Beli Saham yang menyatakan kehendak dan persetujuan mereka apabila salah satu meninggal atau cacat/sakit sehingga tidak mampu bekerja lagi, maka pemilik yang masih hidup akan membeli kepemilikan dari Partner yang menderita. Bahasa Avenger-nya : Buy Sell Agreement.
Dana untuk pembelian porsi saham dari mana ? Perusahaan siapkan program Asuransi Jiwa, sesuai gambar skema. Kelebihan lain dari skema ini adalah, Perusahaan bisa menjadikan Premi Asuransi sebagai beban BIAYA yang bisa dipakai sebagai instrumen untuk MENGHEMAT PAJAK.
Joni dan Jono menggut-manggut mengerti. Wajah mereka berseri setelah ketemu agen asuransi, yang tak hanya bicara ke klien soal sakit dan mati.
Makanya suka heran aja kalau masih ada yang malu-malu macan jadi agen asuransi.
Namun kali ini, saya mau cerita kisah seorang klien, yang masalah bisnisnya tak ada profesi lain yang bisa membantu membereskan, selain Agen Asuransi. Atas izin klien saya, saya ceritakan kisahnya sebagai bahan pelajaran buat kita. Cekidot.
Klien saya, sebut saja namanya Joni. Joni memliki teman akrab bernama Jono. Awal pertemanan mereka bermula saat keduanya aktif di sebuah klub mobil merek dari Amerika. Dari sekedar kopdar, mereka berbicara serius setelah melihat peluang bisnis.
Hingga, Joni dan Jono bersepakat "joinan" membangun sebuah bengkel perbaikan dan modifikasi. Modalnya bantingan, di angka ratusan juta. Tadinya bengkel hanya melayani anggota klub, hingga terkenal di antara semua pengguna mobil amerika ini dari mana-mana. Bahkan, suatu saat saya ke bengkel itu, ada mobil yang dikirim via kapal dari Sorong, Papua minta diperbaiki.
Saat merintis bengkel ini, Joni sudah beristri, namun Jono belum. Istri Joni mengenal Jono dengan baik. Semua baik-baik saja.
Hingga tiba saatnya Jono menikah. Tadinya sih semua juga berjalan asyik-asyik saja, namun bibit-bibit perpecahan mulai muncul ketika istri Joni mulai tak menyukai istri Jono.
Dalam beberapa kesempatan mereka bertemu, Istri Joni masih bisa cipika cipiki dengan istri Jono. Tapi di kesempatan terpisah, perselisihan itu tak bisa disembunyikan. Wanita memang begitu ya, bisa manis ketika berhadapan namun bisa saling tikam bayangan ketika berpunggungan?
Istri Joni menganggap istri Jono kurang tahu diri sebagai anggota baru di entitas mereka. Istri Jono menganggap istri Joni sombong. Intinya ketidakcocokannya runcing.
Joni dan Jono berusaha melakukan beberapa kali upaya rekonsiliasi, namun belum berhasil.
Dari sana, Joni dan Jono melihat ada satu masalah serius dalam kelangsungan Joinan Bisnis Mereka yang sudah mulai besar itu. Bagaimana kalau salah satu dari mereka, Joni atau Jono, meninggal dunia duluan?
Skenario yang mungkin akan terjadi adalah :
Skenario pertama, bisnis diteruskan oleh salah satu dari Joni atau Jono (mana yang masih hidup) dengan istri dari yang meninggal duluan. Masalahnya, apakah istrinya memiliki kemampuan mengelola bisnis sejago almarhum suaminya?

Skenario ketiga, saham milik yang sudah meninggal duluan dibeli oleh keluarga yang masih hidup dengan harga profesional. Jadi bisnis diteruskan oleh keluarga yang masih hidup, dengan keluarga yang ditinggal meninggal mendapat "penggantian" yang sangat layak.
Maka setelah berembuk, mereka sepakat mengambil Skenario ketiga. Pertimbangannya bisnis tak melulu sekedar omzet dan pelanggan semata, namun juga keberlangsungan hidup karyawan yang sudah ikut mereka.
Dari hasil rembukan itu, mereka mencari orang yang bisa membantu memuluskan rencana itu. Dari Notaris, Ahli Hukum, Banker.. namun tak satupun yang bisa memberi solusi konkrit : menyediakan dana untuk "akusisi" saham mitra bisnis yang meninggal dunia.
Hingga mereka bertemu dengan seorang Agen Asuransi. Agen asuransi itu seperti biasa mengeluarkan senjata andalannya : Kertas HVS dan spidol, digambarkannya skema sederhana ini dan disodorkan pada Jono dan Joni.
Jadi langkah awalnya : Joni dan Jono membuat perjanjian Jual Beli Saham yang menyatakan kehendak dan persetujuan mereka apabila salah satu meninggal atau cacat/sakit sehingga tidak mampu bekerja lagi, maka pemilik yang masih hidup akan membeli kepemilikan dari Partner yang menderita. Bahasa Avenger-nya : Buy Sell Agreement.
Dana untuk pembelian porsi saham dari mana ? Perusahaan siapkan program Asuransi Jiwa, sesuai gambar skema. Kelebihan lain dari skema ini adalah, Perusahaan bisa menjadikan Premi Asuransi sebagai beban BIAYA yang bisa dipakai sebagai instrumen untuk MENGHEMAT PAJAK.
Joni dan Jono menggut-manggut mengerti. Wajah mereka berseri setelah ketemu agen asuransi, yang tak hanya bicara ke klien soal sakit dan mati.
Makanya suka heran aja kalau masih ada yang malu-malu macan jadi agen asuransi.
Comments
Post a Comment