Skip to main content

THE BARBUDOS DAN CHE


Dini hari belum selesai di Tuxpan, kota kecil antara Veracruz dan Ciudad Madero, pantai Timur Meksiko : 25 November 1956. Para "barbudos" -lelaki berjenggot- dipimpin seorang pengacara tak cemerlang dan dokter yang masa kecilnya menderita sakit asma mendorong perahu kecil bertulisan "Granma" di lambungnya.

"Perahu ini hanya muat delapan belas orang
",ujar seorang Barbudos pada sang pengacara. "Tidak, revolusi ini perlu 80 orang yang sudah berkumpul pagi ini, bawa mereka masuk "Granma". Sekarang atau tidak sama sekali",kata sang pengacara diiyakan -sahabatnya- sang dokter yang masa kecilnya didera sakit asma. "Granma" pun bergerak pelan, kelebihan muatan, menuju tujuan. Pelan tapi pasti.

Pelayaran tiga hari dalam kapal yang kelebihan beban, dihajar topan badai di jalur antara Jamaika dan Grand Cayman, 82 pejuang itu berada antara hidup dan mati. Perbekalan sudah terlanjur mereka buang saat badai, agar kapal tak tenggelam. Tapi tujuan telah ditetapkan : Santiago da Cuba, di ujung selatan Pulau Kuba dalam lapar, haus dan tanpa kepastian.

Dan cerita heroik, penuh derita inilah awal dari perjuangan panjang, kemenangan, kepemimpinan dan persahabatan antara dua lelaki yang kisahnya dikenang sepanjang masa : Fidel Castro dan Ernesto "Che" Guevara. Dua lelaki yang semata dipertemukan oleh jodoh sejarah, satu orang Kuba dan satunya orang Argentina.

Saya barbudos, lelaki berjenggot, tapi bukan Fidel Castro. Dan wanita dalam foto berbaju merah jambu -sebelah kanan- itu bukan Che Guevara. Tentu karena Che seorang lelaki.

Tapi saya dan wanita itu -kami- telah melabuhkan perahu kecil "Granma" yang kelebihan beban dan rentan dihantam topan badai. Bila orang melihat "hidup kami enak" maka lihatlah foto ini, foto tahun bulan Januari 2008. Sebagaimana Castro yang membuang predikat pengacaranya dan Che Guevara yang tak lagi dokter, kami juga membuang semua predikat kami : sarjana, mantan "bos" di kantor dulu kami bekerja (padahal ekor tikus juga).

Kami cuma pejuang yang dipertemukan oleh jodoh sejarah dan keinginan melabuhkan perahu kayu "Granma" di Santiago da Cuba yang lebih berwarna.

Foto itu diambil saat kami mengisi hari Minggu kami, berdagang di emperan sebuah acara, untuk satu dua lembar recehan di tahun-tahun yang panjang penuh badai. Bila Castro dan Che yakin bisa menggulingkan rezim Fulgencio Batista y Salvidar, Presiden Kuba yang korup; kami yakin bisa menggulingkan masa-masa sulit perjuangan saat itu. Hanya bermodal berani memulai.

Dan hari ini, kami mengenang perjuangan delapan tahun lalu itu. Mengenangnya dan bercerita.

Cerita untuk teman-temanku yang kemarin kita sempat makan siang bersama. Ikan bakarnya enak.
 


Comments

Popular posts from this blog

MAU JUAL GINJAL? BACA SAMPAI SELESAI !

Sudah dua tahun tak bertemu, seorang teman mengirimkan "broadcast message" (BM) di perangkat Blackberry saya. BM-nya agak mengerikan : dia mencari donor ginjal untuk saudaranya yang membutuhkan. Soal harga -bila pendonor bermaksud "menjual" ginjalnya bisa dibicarakan dengannya. Membaca BM itu, saya teringat kisah pak Dahlan Iskan dalam bukunya GANTI HATI. Dengan jenaka beliau bercanda, bahwa kini dia memiliki 2 bintang seharga masing-masing 1 milyar, satu bintang yang biasa dia kendarai kemana-mana (logo mobil Mercedez) dan satu bintang jahitan di perutnya hasil operasi transplatasi hati. Ya, hati pak Dahlan "diganti" dengan hati seorang anak muda dari Cina, kabarnya harganya 1 miliar. Lalu, iseng-iseng saya browsing, dan ketemulah data ini, Data Harga organ tubuh manusia di pasar gelap (kondisi sudah meninggal dibawah 10 jam, sumber :http://namakuddn.wordpress.com/2012/04/27/inilah-daftar-harga-organ-tubuh-manusia-di-pasar-gelap/) 1. Sepasang bola mata: U

KAN SAYA MASIH HIDUP ...

“Harta, sebenarnya belum bisa dikatakan pembagian harta karena saya masih hidup. Tetapi saya tetap akan membagikan hak mereka masing-masing sesuai dengan peraturan agama,” ujar ibu Fariani. Ibu Fariani adalah seorang ibu dengan empat orang anak yang baru saja ditinggalkan suaminya Ipda Purnawirawan Matta. Almarhum meninggalkan harta waris berupa tanah, rumah dan mobil senilai Rp 15 Miliar. Pada bulan Maret 2017, ketiga anak ibu Fariani mendaftarkan gugatan ke Pengadilan Agama Kota Baubau, Sulawesi Tenggara dengan nomor 163/ptg/ 2013/PA/2017, yang inti gugatannya : Meminta bagian mereka selaku ahli waris yang sah atas harta waris almarhum ayah mereka. Dunia makin aneh? Anak kurang ajar? Tidak. Banyak orang yang memiliki pendapat seperti ibu Fariani, sebagaimana yang saya kutip di paragraf pertama di atas. Pendapat yang KELIRU. Begitu seorang suami meninggal dunia, maka hartanya tidak serta merta menjadi miliki istri atau anak-anaknya. Harta itu berubah menjadi h

CERITA 19 EKOR SAPI

Dul Kemit, Dede dan Khomsul datang ke rumah pak Lurah sambil bersungut-sungut. Mereka mencari orang yang bisa menyelesaikan masalah mereka. Pak Lurah menyambut mereka, dan tiga bersaudara ini menyampaikan masalahnya. Ayah Dul Kemit, Dede dan Khomsul baru saja meninggal seminggu lalu. Ceritanya, almarhum ayah meninggalkan WASIAT bahwa 19 ekor sapi yang ditinggalkan dibagi untuk mereka bertiga dengan porsi : Dul Kemit 1/2 bagian, Dede 1/4 bagian dan Khomsul 1/5 bagian. Pak Lurah pusing menghitung pembagiannya, karena pesan almarhum adalah saat membagi : sapi tidak boleh disembelih, dijual atau dikurangi. Untuk itu dia minta bantuan pak Bhabin dan Babinsa. Lalu pak Bhabin bilang", Sapi ada 19. Mau dibagi untuk Anak pertama 1/2, anak kedua 1/4 dan anak ketiga 1/5 tanpa menyembelih, tanpa mengurangi". Ketiga bersaudara itu menangguk-angguk. "Oke kalau begitu, supaya tidak berantem, saya akan sumbangkan satu ekor sapi milik saya untuk MENGG