One Kecamatan, One Centre of Entrepreneurship. Ini adalah gagasan yang digulirkan Gubernur dan WaGubernur DKI yang baru menjabat sebulanan. Ini jelas gagasan yang super keren, karena intinya bila gagasan ini jalan bakal lahir 44.000 entrepreneur baru di Ibukota.
Tahun 2013 an kalau tidak salah ingat, saya bekerjasama dengan Bank BNI Syariah. Mereka berfikir, bahwa bahwa ada baiknya pe...megang kartu kredit mereka (Hassanah) tidak hanya menggunakan kartu kredit untuk konsumsi, namun juga untuk (memulai) usaha. Dengan kartu kredit Hassanah, Paket Usaha Misterblek bisa dibeli dengan cara dicicil 12 kali tanpa bunga.
Animo program ini lumayan, dalam catatan saya, setidaknya sebulan ada 10-12 pemesan paket ini, paling banyak yang paket Rp 3.5 juta. Dari profil pembeli paket yang mengisi Data Mitra Misterblek, rata-rata profil mereka adalah "orang kerja" yang ingin mulai punya usaha. Tidak mengelola usahanya sendiri alias menyerahkan pada orang lain untuk menjalankan usahanya. Beberapa lagi, membeli paket usaha untuk membantu orang yang dikenalnya, yang kelihatan butuh uang dan problem keuangan itu bisa diatasi dengan memiliki usaha.
Hasil akhirnya apa, dalam satu tahun, sekitar 80 an Mitra baru dari program ini itu rontok tak bersisa.
Pertama, karena modal usaha ini kecil. Ini adalah "GerobakPreneur", entrepreneur kelas gerobak. Dengan modal 3.5 jutaan perak, omzet sehari paling pol Rp 300ribuan. Untung bersih satu bulan paling Rp 1.5 jutaan. Buat orang yang biasa terima gaji 6-7 jutaan per bulan, jumlah ini jadi kelihatan receh. Ya, karena antara usaha untuk mengadakan bahan baku, mengontrol karyawan, mikirin strategi jualan dan omzet yang naik turun : dibandingkan dengan hasil bersihnya terasa tak sebanding.
Kedua, buat yang terima "bantuan" untuk memulai usaha, hasil sebagai "gerobakpreneur" ini juga tak menggiurkan. Mending ngojek-misalnya- yang kalau tak ada penumpang bisa tidur-tiduran di pos jaga. Hasilnya sama.
Jadi, gagasan bagus itu perlu eksekusi yang bagus pula.
Menjadi entrepreneur adalah gagasan yang indah, namun pelaksanaannya tak mudah. Apalagi usaha "gerobakpreneur" yang justru menjadi kompetitor bagi orang-orang yang "dipaksa" menjadi entrepreneur karena keadaan, para pedagang kaki lima. Belum lagi, usaha dengan modal dan skill rendah biasanya "entry barrier"-nya juga rendah. Tiap hari mungkin saja masuk pemain baru dengan modal dan skill lebih baik.
Biasanya Entrepreneur "newbie" ini terbakar karena diksi para motivator. Hasil maksi, kerja mini. Pemilik jalan-jalan, usaha tetap jalan. Mereka alpa, bahwa selalu ada proses pedih menuju itu semua.
Biaya sosial para "gerobakpreneur" ini tinggi, berurusan dengan petugas pajak, petugas keamanan, ormas, preman... selain menguras omzet juga menguji mental. Keras !
Maka, jangan sampai 44.000 ribu entrepreneur baru itu hanya indah di kertas, tapi di lapangan tetap saja : lemas.
Karena menurut saya : Menjadi Entrepreneur itu bukan pilihan profesi, entrepreneur adalah Gaya Hidup.
Tahun 2013 an kalau tidak salah ingat, saya bekerjasama dengan Bank BNI Syariah. Mereka berfikir, bahwa bahwa ada baiknya pe...megang kartu kredit mereka (Hassanah) tidak hanya menggunakan kartu kredit untuk konsumsi, namun juga untuk (memulai) usaha. Dengan kartu kredit Hassanah, Paket Usaha Misterblek bisa dibeli dengan cara dicicil 12 kali tanpa bunga.
Animo program ini lumayan, dalam catatan saya, setidaknya sebulan ada 10-12 pemesan paket ini, paling banyak yang paket Rp 3.5 juta. Dari profil pembeli paket yang mengisi Data Mitra Misterblek, rata-rata profil mereka adalah "orang kerja" yang ingin mulai punya usaha. Tidak mengelola usahanya sendiri alias menyerahkan pada orang lain untuk menjalankan usahanya. Beberapa lagi, membeli paket usaha untuk membantu orang yang dikenalnya, yang kelihatan butuh uang dan problem keuangan itu bisa diatasi dengan memiliki usaha.
Hasil akhirnya apa, dalam satu tahun, sekitar 80 an Mitra baru dari program ini itu rontok tak bersisa.
Pertama, karena modal usaha ini kecil. Ini adalah "GerobakPreneur", entrepreneur kelas gerobak. Dengan modal 3.5 jutaan perak, omzet sehari paling pol Rp 300ribuan. Untung bersih satu bulan paling Rp 1.5 jutaan. Buat orang yang biasa terima gaji 6-7 jutaan per bulan, jumlah ini jadi kelihatan receh. Ya, karena antara usaha untuk mengadakan bahan baku, mengontrol karyawan, mikirin strategi jualan dan omzet yang naik turun : dibandingkan dengan hasil bersihnya terasa tak sebanding.
Kedua, buat yang terima "bantuan" untuk memulai usaha, hasil sebagai "gerobakpreneur" ini juga tak menggiurkan. Mending ngojek-misalnya- yang kalau tak ada penumpang bisa tidur-tiduran di pos jaga. Hasilnya sama.
Jadi, gagasan bagus itu perlu eksekusi yang bagus pula.
Menjadi entrepreneur adalah gagasan yang indah, namun pelaksanaannya tak mudah. Apalagi usaha "gerobakpreneur" yang justru menjadi kompetitor bagi orang-orang yang "dipaksa" menjadi entrepreneur karena keadaan, para pedagang kaki lima. Belum lagi, usaha dengan modal dan skill rendah biasanya "entry barrier"-nya juga rendah. Tiap hari mungkin saja masuk pemain baru dengan modal dan skill lebih baik.
Biasanya Entrepreneur "newbie" ini terbakar karena diksi para motivator. Hasil maksi, kerja mini. Pemilik jalan-jalan, usaha tetap jalan. Mereka alpa, bahwa selalu ada proses pedih menuju itu semua.
Biaya sosial para "gerobakpreneur" ini tinggi, berurusan dengan petugas pajak, petugas keamanan, ormas, preman... selain menguras omzet juga menguji mental. Keras !
Maka, jangan sampai 44.000 ribu entrepreneur baru itu hanya indah di kertas, tapi di lapangan tetap saja : lemas.
Karena menurut saya : Menjadi Entrepreneur itu bukan pilihan profesi, entrepreneur adalah Gaya Hidup.
Comments
Post a Comment