Skip to main content

UU CIPTAKER

Dalam Sesi Client Gathering untuk nasabah sebuah Bank Plat Merah kemarin, saya mengajukan pertanyaan :

Kalau saya pengen, pada suatu titik cuma leyeh-leyeh rebahan, tapi masuk dalam rekening saya rutin sebesar Rp 20 juta per bulan, bagaimana caranya?  Jawaban peserta sangat beragam, b
ahkan sebagian besar tertawa karena berfikir, mana mungkin.
Lalu saya sampaikan sebuah fakta. Saya tampilkan logo Adira Kredit, Kredivo, Home Credit, Shopee Paylater, iklan KPR dan KPM serta iklan pinjaman lain.

Saya tanya ke peserta, apakah mereka mengenal produk tersebut? Ya, nyaris seluruh peserta mengenal dan beberapa memiliki kontrak pinjaman dengan beberapa perusahaan di atas.

Di slide berikutnya, saya tampilkan logo Reksadana, Saham, SBR, ORI, Sukuk Tabungan (ST) dan Asuransi Jiwa Unitlink. Saya tanya, apakah mereka kenal dan memiliki produk tersebut serta mengetahui sifat, karakter dan perbedaannya?

Hanya beberapa peserta yang menjawab punya, bahkan sebagian tak mengerti perbedaan ORI dan SBR serta Saham dengan Reksadana (Saham), misalnya.

Dan inilah gambaran masyarakat kita di negeri ini. Minim literasi keuangan.
Kita sudah mengenal hutang jauuuuh lebih awal dari kita mengenal investasi (dan asuransi). Kita jauh lebih berani berhutang ketimbang berinvestasi dan berasuransi.

Ketika ditawarin pinjaman atau bahkan mengajukan pinjaman kita dengan gagah berani langsung tanda tangan perjanjian : bahkan tanpa membaca rincian isi perjanjiannya terlebih dahulu.

Namun giliran berinvestasi? Bahkan membaca informasinyapun males banget. Namun giliran ada berita resesi, harga saham rontok ributnya sampai semua grup watsap tahu. Sibuk share "berita buruk" ini ke sana-kemari, padahal punya investasi di saham saja tidak. Sementara buat para investor saham, kabar harga saham turun adalah "angin segar".

"Jadi, di situlah tantangan kita Bapak dan Ibu. Bagaimana memberi Pendidikan Finansial kita pada anak-anak sebaik kita memberi pendidikan Sex", kata saya kemarin. 

Seorang anak yang lahir dari orang tua yang akrab dengan kartu kredit, KTA dan leasing juga akan akan akrab dengan produk tersebut. Demikian juga sebaliknya, anak yang "bergaul" dengan orangtua yang akrab dengan saham, reksadana dan obligasi pasti akan lekat dengan (minimal fitur dan risiko) produk tersebut.

Lalu apa hubungannya dengan UU Ciptaker sesuai yang tercantum di judul? Nggak ada, itu cuma "click bait".

Saya tahu penduduk +62 demen banget menikmati "click bait".

Comments

Popular posts from this blog

MAU JUAL GINJAL? BACA SAMPAI SELESAI !

Sudah dua tahun tak bertemu, seorang teman mengirimkan "broadcast message" (BM) di perangkat Blackberry saya. BM-nya agak mengerikan : dia mencari donor ginjal untuk saudaranya yang membutuhkan. Soal harga -bila pendonor bermaksud "menjual" ginjalnya bisa dibicarakan dengannya. Membaca BM itu, saya teringat kisah pak Dahlan Iskan dalam bukunya GANTI HATI. Dengan jenaka beliau bercanda, bahwa kini dia memiliki 2 bintang seharga masing-masing 1 milyar, satu bintang yang biasa dia kendarai kemana-mana (logo mobil Mercedez) dan satu bintang jahitan di perutnya hasil operasi transplatasi hati. Ya, hati pak Dahlan "diganti" dengan hati seorang anak muda dari Cina, kabarnya harganya 1 miliar. Lalu, iseng-iseng saya browsing, dan ketemulah data ini, Data Harga organ tubuh manusia di pasar gelap (kondisi sudah meninggal dibawah 10 jam, sumber :http://namakuddn.wordpress.com/2012/04/27/inilah-daftar-harga-organ-tubuh-manusia-di-pasar-gelap/) 1. Sepasang bola mata: U

KAN SAYA MASIH HIDUP ...

“Harta, sebenarnya belum bisa dikatakan pembagian harta karena saya masih hidup. Tetapi saya tetap akan membagikan hak mereka masing-masing sesuai dengan peraturan agama,” ujar ibu Fariani. Ibu Fariani adalah seorang ibu dengan empat orang anak yang baru saja ditinggalkan suaminya Ipda Purnawirawan Matta. Almarhum meninggalkan harta waris berupa tanah, rumah dan mobil senilai Rp 15 Miliar. Pada bulan Maret 2017, ketiga anak ibu Fariani mendaftarkan gugatan ke Pengadilan Agama Kota Baubau, Sulawesi Tenggara dengan nomor 163/ptg/ 2013/PA/2017, yang inti gugatannya : Meminta bagian mereka selaku ahli waris yang sah atas harta waris almarhum ayah mereka. Dunia makin aneh? Anak kurang ajar? Tidak. Banyak orang yang memiliki pendapat seperti ibu Fariani, sebagaimana yang saya kutip di paragraf pertama di atas. Pendapat yang KELIRU. Begitu seorang suami meninggal dunia, maka hartanya tidak serta merta menjadi miliki istri atau anak-anaknya. Harta itu berubah menjadi h

CERITA 19 EKOR SAPI

Dul Kemit, Dede dan Khomsul datang ke rumah pak Lurah sambil bersungut-sungut. Mereka mencari orang yang bisa menyelesaikan masalah mereka. Pak Lurah menyambut mereka, dan tiga bersaudara ini menyampaikan masalahnya. Ayah Dul Kemit, Dede dan Khomsul baru saja meninggal seminggu lalu. Ceritanya, almarhum ayah meninggalkan WASIAT bahwa 19 ekor sapi yang ditinggalkan dibagi untuk mereka bertiga dengan porsi : Dul Kemit 1/2 bagian, Dede 1/4 bagian dan Khomsul 1/5 bagian. Pak Lurah pusing menghitung pembagiannya, karena pesan almarhum adalah saat membagi : sapi tidak boleh disembelih, dijual atau dikurangi. Untuk itu dia minta bantuan pak Bhabin dan Babinsa. Lalu pak Bhabin bilang", Sapi ada 19. Mau dibagi untuk Anak pertama 1/2, anak kedua 1/4 dan anak ketiga 1/5 tanpa menyembelih, tanpa mengurangi". Ketiga bersaudara itu menangguk-angguk. "Oke kalau begitu, supaya tidak berantem, saya akan sumbangkan satu ekor sapi milik saya untuk MENGG