Hari ini Tuhan memberi saya rezeki : pertemuan dengan mas
Syarif Yunus, tokoh intelektual di belakang gerakan literasi masyarakat Sukaluyu, Tamansari Bogor.
Beliau adalah pendiri sekaligus penggerak Taman Bacaan Masyarakat Lentera.
Latar belakangnya bukan ecek-ecek. Beliau mantan pejabat tinggi di sebuah perusahaan jasa keuangan yang memilih mengabdikan diri pada masyarakat desa, yang sebelumnya tak dikenalnya. Tiap sabtu dan minggu, mas Syaiful berkendara dari rumahnya di Jakarta ke pinggiran kota Bogor ini, mengabdi pada visi besar bernama "Anak-anak pinggiran kota yang pintar dan bercita-cita"
Latar belakangnya bukan ecek-ecek. Beliau mantan pejabat tinggi di sebuah perusahaan jasa keuangan yang memilih mengabdikan diri pada masyarakat desa, yang sebelumnya tak dikenalnya. Tiap sabtu dan minggu, mas Syaiful berkendara dari rumahnya di Jakarta ke pinggiran kota Bogor ini, mengabdi pada visi besar bernama "Anak-anak pinggiran kota yang pintar dan bercita-cita"
Kami berdiskusi panjang soal rendahnya 6 Literasi (Baca Tulis, Numerasi, Sains, Finansial, Digital dan Budaya warga) di negeri +62 ini, teknik membaca buku, menulis sebagai pekerjaan untuk keabadian, kemiskinan struktural hingga radikalisme.
Pertanyaannya, kenapa seseorang dengan jalur karir cemerlang, dosen di menara gading bernama kampus mau mengabdikan diri pada anak-anak di kampung, yang bahkan itu bukan kampung halamannya?
Dengan uang yang dimilikinya, bisa saja dia beli motor baru, mobil baru atau menumpuk apartemen? Kenapa tidak dilakukannya.
Saya menemukan jawabannya pada kesimpulan perbincangan kami. "Kita akan bisa konsentrasi mengabdikan diri kita pada kepentingan, kesuksesan dan cita-cita orang lain bila kita sudah selesai dengan diri kita sendiri".
Pertanyaannya, apakah kita sudah selesai dengan (urusan dunia) kita sendiri?
Comments
Post a Comment