Kemarin saya diberi kepercayaan untuk berbagi pada para Kepala Cabang bank BTN se Indonesia Timur mengenai tinjauan harta dari Tiga Sisi.
Apa Tiga Sisi itu?
Pertama, Pajak. Punya uang tidak bisa asal simpan atau asal beli asset. Kita musti tahu karakteristik dan perbedaan asset, serta konsekuensi pajaknya.
Kemarin saya berikan simulasi, dengan awal yang sama Rp 1 Miliar, satu skenario diletakkan penuh di deposito dan skenario lain dipecah dalam deposito dan reksadana pasar uang. Hasilnya di akhir tahun ada perbedaan hasil yang cukup lumayan.
Skenario dua memberikan hasil yang lebih besar di akhir tahun, pada asumsi imbal hasil yang sama hanya karena selisih pajak.
Kedua, Likuiditas. Tabungan dan Investasi akan likuid saat pemiliknya masih hidup, sedangkan Kontrak Pertanggungan Proteksi tentu belum dapat dicairkan. Tapi kan kita tak mungkin hidup terus.
Namun sebaliknya, saat pemiliknya meninggal : Tabungan dan Investasi akan berubah menjadi asset tidak likuid. Untuk Pencairannya dibutuhkan Pencarian, yang biayanya juga besar. Sebaliknya Kontrak Pertanggungan Proteksi justru akan lukuid saat pemiliknya tiada.
Maka ditinjau dari sisi likuiditas, haruslah komplit dimiliki antara Tabungan, Investasi dan Kontrak Pertanggungan berbentuk asuransi jiwa.
Ketiga dari sisi Hukum Waris. Secara singkat saya bilang sesuai judul buku saya 'Hartamu bukan Hartamu'. Salah pilih asset ditambah tidak memahami Hukum Waris berpotensi membuat ahli waris menerima musibah, bukan berkah.
Inti dari materi kemarin : Menerima Warisan itu gratis, tapi untuk memiliki warisan itu tidak gratis. Ada tarif, pajak dan biaya yang harus dibayar. Bahkan, Salah-salah membagi warisan tidak cuma berujung sengketa, namun juga dosa.
Namun, memiliki kontrak pertanggungan (asuransi jiwa) memang tidak gratis, tetapi para penerima manfaat yang ditunjuk kelak akan menerimanya secara gratis : bebas biaya, bebas pajak, bebas potensi sengketa.
Komplit bikin urusan tak sulit, sering berkelit bikin hidup berbelit.
Comments
Post a Comment