Secara resmi Indonesia masuk kondisi resesi, setelah pertumbuhan ekonomi dan PDB selama dua kuartal terakhir tumbuh negatif.
Dan kemarin saya membantu proses wawancara calon team BHR, seorang lelaki mantan Kepala Cabang sebuah bank Buku 1 yang mulai menutup cabang-cabangnya. Kalau anda rajin membaca berita, anda pasti sudah pasti tahu apa sebabnya.
"Ini adalah bisnis yang membuat kita tak cuma menghasilkan uang untuk hidup. Juga memungkinkan kita untuk syi'ar soal waris dan wakaf", Kata saya, sebagaimana biasa sebagai pembukaan sesi interview.
Lalu saya cerita soal pentingnya perencanaan uang untuk waris dan wakaf, panjang lebar. Maklum yang saya hadapi mantan Kepala Cabang sebuah Bank.
Namun dia nampak tak bergeming. Sampai tiba-tiba dia bertanya ...
"Pak Basri, yang penting buat saya sekarang, bagaimana caranya "jualan" saya banyak dibeli orang. Supaya ada lekas ada"uang masuk". Saya mau saja cerita soal Waris dan Wakaf, tapi itu kan lama bisa "closingnya". Karena saya musti belajar lagi" , katanya.
Saya mencium aroma "kebutuhan mendesak" pada kalimat yang dilontarkannya.
Tiba-tiba saya teringat materi kelas "Perencanaan Keuangan saat Resesi" yang dibawakan Safir Senduk pada acara Financial Planning Standard Board (FPSB) Kamis malam lalu via Zoom. Pak Safir bilang, ada Empat hal yang patut kita lakukan saat resesi ini.
Pertama, Pertahankan uang tunai.
Kedua, Ubah prioritas belanja hanya pada barang yang dibutuhkan (bukan diinginkan)
Ketiga, Memiliki (sumber) penghasilan lebih dari satu. Jangan sia-siakan setiap peluang yang ada.
Keempat, lakukan investasi rutin.
Tapi... Itu semua bisa berjalan kalau ada uangnya. Dan itu problem banyak orang, dulu ketika jaya tidak merencanakan keuangan, ketika pandemi tidak siap akal dan finansial.
Nah, itu juga jawaban mengapa ketika kita bicara konsep "Bisnis Membantu Banyak Orang" terutama di Industri Asuransi : tak serta merta bisa diterima oleh orang lain. Karena jangankan membantu orang lain, mau membantu dirinya sendiri saja susah.
Jangankan bantuin orang soal program waris dan wakaf, mikirin waris dan wakaf pribadi saja tak sampai. Bahkan untuk hidup bulan depan saja sudah pusing. Belum selesai dengan urusan diri sendiri.
Tak bisa melakukan perencanaan uang karena memang nggak ada uangnya. Sudah resesi jauh sebelum resesi itu tiba.
Comments
Post a Comment