Skip to main content

EUDORIA PADA ENOLA


Sebut saja namanya pak Fulan. Usianya sepantaran saya : Balita. Bawahnya Limapuluh Tahun. Perjalanan karirnya dihabiskannya di sebuah perusahaan jasa pembiayaan.
Empat bulan lalu, karena pandemi, kantornya memutuskan melakukan pengurangan karyawan besar-besaran, terutama karyawan yang sudah "berumur" seperti pak Fulan.

Pada akhir 23 tahun karirnya, dia mengantongi gaji sekitar Rp 12 jutaan per bulan. Setidaknya itu yang dia ceritakan saat kami interview untuk menjadi agen di agensi kami.
Dia melamar melalui iklan yang saya buka di Facebook, tapi dengan harapan menjadi karyawan sebagaimana yang dilakukannya 23 tahun terakhir.

"Saya sudah jenuh di rumah, pak. Uang pesangon sudah mulai habis dan tetangga mulai ngomongin melihat saya ada di rumah terus", Jelasnya.

Lalu saya mulai bercerita bahwa bisnis di agensi adalah partnership, bukan hubungan boss-karyawan, tak ada Gaji. "Di sini anda bukan cari Penghasilan Tetap, tapi usaha agar Tetap Berpenghasilan".

Kami menyediakan kantor, fasilitas, pelatihan agar para agen siap menjalani bisnisnya di industri asuransi.

"Bisnisnya bukan sekedar cari duit ya pak. Tapi juga membantu orang untuk menyiapkan warisan yang layak, membantu mempersiapkan wakaf. Bapak bekerja dengan target hidup Bapak sendiri, bukan target saya", Kata saya.

Tapi pak Fulan masih nampak bingung. "Nggak apa-apalah saya digaji 3 juta, yang penting ada gaji pokok buat bayar angsuran motor dan rumah. Silakan targetnya ditetapkan saya, saya ikut. Dulu di kantor kerjaan saya juga begitu", katanya berharap.

Di akhir 35 menit interview, saya memutuskan untuk tak dapat "mengajak" pak Fulan bergabung di agensi. Terlalu banyak masalah yang belum selesai dalam hidupnya.
Pak Fulan, mungkin satu dari jutaan manusia karir yang hingga puluhan tahun masa kerjanya masih belum bisa beres dengan "urusannya sendiri". 

Pekerjaan yang nyaman namun gaji pas-pasan serta nihilnya perencanaan keuangan bertemu dengan makin kompleksnya biaya (dan gaya hidup). Hari Senin hingga Jumat pergi ke kantor hanya tinggal status supaya dilihat tetangga ada kerja, sementara uang gaji hanya bisa bertahan sampai tanggal 10 digempur habis oleh tekanan biaya sekolah, cicilan ini itu dan aneka hutang lainnya.

Karena tekanan itu membuat potensi dan kreativitas terkubur dalam.
Maka jangankan berbicara bekerja (atau berbisnis) untuk membantu orang lain, pasti "nggak nyambung". Karena dirinya sendiri saja masih perlu banyak dibantu.

Mendengar kisah pak Fulan, saya jadi teringat kata-kata Eudoria pada anaknya, Enola Holmes (sudah nonton film baru yang judulnya ENOLA? Saya sangat rekomendasikan anda nonton film ini).

"There are two paths you can take. YOURS, or the Path Others choose for you", demikian Eudoria bilang pada Enola.

Dan ada banyak orang yang memilih jalur atau target yang orang lain pilihkan buat dia.
Bukan karena dia mau, namun karena terpaksa. Dia terpaksa bukan karena dipaksa, namun puluhan tahun dalam hidupnya dia menikmati potensi dan kreatitasnya dimatikan oleh rutinitas nyaman yang begitu-begitu saja.

Pak Fulan, semoga ketemu jalan terbaik dalam hidupnya ...

Comments

Popular posts from this blog

MAU JUAL GINJAL? BACA SAMPAI SELESAI !

Sudah dua tahun tak bertemu, seorang teman mengirimkan "broadcast message" (BM) di perangkat Blackberry saya. BM-nya agak mengerikan : dia mencari donor ginjal untuk saudaranya yang membutuhkan. Soal harga -bila pendonor bermaksud "menjual" ginjalnya bisa dibicarakan dengannya. Membaca BM itu, saya teringat kisah pak Dahlan Iskan dalam bukunya GANTI HATI. Dengan jenaka beliau bercanda, bahwa kini dia memiliki 2 bintang seharga masing-masing 1 milyar, satu bintang yang biasa dia kendarai kemana-mana (logo mobil Mercedez) dan satu bintang jahitan di perutnya hasil operasi transplatasi hati. Ya, hati pak Dahlan "diganti" dengan hati seorang anak muda dari Cina, kabarnya harganya 1 miliar. Lalu, iseng-iseng saya browsing, dan ketemulah data ini, Data Harga organ tubuh manusia di pasar gelap (kondisi sudah meninggal dibawah 10 jam, sumber :http://namakuddn.wordpress.com/2012/04/27/inilah-daftar-harga-organ-tubuh-manusia-di-pasar-gelap/) 1. Sepasang bola mata: U

KAN SAYA MASIH HIDUP ...

“Harta, sebenarnya belum bisa dikatakan pembagian harta karena saya masih hidup. Tetapi saya tetap akan membagikan hak mereka masing-masing sesuai dengan peraturan agama,” ujar ibu Fariani. Ibu Fariani adalah seorang ibu dengan empat orang anak yang baru saja ditinggalkan suaminya Ipda Purnawirawan Matta. Almarhum meninggalkan harta waris berupa tanah, rumah dan mobil senilai Rp 15 Miliar. Pada bulan Maret 2017, ketiga anak ibu Fariani mendaftarkan gugatan ke Pengadilan Agama Kota Baubau, Sulawesi Tenggara dengan nomor 163/ptg/ 2013/PA/2017, yang inti gugatannya : Meminta bagian mereka selaku ahli waris yang sah atas harta waris almarhum ayah mereka. Dunia makin aneh? Anak kurang ajar? Tidak. Banyak orang yang memiliki pendapat seperti ibu Fariani, sebagaimana yang saya kutip di paragraf pertama di atas. Pendapat yang KELIRU. Begitu seorang suami meninggal dunia, maka hartanya tidak serta merta menjadi miliki istri atau anak-anaknya. Harta itu berubah menjadi h

CERITA 19 EKOR SAPI

Dul Kemit, Dede dan Khomsul datang ke rumah pak Lurah sambil bersungut-sungut. Mereka mencari orang yang bisa menyelesaikan masalah mereka. Pak Lurah menyambut mereka, dan tiga bersaudara ini menyampaikan masalahnya. Ayah Dul Kemit, Dede dan Khomsul baru saja meninggal seminggu lalu. Ceritanya, almarhum ayah meninggalkan WASIAT bahwa 19 ekor sapi yang ditinggalkan dibagi untuk mereka bertiga dengan porsi : Dul Kemit 1/2 bagian, Dede 1/4 bagian dan Khomsul 1/5 bagian. Pak Lurah pusing menghitung pembagiannya, karena pesan almarhum adalah saat membagi : sapi tidak boleh disembelih, dijual atau dikurangi. Untuk itu dia minta bantuan pak Bhabin dan Babinsa. Lalu pak Bhabin bilang", Sapi ada 19. Mau dibagi untuk Anak pertama 1/2, anak kedua 1/4 dan anak ketiga 1/5 tanpa menyembelih, tanpa mengurangi". Ketiga bersaudara itu menangguk-angguk. "Oke kalau begitu, supaya tidak berantem, saya akan sumbangkan satu ekor sapi milik saya untuk MENGG