Ini bukan soal kongres partai Golkar...bukan. Ini masih soal Event Seminar Sabtu lalu di IPB.
Yang berdiri bersama saya di panggung ini adalah Presiden Himpunan Mahasiswa penyelenggara seminar ini. Saya berikan dia tantangan "imajiner". Bila diberi kesempatan, mampukah dia mengemban amanat sebagai Ketua Serikat Mahasiswa Se IPB. Tapi dia tak boleh menjawab sendiri pertanyaan itu.
Saya minta dua orang peserta menjawabnya. Satu orang mengenal si Presiden, satu lagi tidak.
Peserta yang tidak mengenal secara dekat si Presiden menjawab", Dia tak mampu". Sederhana, karena penampilannya tak meyakinkan.
Berbeda dengan peserta yang menjawab duluan, peserta kedua adalah orang yang mengenal baik si Presiden, dan dia menjawab",Layak ! Karena dia memiliki cukup kapabilitas, walau penampilannya tak meyakinkan".
Inilah fakta hidup, nasib kita kadang ditentukan oleh " persepsi" orang lain tentang kita. Kita boleh hebat, jagoan, tapi bila orang lain mempersepsikan kita "kurang", ya sudah habislah kita. Barang yang kita jual biasa-biasa saja, tapi persepsi orang yang mau beli -melihat kita, penjualnya- baik, maka berjayalah kita.
Repotnya, berkaca dari
contoh kasus Presiden Himpunan Mahasiswa di atas, bila makin banyak
orang yang tidak mengenal serta memberi " persepsi" minus pada kita.
Mau sehebat apapun dagangan kita, tetap aja nggak laku.
Maka itulah perlunya belajar dan membentuk Personal Branding. Bagaimana membentuk persepsi orang tentang kita dan bagaimana "mengolah" personal branding dengan bujet yang "terjangkau".
Masih mau bukti lain, lihatlah kemenangan pak Setnov semalam. Dia paham mengelola personal branding, bagaimanapun jutaan orang Indonesia yang tak mengenal dia secara dekat : tak menyukainya bahkan mungkin benci banget. Tetapi dia tahu bagaimana membuat peserta Kongres tetap mencintai dan memilihnya. Peserta kongres adalah "target market"- nya disitu dia bangun " personal branding" dengan sangat baik... Mungkin Anda juga tahu bagaimana caranya. Sedangkan jutaan orang Indonesia di luar sana jelas bukan targetnya...jadi ngapain dipikirin?
Dalam analogi pekerjaan saya, biarpun puluhan orang yang tidak paham asuransi bakal membenci saya, tapi tetap saja ada jutaan orang yang paham akan memilih saya. Jadi mengapa harus peduli, mikirin sampai baper pada mereka yang bukan jadi target market saya?
Itu rasanya mengapa banyak orang-orang hebat tidak jadi apa-apa, tidak kemana-mana karena dia tak berhasil membangun dengan baik Personal Branding-nya. Dulu di kantor hebat, begitu keluar dari kantor bikin bisnis sendiri ambruk...
Hidup, sekali lagi, soal pilihan.
Peserta yang tidak mengenal secara dekat si Presiden menjawab", Dia tak mampu". Sederhana, karena penampilannya tak meyakinkan.
Berbeda dengan peserta yang menjawab duluan, peserta kedua adalah orang yang mengenal baik si Presiden, dan dia menjawab",Layak ! Karena dia memiliki cukup kapabilitas, walau penampilannya tak meyakinkan".
Inilah fakta hidup, nasib kita kadang ditentukan oleh " persepsi" orang lain tentang kita. Kita boleh hebat, jagoan, tapi bila orang lain mempersepsikan kita "kurang", ya sudah habislah kita. Barang yang kita jual biasa-biasa saja, tapi persepsi orang yang mau beli -melihat kita, penjualnya- baik, maka berjayalah kita.

Maka itulah perlunya belajar dan membentuk Personal Branding. Bagaimana membentuk persepsi orang tentang kita dan bagaimana "mengolah" personal branding dengan bujet yang "terjangkau".
Masih mau bukti lain, lihatlah kemenangan pak Setnov semalam. Dia paham mengelola personal branding, bagaimanapun jutaan orang Indonesia yang tak mengenal dia secara dekat : tak menyukainya bahkan mungkin benci banget. Tetapi dia tahu bagaimana membuat peserta Kongres tetap mencintai dan memilihnya. Peserta kongres adalah "target market"- nya disitu dia bangun " personal branding" dengan sangat baik... Mungkin Anda juga tahu bagaimana caranya. Sedangkan jutaan orang Indonesia di luar sana jelas bukan targetnya...jadi ngapain dipikirin?
Dalam analogi pekerjaan saya, biarpun puluhan orang yang tidak paham asuransi bakal membenci saya, tapi tetap saja ada jutaan orang yang paham akan memilih saya. Jadi mengapa harus peduli, mikirin sampai baper pada mereka yang bukan jadi target market saya?
Itu rasanya mengapa banyak orang-orang hebat tidak jadi apa-apa, tidak kemana-mana karena dia tak berhasil membangun dengan baik Personal Branding-nya. Dulu di kantor hebat, begitu keluar dari kantor bikin bisnis sendiri ambruk...
Hidup, sekali lagi, soal pilihan.
Comments
Post a Comment