Ini kejadian sudah lama banget, jaman SMA. Saya dapat cerita ini dari guru BP saat sudah kelas 3, sudah mau lulus-lulusan.
"Kelas II IPX-X (adik kelas, dong) sering banget minta kapur tulis ke kantor guru. Kata ketua kelasnya karena memang habis terpakai", Kata beliau.
Sering anak-anak kelas itu protes, karena guru tak mengeluarkan jatah kapur, saking seringnya mereka minta. Kadang karena suplai kapur dikurangi bahkan di stop, mereka terpaksa harus minta-minta ke kelas sebelah... Dan si ketua kelas tak bergeming, tak bisa melakukan apa-apa.
Tentu guru-guru mulai curiga, karena pemakaian rata-rata kapur tulis di kelas itu dua kali pemakaian normal di kelas lainnya. Hingga rapat sekolah memutuskan : pak guru BP jadi detektif. Dan investigasi mulai digelar.
Kecurigaan mengerucut pada si ketua kelas. Penampilan anak ini kalem, santun, wajahnya juga nggak bisa dibilang jelek. Ganteng dan pinterlah.
Pak Guru BP beberapa kali mengikuti si ketua kelas paska jam pelajaran, menuju ke rumah pak Bon. Pak Bon adalah penjaga sekolah, suami bu Bon yang punya kantin di halaman belakang dekat laboratorium IPA.
Ternyata kecurigaan itu benar adanya. Dalam satu sidak, pak guru BP menemukan si ketua kelas "setor" kapur tulis ke pak Bon. Jadi, ceritanya mereka kena OTT, Operasi Tangkap Tangan.
Rupanya, motif "penilepan" ini sederhana : si ketua kelas ada hutang di warung bu Bon, dan kesepakatan penyelesaian utangnya adalah si ketua kelas harus setor kapur tulis pada pak Bon untuk dijual lagi di "pasar gelap".
Belakangan saya belajar dari kisah itu. Ada orang-orang yang kelihatannya baik, pinter dan santun tak bisa bekerja bukan karena di tak bisa berfikir. Kadang-kadang orang seperti ini seperti cuek, bahkan "ndableg" karena dia memiliki hutang pada orang lain.
"Hutang"nya itu yang membuatnya seolah kehilangan kuasa. Membuatnya seperti tak bisa apa-apa, karena pada dasarnya dia sedang dikendalikan oleh pihak yang menghutanginya.
Kita tak akan bisa menekan orang seperti ketua kelas ini untuk memberi solusi pada masalah kelasnya, karena pada dasarnya dia sudah lebih jauh tertekan sehingga tak bisa beresin masalahnya sendiri.
Tertekan oleh hutang kapur tulis tadi, misalnya.
#buatyangngertiaja
"Kelas II IPX-X (adik kelas, dong) sering banget minta kapur tulis ke kantor guru. Kata ketua kelasnya karena memang habis terpakai", Kata beliau.
Sering anak-anak kelas itu protes, karena guru tak mengeluarkan jatah kapur, saking seringnya mereka minta. Kadang karena suplai kapur dikurangi bahkan di stop, mereka terpaksa harus minta-minta ke kelas sebelah... Dan si ketua kelas tak bergeming, tak bisa melakukan apa-apa.
Tentu guru-guru mulai curiga, karena pemakaian rata-rata kapur tulis di kelas itu dua kali pemakaian normal di kelas lainnya. Hingga rapat sekolah memutuskan : pak guru BP jadi detektif. Dan investigasi mulai digelar.
Kecurigaan mengerucut pada si ketua kelas. Penampilan anak ini kalem, santun, wajahnya juga nggak bisa dibilang jelek. Ganteng dan pinterlah.
Pak Guru BP beberapa kali mengikuti si ketua kelas paska jam pelajaran, menuju ke rumah pak Bon. Pak Bon adalah penjaga sekolah, suami bu Bon yang punya kantin di halaman belakang dekat laboratorium IPA.
Ternyata kecurigaan itu benar adanya. Dalam satu sidak, pak guru BP menemukan si ketua kelas "setor" kapur tulis ke pak Bon. Jadi, ceritanya mereka kena OTT, Operasi Tangkap Tangan.
Rupanya, motif "penilepan" ini sederhana : si ketua kelas ada hutang di warung bu Bon, dan kesepakatan penyelesaian utangnya adalah si ketua kelas harus setor kapur tulis pada pak Bon untuk dijual lagi di "pasar gelap".
Belakangan saya belajar dari kisah itu. Ada orang-orang yang kelihatannya baik, pinter dan santun tak bisa bekerja bukan karena di tak bisa berfikir. Kadang-kadang orang seperti ini seperti cuek, bahkan "ndableg" karena dia memiliki hutang pada orang lain.
"Hutang"nya itu yang membuatnya seolah kehilangan kuasa. Membuatnya seperti tak bisa apa-apa, karena pada dasarnya dia sedang dikendalikan oleh pihak yang menghutanginya.
Kita tak akan bisa menekan orang seperti ketua kelas ini untuk memberi solusi pada masalah kelasnya, karena pada dasarnya dia sudah lebih jauh tertekan sehingga tak bisa beresin masalahnya sendiri.
Tertekan oleh hutang kapur tulis tadi, misalnya.
#buatyangngertiaja
Comments
Post a Comment