Ini adalah salah satu "case" yang saya tangani akhir bulan Februari 2019 lalu. Baru bisa saya "upload" setelah saya akhiri case ini dengan menutup satu penjualan produk Asuransi Jiwa untuk Warisan, serta sudah mendapat izin dari nasabah saya.
Nasabah saya, sebut saja namanya Koh Alim memiki istri bernama Cik Alin. Akhir tahun 2018, Koh Alim bertemu setelah saya dikenalkan oleh teman saya. "Mau tanya-tanya soal Pembagian waris", Katanya.
Usia Koh Alim sepantaran saya, 47 tahun. Dengan Cik Alin sudah menikah sekitar 15 tahun dan belum dikaruniai keturunan. Mereka sehari-hari mengelola toko yang menjual barang kebutuhan pokok di Pasar Bogor, level grosir. Toko itu adalah warisan dari (keluarga) orang tua Koh Alim.
Koh Alim adalah tipe lelaki konservatif. Tiap hari, dihabiskan waktunya untuk menunggu toko. Saya jadi ingat film "Cek Toko Sebelah"-nya Ernest Prakasa. Dia tak suka membeli apa-apa, hartanya yang paling kelihatan hanyalah mobil yang dipakainya pulang balik rumah-toko. Rumah yang dia tempati bersama Cik Alin pun rumah warisan, hanya direnovasi dengan uang hasilnya berdagang.
"Saya pakai buat bantu sekolah ponakan-ponakan. Sisanya saya taruh di Bank saja. Siapa tahu nanti butuh modal",ketika saya tanya uangnya dipakai apa.
Singkat cerita, kami berdiskusi soal Strategi Waris yang ditanyakannya. Penting menurut Koh Alim karena semua harta yang dimilikinya adalah Harta Warisan dari (keluarga besar) orang tua, dan dia ingin memastikan istrinya tidak "sengsara" karena potensi sengketa waris di kemudian hari saat dia tak ada.
Dan hingga akhir cerita, saya tawarkan Program Asuransi Jiwa sebagai "Penambah Bagian Istri" kelak. Namun apa lacur, istrinya justru menolak.
"Ngapain lah duit buat bayar asuransi, mending dibeliin emas atau kalau nggak dibeliin rumah", kata Cik Alin mendesak, yakin.
Begini ... (saya mulai menarik kertas, menggambar)

Sebagian besar harta yang dimiliki Koh Alim dan Cik Alin saat ini adalah Harta Bawaan Koh Alin (menurut UU Perkawinan Bab VII pasal 35). Atas Harta Bawaan itu, hanya pemiliknya (cq Koh Alim) yang boleh dan bisa mengatur, Cik Alin nggak bisa otak-atik.
"Saya yakin Koh Alim baik, sayang sama istri. Tapi saudara-saudara Koh Alim kita tak tahu. Apalagi hitung-hitungan pemisahan antara Harta Bawaan itu dengan hasil pengembangannya tak pernah dilakukan", Kata saya.
"Maksudnya?",Cik Alin penasaran.
"Harta yang sudah pasti akan dibagikan sebagai Harta Waris untuk Cik Alin adalah Harta yang diperoleh bersama-sama saat sudah menikah. Namanya Harta Bersama. Sedangkan (atas pengaruh atau "tekanan" pihak luar) toko, rumah -yang notabene adalah Harta Bawaan- bisa saja dialihkan kepemilikannya pada saudara-saudara Koh Alim tanpa seizin atau sepengetahuan Cik Alin", Jelas saya menegaskan.
Bisa jadi, pada suatu titik, saat Koh Alin sedang terbaring sakit, Cik Alin kehilangan toko dan rumah. Apalagi Koh Alim dan Cik Alin tidak pernah membeli asset riil selama pernikahan kecuali mobil (dan deposito).
"Sehingga inilah fungsi Asuransi tadi, Koh Alim ingin memastikan Cik Alin menerima warisan yang cukup tanpa harus bersengketa", Tutup saya. Cik Alin mengerti, Koh Alim tanda tangan. Semoga mereka tetap mesra sampai tua.
Nasabah saya, sebut saja namanya Koh Alim memiki istri bernama Cik Alin. Akhir tahun 2018, Koh Alim bertemu setelah saya dikenalkan oleh teman saya. "Mau tanya-tanya soal Pembagian waris", Katanya.
Usia Koh Alim sepantaran saya, 47 tahun. Dengan Cik Alin sudah menikah sekitar 15 tahun dan belum dikaruniai keturunan. Mereka sehari-hari mengelola toko yang menjual barang kebutuhan pokok di Pasar Bogor, level grosir. Toko itu adalah warisan dari (keluarga) orang tua Koh Alim.
Koh Alim adalah tipe lelaki konservatif. Tiap hari, dihabiskan waktunya untuk menunggu toko. Saya jadi ingat film "Cek Toko Sebelah"-nya Ernest Prakasa. Dia tak suka membeli apa-apa, hartanya yang paling kelihatan hanyalah mobil yang dipakainya pulang balik rumah-toko. Rumah yang dia tempati bersama Cik Alin pun rumah warisan, hanya direnovasi dengan uang hasilnya berdagang.
"Saya pakai buat bantu sekolah ponakan-ponakan. Sisanya saya taruh di Bank saja. Siapa tahu nanti butuh modal",ketika saya tanya uangnya dipakai apa.
Singkat cerita, kami berdiskusi soal Strategi Waris yang ditanyakannya. Penting menurut Koh Alim karena semua harta yang dimilikinya adalah Harta Warisan dari (keluarga besar) orang tua, dan dia ingin memastikan istrinya tidak "sengsara" karena potensi sengketa waris di kemudian hari saat dia tak ada.
Dan hingga akhir cerita, saya tawarkan Program Asuransi Jiwa sebagai "Penambah Bagian Istri" kelak. Namun apa lacur, istrinya justru menolak.
"Ngapain lah duit buat bayar asuransi, mending dibeliin emas atau kalau nggak dibeliin rumah", kata Cik Alin mendesak, yakin.
Begini ... (saya mulai menarik kertas, menggambar)

Sebagian besar harta yang dimiliki Koh Alim dan Cik Alin saat ini adalah Harta Bawaan Koh Alin (menurut UU Perkawinan Bab VII pasal 35). Atas Harta Bawaan itu, hanya pemiliknya (cq Koh Alim) yang boleh dan bisa mengatur, Cik Alin nggak bisa otak-atik.
"Saya yakin Koh Alim baik, sayang sama istri. Tapi saudara-saudara Koh Alim kita tak tahu. Apalagi hitung-hitungan pemisahan antara Harta Bawaan itu dengan hasil pengembangannya tak pernah dilakukan", Kata saya.
"Maksudnya?",Cik Alin penasaran.
"Harta yang sudah pasti akan dibagikan sebagai Harta Waris untuk Cik Alin adalah Harta yang diperoleh bersama-sama saat sudah menikah. Namanya Harta Bersama. Sedangkan (atas pengaruh atau "tekanan" pihak luar) toko, rumah -yang notabene adalah Harta Bawaan- bisa saja dialihkan kepemilikannya pada saudara-saudara Koh Alim tanpa seizin atau sepengetahuan Cik Alin", Jelas saya menegaskan.
Bisa jadi, pada suatu titik, saat Koh Alin sedang terbaring sakit, Cik Alin kehilangan toko dan rumah. Apalagi Koh Alim dan Cik Alin tidak pernah membeli asset riil selama pernikahan kecuali mobil (dan deposito).
"Sehingga inilah fungsi Asuransi tadi, Koh Alim ingin memastikan Cik Alin menerima warisan yang cukup tanpa harus bersengketa", Tutup saya. Cik Alin mengerti, Koh Alim tanda tangan. Semoga mereka tetap mesra sampai tua.
Comments
Post a Comment