Ini adalah "keadaan" saya ketika kuliah dulu. Beruntung saya diterima di sebuah Perguruan Tinggi bagus di Indonesia melalui jalur PMDK (Penelusuran Minat dan Kemampuan) alias jalur tanpa test.
Ketika kuliah saya bukanlah tipe mahasiswa "ambis". Istilah ini diperkenalkan oleh anak saya yang saat ini sedang kuliah.
Definisi mahasiswa ambis adalah datang kuliah murni hanya untuk belajar. Dari kost-kostan jalannya lurus sampai ruang kuliah, sampai ruang kuliah membaca diktat sambil menunggu dosen datang, dan selesai dosen memberi materi mereka mengambil jalan lurus pulang ke kost-an : belajar supaya semua nilai di transkrip berisi A, paling mentok B.
Tidak ada organisasi, tidak ada extra kurikuler. Murni belajar.
Tidak ada organisasi, tidak ada extra kurikuler. Murni belajar.
Kost-an saya sempit, pengap terutama kalau siang hari. Jadi alih-alih seperti para mahasiswa ambis yang bisa pulang ke kost dan belajar, saya tidak. Maka Ruang Sekretariat Himpunan Mahasiswa Jurusan (HMJ) atau Senat adalah tempat yang enak selain untuk "gaul" juga untuk... tidur siang.
Ke kantin juga sering, tapi numpang duduk saja. Nggak jajan.
Maka sebagai mahasiswa non ambis, nilai saya juga nggak bagus-bagus amat. Itu belakangan yang membuat saya tahu diri ketika lulus kuliah : tidak coba-coba melamar ke Bank atau perusahaan besar yang berjaya saat itu seperti Astra.
Dan ketika lulus juga nggak sempat leha-leha menunggu panggilan, karena sejak awal tingkat empat orangtua sudah mengembargo kiriman uang, maklum adik saya juga sudah mulai kuliah juga.
Pekerjaan dari menerima desain materi presentasi seminar hingga mengajar les privat Lotus dan Wordperfect untuk karyawan, saya jalani.

Melihat iklan seorang sarjana "magna cumlaude" terhina jadi petugas valet atau pengemudi OJOL ya bagi saya sih wajar saja...
Bagi yang belum ngerti itu predikat apa, magna cumlaude, artinya lulus dengan nilai sempurna, semua A.
Saya teringat teman-teman kuliah saya yang ambis dulu, saya juga bisa memahami kekecewaan orang tua mereka melihat anaknya yang nilainya A semua kok -misalnya- jadi agen asuransi atau dagang kopi.
Tentu membanggakan bekerja di sebuah perusahaan besar. Walaupun dengan jas dasi dan kantornya di gedung tinggi mereka ya "cuma di situ-situ saja". Boro-boro keliling dunia, mau mudik saja nunggu liburan dan restu dari juragannya. Kelihatannya kaya raya, tapi di medsos postingannya kebanyakan isinya dari satu kecewa ke kecewa lainnya.
Maka melihat iklan partai itu, saya merasa menjadi orang yang paling beruntung. Hidup tanpa harus beban nilai A, tahu diri namun tetap bisa merasakan apa yang dinamakan "HIDUP MERDEKA".
Merasa beruntung tidak menjadi orangtua dengan pola pikir "oldschool" bahwa lulus kuliah harus cari, cari, cari kerja (seperti dalam iklan itu). "Idealnya ya, Lulus kuliah bikin (lapangan) kerja",itu pesan yang selalu saya sampaikan pada anak saya.
Dan tidak pernah malu untuk mengakui bahwa dulu diterima di IPB melalui jalur PMDK, dan Lulus melalui jalur PMDK juga.
Persatuan Mahasiswa Dua Koma.
Comments
Post a Comment