
Setiap tahun IPB menggelar Program Mahasiswa Wirausaha untuk menjaring bakal entrepreneur baru di masa depan. Mereka membuat proposal usaha, membuat prototype hasil usaha dan untuk pemenang dengan konsep yang "masuk akal", IPB memberikan modal usaha.
Ini adalah tahun keempat saya menjadi mentor program keren ini. Dan ada saja ide hebat para peserta.
"Oke, idemu bagus. Visimu membantu petani dan memberi nilai tambah buah itu bagus. Tapi lihat sekali lagi laporan keuangan kalian", Ujar saya sembari membuka lembar lapiran keuangan.
Mereka membuka lembar itu.
Saya bertanya pada juru bicara kelompok itu ",Setiap bulan, kamu mendapat kiriman berapa dari orang tuamu?"
"Antara Rp 1-1.5 juta, pak", Jawabnya.
"Oke, kalau dilihat hasil penjualan klaian, keuntungan per bulan Rp 1,175juta. Dibagi berempat, maka masing-masing mendapat Rp 300ribuan. Pertanyaannya, apakah kalian akan tetap bertahan menjadi entrepreneur kalau penghasilan kalian hanya Rp 300 ribuan per bulan sementara saat menjadi mahasiswa kalian menerima Rp 1,5 juta per bulan?".
Mereka terdiam. Lalu salah seorang dari mereka menjawab ", Tapi kan bisnis kan tidak semata soal uang pak".
Ini prinsipnya betul, tapi dipahami dengan salah. Betul, bisnis tidak semata masalah cari uang. Tapi uang adalah motivasi terbesar seorang entrepreneur untuk bertahan dalam bisnisnya.
Dengan membangun dan menjalani bisnis sendiri, kita memiliki peluang untuk membantu banyak orang.
"Tapi pertanyaannya, bagaimana kamu bisa membantu banyak orang, kalau untuk membantu diri (dan keluargamu) sendiri kamu tak bisa sebab tak ber-uang?"
Seorang entrepreneur tak hanya dituntuk kelihaian membuat produk, kepandaian menjual semata. Dia harus mampu selalu berfikir jernih untuk membuat visi dan misi usahanya tercapai.
"Bagaimana kamu bisa berfikir jernih , menyusun strategi-strategi kalau dompetmu kosong terus, hutangmu banyak?" Tegas saya.
Maka, kalau kamu mau memilih partner bisnis caranya seleksinya mudah : Lihat bagaimana dia memperlakukan, mencukupi hidup diri dan keluarganya. Kalau keluarganya terlantar, bagaimana dia mau memikirkan hal yang lebih besar (bisnis, karyawan, negara ...)
Jadi ingat ya, bantu dirimu sendiri dulu sebelum kamu bisa membantu orang lain.
Nggak usah bicara tinggi-tinggi, nanti mulut kita kesamber pesawat terbang.
Comments
Post a Comment