"Mengapa harus setiap hari posting kegiatan kita di media sosial?",tanya seorang peserta dalam sesi Workshop sore kemarin.
Kemarin energi seakan mengalir deras seiring antusiasme Peserta, teman-teman dari seluruh agency AIA di Malang. Sesi pagi sharing tentang Perencanaan Waris dan Pajak, siangnya -tak terasa selama dua jam- kami berdiskusi soal "Bagaimana membangun Personal Branding di Media Sosial".
Kemarin energi seakan mengalir deras seiring antusiasme Peserta, teman-teman dari seluruh agency AIA di Malang. Sesi pagi sharing tentang Perencanaan Waris dan Pajak, siangnya -tak terasa selama dua jam- kami berdiskusi soal "Bagaimana membangun Personal Branding di Media Sosial".
Menjawab pertanyaan itu, saya bercerita kisah seorang pawang ular piawai yang biasa menaklukkan ular kobra.
Pawang ini terkenal kepiawaiannya. Ribuan ular sudah bisa dia taklukan dengan kepiawaiannya. "Tekniknya sederhana",katanya. Jangan buat gerakan yang tiba-tiba yang membuat ular kaget, karena ular pada dasarnya takut pada manusia.
Ular yang menyerang bukanlah ular yang pemberani, ular yang menyerang adalah ular yang takut, kaget dan tak percaya diri.
Suatu kali, dia pergi ke sebuah hutan untuk mengambil kayu. Karena kebelet pipis, dan merasa sudah ahli menaklukan ular, dia tanggalkan kewaspadaannya. Dia pipis di sebuah pokok pohon, yang ternyata di bawahnya sedang ada ular berbisa sedang siesta. Tidur siang
.
Ular ngantuk yang kaget tersiram air kencing (dan mungkin kaget melihat benda asing di depannya) langsung mematuk sang pawang. Saking berbisanya, tak butuh waktu lama dia meninggal dunia.
Lalu apa hubungannya?
Seorang salesman adalah ibarat pawang ular. Dia tak boleh membuat calon kliennya kaget. Bahasanya textbook-nya : "building relationships".
Klien yang menolak adalah klien yang kaget (atas kehadiran kita, apalagi menawarkan sesuatu), takut (kehilangan uangnya untuk membayar penawaran kita) dan tidak percaya diri (atas kemampuannya membayar dan kegunaan produk yang kita tawarkan)
Seperti menjinakkan ular kobra, kita harus membuat gerakan yang membuat dia nyaman. Membuat bahwa kita bukan "benda asing" di lingkungannya, yang tidak membuatnya harus menyerang.
"Ibu bayangkan kalau tiba-tiba dihubungi oleh seorang teman yang sudah lima tahun tak pernah kontak, dan tiba-tiba mengajak makan siang mau bicara bisnis", kata saya. Pasti kaget, curiga atau malah takut.
Aktif di media sosial adalah memastikan kita seperti berada dalam jangkauan teman-teman kita. Mereka bisa stalking-in kita, kepo-in aktivitas dan pencapaian kita... walau tidak kasih “like” atau komen. Dekat walau jauh.
“Lalu bagaimana kalau ada yang tak suka pada psotingan kita, pak. Jadi Haters?”, Tanya peserta lain. Tak usah pusing pada “haters”, seorang “haters” pada dasarnya adalah pengagum yang pengen bisa seperti kita, tapi tak bisa. Dia yang sakit hatinya, kita tak perlu ikut sakit hati.
Walau mungkin dia nanti menolak, tak menjadi klien kita, mungkin temannya teman atau saudaranya teman itu yang akan menjadi klien kita.
Karena faktanya, kalau dia menolak kita : masih ada 259.999.999 orang lagi di Indonesia yang mungkin masih mau menerima penawaran kita.
Intinya -kata anak sekarang- jangan cemen.
Pawang ini terkenal kepiawaiannya. Ribuan ular sudah bisa dia taklukan dengan kepiawaiannya. "Tekniknya sederhana",katanya. Jangan buat gerakan yang tiba-tiba yang membuat ular kaget, karena ular pada dasarnya takut pada manusia.
Ular yang menyerang bukanlah ular yang pemberani, ular yang menyerang adalah ular yang takut, kaget dan tak percaya diri.
Suatu kali, dia pergi ke sebuah hutan untuk mengambil kayu. Karena kebelet pipis, dan merasa sudah ahli menaklukan ular, dia tanggalkan kewaspadaannya. Dia pipis di sebuah pokok pohon, yang ternyata di bawahnya sedang ada ular berbisa sedang siesta. Tidur siang
.
Ular ngantuk yang kaget tersiram air kencing (dan mungkin kaget melihat benda asing di depannya) langsung mematuk sang pawang. Saking berbisanya, tak butuh waktu lama dia meninggal dunia.
Lalu apa hubungannya?
Seorang salesman adalah ibarat pawang ular. Dia tak boleh membuat calon kliennya kaget. Bahasanya textbook-nya : "building relationships".
Klien yang menolak adalah klien yang kaget (atas kehadiran kita, apalagi menawarkan sesuatu), takut (kehilangan uangnya untuk membayar penawaran kita) dan tidak percaya diri (atas kemampuannya membayar dan kegunaan produk yang kita tawarkan)
Seperti menjinakkan ular kobra, kita harus membuat gerakan yang membuat dia nyaman. Membuat bahwa kita bukan "benda asing" di lingkungannya, yang tidak membuatnya harus menyerang.
"Ibu bayangkan kalau tiba-tiba dihubungi oleh seorang teman yang sudah lima tahun tak pernah kontak, dan tiba-tiba mengajak makan siang mau bicara bisnis", kata saya. Pasti kaget, curiga atau malah takut.
Aktif di media sosial adalah memastikan kita seperti berada dalam jangkauan teman-teman kita. Mereka bisa stalking-in kita, kepo-in aktivitas dan pencapaian kita... walau tidak kasih “like” atau komen. Dekat walau jauh.
“Lalu bagaimana kalau ada yang tak suka pada psotingan kita, pak. Jadi Haters?”, Tanya peserta lain. Tak usah pusing pada “haters”, seorang “haters” pada dasarnya adalah pengagum yang pengen bisa seperti kita, tapi tak bisa. Dia yang sakit hatinya, kita tak perlu ikut sakit hati.
Walau mungkin dia nanti menolak, tak menjadi klien kita, mungkin temannya teman atau saudaranya teman itu yang akan menjadi klien kita.
Karena faktanya, kalau dia menolak kita : masih ada 259.999.999 orang lagi di Indonesia yang mungkin masih mau menerima penawaran kita.
Intinya -kata anak sekarang- jangan cemen.
Comments
Post a Comment