Skip to main content

WASKITO

Suatu kali atas saran seorang teman, kami pergi ke sebuah pesantren di (pedalaman) Purwakarta. Itu sekitar Januari atau Februari 2006, beberapa bulan sebelum saya memutuskan mengundurkan diri dari kantor tempat saya bekerja.

Kata teman", Kita konsultasi, pak Kyainya suka bantu 'baca orang".

Suasana kerja di kantor waktu tidak kondusif seiring koran yang makin sulit dijual dan masuknya team baru yang menjanjikan pada 'bos besar' bisa mengubah kondisi sulit ini dalam tempo sekejap. Teman-teman resah, sayapun resah. Bukan karena takut kehilangan pekerjaan, tapi belum ada tempat lain yang sanggup menampung beberapa teman yang. -hampir pasti- tergusur posisinya.

Maka saya, dan dua orang teman berangkat dari Jakarta pukul 09 pagi, menjemput teman -penunjuk jalan- di alun-alun Purwakarta dan tepat menjelang lohor kami tiba di pesantren itu.

Pesantren kecil, yang terletak di perbukitan. Santri-santri sedang antri mengambil air wudhu di bawah tandon air warna oranye, air mengalir kecil. Kami ikut wudhu, dan ikut shalat lohor berjamaah, sebelum kemudian pak Kyai berkenan menemui kami.

Pak Kyai, berwajah bersih tak berjenggot tak berkumis seperti bayangan semula menyilakan kami duduk dan minum air mineral gelas yang disediakan di atas meja.

Lalu, beliau 'membaca' satu persatu seolah kami sudah kenal lama. Dari sejak kebiasaan masa kecil kami, sampai masalah yang kami hadapi di kantor. Dua orang kami berempat, saya dan satu teman saya malah disalami, bahwa akan ada jalannya sampai ke Mekkah.

Teman saya yang disalami bakal sampai Mekah, sama sekali tak percaya. Maklum dia rada badung. Puasa dan sholat banyakan bolongnya. Bir dan rokok jarang bisa lepas dari kebiasaannya. Maka walau takjub, hari itu -di mobil- kami hanya tertawa-tawa.

Tapi, tahun 2013, secara hampir berurutan : saya dan teman saya itu mendapat kesempatan 'ajaib' bisa berangkat ke Mekkah. Saya umroh, dia haji. Dan teman saya ini lebih ajaib lagi. Istrinya secara -fait a compli- mendaftarkannya haji, walau belum tahu akan berangkat kapan. Dan secara tak terduga ada anggota keluarganya yang seharusnya berangkat tahun itu meninggal dunia.
Singkatnya, istrinya melakukan pengurusan dan mereka bisa berangkat bisa menggantikan kuota keluarga yang meninggal itu. Kini teman saya itu hidupnya tak bisa lepas dari sholat berjamaah di masjid.

Entah kenapa, saya teringat cerita Gus Mus sewaktu nyantri di pondok Pesantren Ali Maksum, Krapyak-Yogyakarta. Gus Mus yang 'rada bandel, bersama beberapa santri merencanakan cari cemilan, tebu di kebun Kyai Maksum. Enak memang menyesap air tebu di malam yang sumuk. Malam itu mereka merencanakannya diam-diam di sudut pondok.

Selepas merancang 'rencana gelap' itu, beliau lewat di depan rumah Kyai Ali Maksum. Tiba-tiba terdengan panggilan dari dalam rumah Kyai Maksum. Kyai Maksum berkata",Mus itu kamu ambil tebu di dapur. Saya sudah siapkan satu ikat. Enak buat disesap airnya. Malam ini memang rada panas".

Gus Mur langsung berkeringat dingin, dan tiada mampu berbuat apapun kecuali meng-iyakan perintah Kyai Ali Maksum. Bergegas ke dapur mengambil tebu. Dan terdengar dari arah depan, kyai Ali Maksum berteriak lagi",Jangan lupa teman-temannya dibagi ya".

Dalam bahasa jawa, ada istilah 'Waskito' dan orang-orang memiliki 'Kewaskitaan'. seperti itu. Yang mampu membaca orang lain, membaca situasi dan mengetahui beberapa hal sebelum itu terjadi.
Konon kewaskitaan itu diperoleh dengan gemblengan fisik dan mental yang luar biasa. Sehingga pada dasarnya mereka 'sudah selesai dengan kehidupan pribadinya'. Mereka sudah kehilangan rasa khawatir, takut dan semacamnya.



Bersama Agung Waskito, Cafe Banaran - Semarang
Jaman sekarang sulit jadi orang waskito. Kenapa? Karena kita sering berbohong pada diri kita sendiri. Melakukan pencitraan-pencitraan, kepalsuan-kepalsuan yang tidak perlu untuk membuat orang percaya kita adalah orang baik, saleh dan berbudi. Berfoto di dekat tumpukan sampah, tapi sapu tangan lap keringat dibawain ajudan, misalnya.

Akibatnya, hidup kita selalu dirundung rasa khawatir, takut kebohongan itu terbongkar oleh orang lain. Kita ciptakan kebohongan untuk menutup kebohongan.

Tak lupa skenario-skenario palsu (yang disebarkan ke media seolah datangnya dari pihak oposisi) dan kambing-kambing hitam atas kegagalan yang akan dialami, serta sering berhalusinasi : sulit membedakan mana kabar betulan dan mana 'hoax'.

Hari-hari penuh palsu dan bohong ini, tiba-tiba saya kangen teman baik saya : Agung Waskito, yang walau ketemu di Warung Soto, ternyata sesuai perkiraan, dia jadi 'orang besar' pada jamannya.
Agung memang waskito.

Comments

Popular posts from this blog

MAU JUAL GINJAL? BACA SAMPAI SELESAI !

Sudah dua tahun tak bertemu, seorang teman mengirimkan "broadcast message" (BM) di perangkat Blackberry saya. BM-nya agak mengerikan : dia mencari donor ginjal untuk saudaranya yang membutuhkan. Soal harga -bila pendonor bermaksud "menjual" ginjalnya bisa dibicarakan dengannya. Membaca BM itu, saya teringat kisah pak Dahlan Iskan dalam bukunya GANTI HATI. Dengan jenaka beliau bercanda, bahwa kini dia memiliki 2 bintang seharga masing-masing 1 milyar, satu bintang yang biasa dia kendarai kemana-mana (logo mobil Mercedez) dan satu bintang jahitan di perutnya hasil operasi transplatasi hati. Ya, hati pak Dahlan "diganti" dengan hati seorang anak muda dari Cina, kabarnya harganya 1 miliar. Lalu, iseng-iseng saya browsing, dan ketemulah data ini, Data Harga organ tubuh manusia di pasar gelap (kondisi sudah meninggal dibawah 10 jam, sumber :http://namakuddn.wordpress.com/2012/04/27/inilah-daftar-harga-organ-tubuh-manusia-di-pasar-gelap/) 1. Sepasang bola mata: U

KAN SAYA MASIH HIDUP ...

“Harta, sebenarnya belum bisa dikatakan pembagian harta karena saya masih hidup. Tetapi saya tetap akan membagikan hak mereka masing-masing sesuai dengan peraturan agama,” ujar ibu Fariani. Ibu Fariani adalah seorang ibu dengan empat orang anak yang baru saja ditinggalkan suaminya Ipda Purnawirawan Matta. Almarhum meninggalkan harta waris berupa tanah, rumah dan mobil senilai Rp 15 Miliar. Pada bulan Maret 2017, ketiga anak ibu Fariani mendaftarkan gugatan ke Pengadilan Agama Kota Baubau, Sulawesi Tenggara dengan nomor 163/ptg/ 2013/PA/2017, yang inti gugatannya : Meminta bagian mereka selaku ahli waris yang sah atas harta waris almarhum ayah mereka. Dunia makin aneh? Anak kurang ajar? Tidak. Banyak orang yang memiliki pendapat seperti ibu Fariani, sebagaimana yang saya kutip di paragraf pertama di atas. Pendapat yang KELIRU. Begitu seorang suami meninggal dunia, maka hartanya tidak serta merta menjadi miliki istri atau anak-anaknya. Harta itu berubah menjadi h

CERITA 19 EKOR SAPI

Dul Kemit, Dede dan Khomsul datang ke rumah pak Lurah sambil bersungut-sungut. Mereka mencari orang yang bisa menyelesaikan masalah mereka. Pak Lurah menyambut mereka, dan tiga bersaudara ini menyampaikan masalahnya. Ayah Dul Kemit, Dede dan Khomsul baru saja meninggal seminggu lalu. Ceritanya, almarhum ayah meninggalkan WASIAT bahwa 19 ekor sapi yang ditinggalkan dibagi untuk mereka bertiga dengan porsi : Dul Kemit 1/2 bagian, Dede 1/4 bagian dan Khomsul 1/5 bagian. Pak Lurah pusing menghitung pembagiannya, karena pesan almarhum adalah saat membagi : sapi tidak boleh disembelih, dijual atau dikurangi. Untuk itu dia minta bantuan pak Bhabin dan Babinsa. Lalu pak Bhabin bilang", Sapi ada 19. Mau dibagi untuk Anak pertama 1/2, anak kedua 1/4 dan anak ketiga 1/5 tanpa menyembelih, tanpa mengurangi". Ketiga bersaudara itu menangguk-angguk. "Oke kalau begitu, supaya tidak berantem, saya akan sumbangkan satu ekor sapi milik saya untuk MENGG