
Mas Embun sudah puluhan tahun malang melintang di dunia surat kabar, kami pernah satu team di Tempo dan Harian ...Sindo.
Dia benar-benar memulai karir dari bawah, dari lapangan. Pergaulannya luas : Dari Pejabat yang Penjahat, sampai Penjahat yang Pejabat.
Dua tahun lalu, dengan modal pergaulan, dia dirikan surat kabar yang dia kelola sendiri hingga kini. Salut saya sama perjuangan mas Embun : dia menjadi pemain di semua lini : lobby ke narasumber, wawancara, terima pemasangan iklan dan ngebayar gaji karyawannya sendiri. Tipe orang "die hard", nggak cemen.
Kemarin dia datang, selain diskusi juga curhat. Surat kabar yang dia dirikan sedang jadi "rebutan" investor. Dua investor yang "berebut" ingin "memodali" korannya punya keinginan yang sama : menggunakan surat kabarnya sebagai "corong" menjelang Pilkada 2018.
Investor pertama -sebut saja pak Alim - adalah seorang suami yang ingin istri pertamanya (catat : Istri Pertama) masuk bursa saat ini. Embun menirukan kata-kata pak Alim",Berapa dana yang Mas Embun minta tolong diajukan saja. Yang penting surat kabar ini nanti beredar di daerah W, X, Y, dan Z tak cuma Bandung. Saya siapkan "gizi cukup" untuk keperluan itu". Gizi yang dimaksud nilainya milyaran rupiah.
Investor kedua -sebut saja Ibu Kalem- seorang wanita pengusaha yang ingin masuk Bursa Kursi Dewan. Untuk bisa masuk kursi Dewan, dia harus punya "cantolan di DPP Partai" yang diikutinya, dan Bapak "cantolannya" -sebut saja pak Santun, melalui Tim Hore-nya - itu setuju memperjuangkan aspirasi Ibu Kalem untuk bisa masuk Bursa Dewan asal didanai berlaga di Pilkada 2018.
Lagi-lagi mas Embun mengulang kata Ibu kalem ",Uang tak jadi masalah. yang penting Surat Kabar mas Embun selalu letakkan berita soal pak Santun di Halaman 1, saya yang jamin hidup wartawan mas Embun semua".
Dan diskusi malam itu saya mendengar kisah di balik cerita. Apa yang muncul di media, tidak sepenuhnya menggambarkan apa yang sedang terjadi. Soal Pak Alim, bu Kalem dan Pak Santun, tak se-alim, se-kalem dan se-santun yang dicitrakan di media...terutama menyangkut soal duit dan kekuasaan.
Mereka semua memiliki pasukan yang siap menghembuskan "kabar baik" ke media, dan mengkonter aneka rupa "kabar buruk". Itu yang membuat mereka selalu kelihatan Alim, Kalem, Santun dan Hebat. Media manapun mereka pakai, terutama media (online) abal-abal yang memang hidupnya dari mengejar klik-er (dan tentu saja amplop).
Maka kalau kita hari ini berantam dengan teman, bermusuhan dengan saudara, merasa lebih baik dari yang lain hanya karena merasa lebih tahu (atau tepatnya karena lebih merasa telah banyak membaca media, terutama media abal-abal), kopas sana-kopas sini menebar kebencian : maka sesungguhnya -kata mas Embun - kita ini masuk kaum SKSD PALAPA.
Sok Kenal-Sok Dekat, Padahal Nggak Tahu Apa-Apa.
Comments
Post a Comment