Mereka tak suka disebut sebagai Korea Utara (selanjutnya saya sebut
Korut). Mereka minta -dengan sedikit memaksa- disebut sebagai "People
Democratic Republic of Korea".
Dipimpin oleh Presiden, anak muda yang disebut kurang stabil secara emosi, Korut seakan tak henti menebar provokasi. Walau dari sejarah kita bisa membaca bahwa ini adalah respons dari ancaman tetangga-tetangganya, yang diprakarsai oleh Amerika.
Amerika paska aneksasi daratan Korea oleh saudara tua mereka : Jepang. Tahun 1948, dua saudara ini memutuskan berpisah membawa ideologi yang diusung induk semangnya. Di utara sosialis, di selatan kapitalis.
Ini adalah negara dengan sejumlah paradoks.
GDP per kapita penduduknya hanya $1000, hanya 1/25 dari GDP per kapita saudara kandungnya : Korea Selatan. Dan dengan GDP sebegitu, mereka masuk rangking 213 dari 230 dari negara termiskin di dunia (CIA World Factbook, 2016). Namun ... Korut adalah Negara dengan kekuatan tentara terbesar ke empat di dunia.
Kekuatan tentara sedemikian besar oleh sebagian besar "pengamat" ditengarai sebagai unjuk kekuatan supaya dia tak disebut sebagai negara inferior. Namun, ini sebenarnya ini adalah respon mereka terhadap provokasi negara-negara tetangganya yang dikomandoi oleh Amerika. Tapi Amerika selalu bilang sebaliknya : Korutlah sang provokator.
Perang "antar saudara" yang sering disebut Perang Korea ini sebenarnya tak pernah benar-benar usai. Untuk alasan itulah Amerika menempatkan 23.500-an pasukannya di Korea Selatan yang secara "provokatif" melakukan latihan perang. Ini yang bikin panas Korut sebenarnya.
Rakyat Korut hidup "berkekurangan" : dari
sejumlah media yang sudah meliput bisa memastikan itu. Mereka
bergantung pada bantuan dari China. Kekurangan bahan pangan dan
obat-obatan adalah persoalan serius paling utama.
Maka cara yang dipakai rezim Kim Jong Un memakai MANTRA perang abadi pada Amerika sebagai alat untuk men-"distract" atau mengalihkan perhatian rakyatnya dari kekurangan, dari kesusahan, dari kemiskinan.
Orang-orang di posisi marginal kebanyakan memang gampang mengunyah MANTRA.
Korut mengingatkan pada negeri tempatku tinggal saat ini. Pada politisi yang sibuk menjual Mantra. Mereka berkoalisi dengan golongan "maju tak gentar membela yang bayar" untuk menebar mantra-mantra ini.
Ada mantra tanpa modal bisa berkuasa, yang terkini Mantra berangkat Umroh dengan biaya seadanya dan Mantra Cepat Kaya tanpa Kerja. Yang paling laku tentu saja mantra "Hidup sejahtera bila saya yang berkuasa".
Di negeri yang gemah ripah loh jinawi ini, atas alasan kekuasaan banyak orang hidup dari menjual mantra. Dari mana mereka punya modal "kulakan" mantra? dari e-KTP, daging sapi, jual-beli jabatan dan kasus-kasus korup lainnya.
Tapi Mantra itu memang enak rasanya, mau bagaimana ? saking enaknya, yang mengunyah sampai tak bisa bedakan : itu permen atau menyan adanya.
** Foto diambil dari : www.libertyinnorthkorea.org
Dipimpin oleh Presiden, anak muda yang disebut kurang stabil secara emosi, Korut seakan tak henti menebar provokasi. Walau dari sejarah kita bisa membaca bahwa ini adalah respons dari ancaman tetangga-tetangganya, yang diprakarsai oleh Amerika.
Amerika paska aneksasi daratan Korea oleh saudara tua mereka : Jepang. Tahun 1948, dua saudara ini memutuskan berpisah membawa ideologi yang diusung induk semangnya. Di utara sosialis, di selatan kapitalis.
Ini adalah negara dengan sejumlah paradoks.
GDP per kapita penduduknya hanya $1000, hanya 1/25 dari GDP per kapita saudara kandungnya : Korea Selatan. Dan dengan GDP sebegitu, mereka masuk rangking 213 dari 230 dari negara termiskin di dunia (CIA World Factbook, 2016). Namun ... Korut adalah Negara dengan kekuatan tentara terbesar ke empat di dunia.
Kekuatan tentara sedemikian besar oleh sebagian besar "pengamat" ditengarai sebagai unjuk kekuatan supaya dia tak disebut sebagai negara inferior. Namun, ini sebenarnya ini adalah respon mereka terhadap provokasi negara-negara tetangganya yang dikomandoi oleh Amerika. Tapi Amerika selalu bilang sebaliknya : Korutlah sang provokator.
Perang "antar saudara" yang sering disebut Perang Korea ini sebenarnya tak pernah benar-benar usai. Untuk alasan itulah Amerika menempatkan 23.500-an pasukannya di Korea Selatan yang secara "provokatif" melakukan latihan perang. Ini yang bikin panas Korut sebenarnya.

Maka cara yang dipakai rezim Kim Jong Un memakai MANTRA perang abadi pada Amerika sebagai alat untuk men-"distract" atau mengalihkan perhatian rakyatnya dari kekurangan, dari kesusahan, dari kemiskinan.
Orang-orang di posisi marginal kebanyakan memang gampang mengunyah MANTRA.
Korut mengingatkan pada negeri tempatku tinggal saat ini. Pada politisi yang sibuk menjual Mantra. Mereka berkoalisi dengan golongan "maju tak gentar membela yang bayar" untuk menebar mantra-mantra ini.
Ada mantra tanpa modal bisa berkuasa, yang terkini Mantra berangkat Umroh dengan biaya seadanya dan Mantra Cepat Kaya tanpa Kerja. Yang paling laku tentu saja mantra "Hidup sejahtera bila saya yang berkuasa".
Di negeri yang gemah ripah loh jinawi ini, atas alasan kekuasaan banyak orang hidup dari menjual mantra. Dari mana mereka punya modal "kulakan" mantra? dari e-KTP, daging sapi, jual-beli jabatan dan kasus-kasus korup lainnya.
Tapi Mantra itu memang enak rasanya, mau bagaimana ? saking enaknya, yang mengunyah sampai tak bisa bedakan : itu permen atau menyan adanya.
** Foto diambil dari : www.libertyinnorthkorea.org
Comments
Post a Comment