Skip to main content

HIDUP YANG MEMANTUL


Saya hampir tak bisa melihatnya dari atas panggung, hingga ketika moderator membuka kesempatan bertanya. Dia sigap berdiri, mengacungkan tangan. Jelas terlihat diantara penanya lain yang rata-rata hanya duduk. Di seminar kemarin.

"Pak, mengapa anda mau mengambil resiko memulai sebuah usaha baru -dan itu usaha asuransi yang banyak orang meremehkan dan mencibir - saat satu usaha yang sudah dijalani sudah berjalan baik?", tanyanya.

"Pertanyaan yang sulit dijawab sebenarnya",kata saya. "Tapi oke, akan saya coba jawab".

Banyak masa sulit dalam hidup sudah saya lewati. Barangkali masa tersulit, dasar dari semua jurang kesulitan hidup adalah saat saya kuliah. Dan masa paling sulit itu bisa saya lalui dengan banyak tertawa dan aneka rupa kenangan.

Maka seperti bola basket, hidup saya dilemparkan ke atas, lalu jatuh dan memantul lagi ke atas. Maka seperti bola basket juga, bola dalam hidup saya tak akan berhenti memantul...ke atas, ke bawah, ke atas lagi hingga bola itu masuk ke keranjang/basket. Keranjang/basket itu adalah tujuan, goal, mission statement hidup saya : Sukses.

Mengapa orang banyak orang yang hidupnya "begitu-begitu" : tiap pagi bergerak di kemacetan untuk sore berada di gelombang kemacetan yang sama, lalu tanpa sadar sudah beruban dan tak sempat tahu bahwa dunia itu begitu luas dan indahnya. Saya kira, seperti bola basket, bila dia sudah tak lagi memantul, dia akan "terduduk" diam di pinggir lapangan. Tak bisa kemana-mana,

Memantul itu sakit. Tapi semakin tinggi tempat kita berasal, pantulan bola juga akan makin tinggi perginya. Namun, banyak orang yang takut menghadapi "rasa sakit" karena proses memantul itu, mereka takut oleh rasa takut yang mereka ciptakan sendiri. Takut miskin, takut lapar. Kadang kita suka lupa, sehingga ruang di hati kita hanya kita penuhi dengan kekhawatiran, tanpa menyisakan ruang untuk Sang Maha Penolong : Tuhan.

Maka, kembali lagi, Hidup itu soal pilihan. Kita mau menjadi bola basket yang memantul makin tinggi dan tinggi hingga masuk keranjang. Atau bola kempes, yang tak bisa memantul dan akhirnya teronggok di pojok lapangan. Tak berguna.

Comments

Popular posts from this blog

MAU JUAL GINJAL? BACA SAMPAI SELESAI !

Sudah dua tahun tak bertemu, seorang teman mengirimkan "broadcast message" (BM) di perangkat Blackberry saya. BM-nya agak mengerikan : dia mencari donor ginjal untuk saudaranya yang membutuhkan. Soal harga -bila pendonor bermaksud "menjual" ginjalnya bisa dibicarakan dengannya. Membaca BM itu, saya teringat kisah pak Dahlan Iskan dalam bukunya GANTI HATI. Dengan jenaka beliau bercanda, bahwa kini dia memiliki 2 bintang seharga masing-masing 1 milyar, satu bintang yang biasa dia kendarai kemana-mana (logo mobil Mercedez) dan satu bintang jahitan di perutnya hasil operasi transplatasi hati. Ya, hati pak Dahlan "diganti" dengan hati seorang anak muda dari Cina, kabarnya harganya 1 miliar. Lalu, iseng-iseng saya browsing, dan ketemulah data ini, Data Harga organ tubuh manusia di pasar gelap (kondisi sudah meninggal dibawah 10 jam, sumber :http://namakuddn.wordpress.com/2012/04/27/inilah-daftar-harga-organ-tubuh-manusia-di-pasar-gelap/) 1. Sepasang bola mata: U

KAN SAYA MASIH HIDUP ...

“Harta, sebenarnya belum bisa dikatakan pembagian harta karena saya masih hidup. Tetapi saya tetap akan membagikan hak mereka masing-masing sesuai dengan peraturan agama,” ujar ibu Fariani. Ibu Fariani adalah seorang ibu dengan empat orang anak yang baru saja ditinggalkan suaminya Ipda Purnawirawan Matta. Almarhum meninggalkan harta waris berupa tanah, rumah dan mobil senilai Rp 15 Miliar. Pada bulan Maret 2017, ketiga anak ibu Fariani mendaftarkan gugatan ke Pengadilan Agama Kota Baubau, Sulawesi Tenggara dengan nomor 163/ptg/ 2013/PA/2017, yang inti gugatannya : Meminta bagian mereka selaku ahli waris yang sah atas harta waris almarhum ayah mereka. Dunia makin aneh? Anak kurang ajar? Tidak. Banyak orang yang memiliki pendapat seperti ibu Fariani, sebagaimana yang saya kutip di paragraf pertama di atas. Pendapat yang KELIRU. Begitu seorang suami meninggal dunia, maka hartanya tidak serta merta menjadi miliki istri atau anak-anaknya. Harta itu berubah menjadi h

CERITA 19 EKOR SAPI

Dul Kemit, Dede dan Khomsul datang ke rumah pak Lurah sambil bersungut-sungut. Mereka mencari orang yang bisa menyelesaikan masalah mereka. Pak Lurah menyambut mereka, dan tiga bersaudara ini menyampaikan masalahnya. Ayah Dul Kemit, Dede dan Khomsul baru saja meninggal seminggu lalu. Ceritanya, almarhum ayah meninggalkan WASIAT bahwa 19 ekor sapi yang ditinggalkan dibagi untuk mereka bertiga dengan porsi : Dul Kemit 1/2 bagian, Dede 1/4 bagian dan Khomsul 1/5 bagian. Pak Lurah pusing menghitung pembagiannya, karena pesan almarhum adalah saat membagi : sapi tidak boleh disembelih, dijual atau dikurangi. Untuk itu dia minta bantuan pak Bhabin dan Babinsa. Lalu pak Bhabin bilang", Sapi ada 19. Mau dibagi untuk Anak pertama 1/2, anak kedua 1/4 dan anak ketiga 1/5 tanpa menyembelih, tanpa mengurangi". Ketiga bersaudara itu menangguk-angguk. "Oke kalau begitu, supaya tidak berantem, saya akan sumbangkan satu ekor sapi milik saya untuk MENGG