Skip to main content

Ibu Lies Berbagi Cerita

Seperti biasa, sembari menunggu klien datang saat janjian miting, saya sempatkan browsing kanan kiri.  Facebook, twitter, Gmail sudah terbuka di desktop. Pandangan saya tertumbuk cerita dari salah satu mentor saya, ibu Lies Sudianti, - ibu luar biasa, founder komunitas PROFEC-  saat beliau memberikan sharing di hadapan calon pensiunan PNS sebuah instansi.

Saya kutipkan sebagian cerita ibu Lies :

 ".... Berdasarkan pengalaman yang saya alami dalam kelas sejenis, satu satunya cara untuk building trust adalah menceritakan pengalaman saya kala menjelang pensiun, saya juga cerita bahwa kala saya menyatakan siap itu berdasarkan situasi kala masih bekerja masih punya posisi di kantor, dan saya ceritakan kepada mereka bahwa begitu saya benar benar pensiun situasinya berubah total, awal awal masih banyak teman apalagi kala uang pensiun masih cukup banyak namun lama lama susahnya bukan main. Saya yang bekerja sebagai manager di perusahaan global seperti Nissan Motor Indonesia merasakan kenyamanan dengan fasilitas yang saya dapatkan di kantor, semua tinggal perintah, saya betul betul menerapkan ilmu management yang menyatakan bahwa fungsi manager itu adalah get the things done through other people. Begitu pensiun baru sadar bahwa kalau mau merintis usaha kita harus mengerjakan sendiri semuanya dari A sampai Z. Untung kala itu anak anak masih kuliah dan ada yang masih SMU jadi mereka masih bisa dimintain tolong tapi setelah mereka sendiri sibuk dengan aktifitas masing masing, saya baru merasa betapa sulitnya memulai usaha setelah sudah pensiun.

Tawaran tawaran kerja sama yang menggiurkan hanya mempercepat habisnya uang simpanan karena tidak memahami bisnis yang ditawarkan tsb, juga keinginan untuk dapat keuntungan besar dalam waktu cepat membuat saya juga sering ketipu dengan jumlah yang cukup besar.

Mendengar penjelasan saya yang sengaja saya dramatisir sehingga menggambarkan betapa sialnya dan salah jalannya saya nampak para peserta mulai antusias bahkan saking menjiwai cerita saya seolah mereka yang sedang berada di posisi saya sendiri.... hahaha moga moga mereka engga ada di milis ini. Dan akhirnya semua berebutan bertanya dan mengeluh karena selama kerja saja gaji engga cukup gimana nanti kalau sudah pensiun. Jujur hampir 60 persen tidak siap bukan secara financial (karena setidaknya mereka punya modal dari uang pensiun) namun banyak yang tidak siap secara mental. Dan saya yakin mereka yang jabatannya tinggi walau di kelas nampak lebih banyak menyimak dan sama sekali tidak berkomentar justru yang paling tegang moga moga tidak akan mengalami post power syndrome..."


Antri ambil pensiun (Foto : Antarafoto)
 Tentu saya tidak ada sefasih bu Lies ketika bercerita soal "dunia pensiun". Walau sudah memutuskan pensiun dari dunia kantoran 7 tahun lalu.  Tapi beliau sudah menjelaskan dengan sangat baik, betapa PERSIAPAN itu menjadi sangat penting.

Banyak yang mencibir ketika saya bertemu beberapa teman dan mulai sharing soal Asuransi.  Ya, sharing, karena saya cuma mau meng-edukasi, itu bagian dari Syiar saya.  Perkara kemudian closing, anggap itu sebagai bonus saja.

Yang mereka cibirkan pertama, adalah "ngapain lagi ikut jualan asuransi, emang duitnya kurang?".  Saya selalu bilang, kalau -misalnya- ini semata soal uang, maka saya harus sampaikan Tuhan menyediakan 9 pintu rezeki buat kita semua, dan  saya merasa baru membuka 3 atau 4.  Saya harus mensyukuri, Tuhan masih memberi kekuatan untuk membuka 5 pintu rezeki lain, mungkin dari "menjual" Asuransi.  Ngapain kita sombong dengan mencibir, melihat kenyataan bahwa masih banyak pintu rezeki yang belum kita buka (apalagi dengan "menyangkal kenyataan" posisi masih ber-kekurangan- secara materi, alias kismin : dan terus berpura-pura dan bohong pada diri sendiri untuk tambil dengan "casing" kaya).

Sebagian lagi saya jawab, bahwa ini juga bukan semata soal uang.  Bayangkan betapa bahagianya kita, melihat KELUARGA teman atau sahabat yang sempat kita "ajarin" dan "ingatkan" soal pentingnya asuransi dan kemudian memiliki polis yang bisa diwariskan ?
Tak sedikit juga saya jawab, ini adalah "sekolah" saya selanjutnya, sekolah untuk belajar mengelola uang dengan baik. Sekolah setelah banyak sekali kesalahan yang saya buat di masa lalu.   Kewajiban saya berbagi ilmu dari sekolah baru saya ini.

Cerita ibu Lies di atas hebat sekali.  Terutama statement ", Dan akhirnya semua berebutan bertanya dan mengeluh karena selama kerja saja gaji engga cukup gimana nanti kalau sudah pensiun". Ya, bukan karena tidak siap modal untuk usahanya, kan ada duit pensiun, tapi mereka tak siap mengelola uang mereka supaya produktif dan "cukup".

Maka, membaca cerita ibu Lies, saya - di depan komputer sambil mencuwil sepotong bakso tahu dari Semarang - akan terus meyakinkan anda sobat-sobat semua, bersiaplah :
1. Hitung Nilai Ekonomis Anda (bagi yg belum tau caranya, baca postingan saya yang kemarin2)
2. Sisihkan Uang Kecil , untuk Mengamankan Uang Besar Anda
3. Panggil saya atau Financial Planner dekat anda untuk sharing ilmu serta membantu prosesnya
4. Tandatangani polisnya, bungkus dengan kertas kado paling indah, dan berikan pada pasangan anda; sebagai kado super indah sepanjang hidupnya.

Maka coba, baca lagi cerita bu Lies yang saya kutip di atas.  Bila benar, sampai kapan anda akan mau menyangkalnya ?



Comments

Popular posts from this blog

MAU JUAL GINJAL? BACA SAMPAI SELESAI !

Sudah dua tahun tak bertemu, seorang teman mengirimkan "broadcast message" (BM) di perangkat Blackberry saya. BM-nya agak mengerikan : dia mencari donor ginjal untuk saudaranya yang membutuhkan. Soal harga -bila pendonor bermaksud "menjual" ginjalnya bisa dibicarakan dengannya. Membaca BM itu, saya teringat kisah pak Dahlan Iskan dalam bukunya GANTI HATI. Dengan jenaka beliau bercanda, bahwa kini dia memiliki 2 bintang seharga masing-masing 1 milyar, satu bintang yang biasa dia kendarai kemana-mana (logo mobil Mercedez) dan satu bintang jahitan di perutnya hasil operasi transplatasi hati. Ya, hati pak Dahlan "diganti" dengan hati seorang anak muda dari Cina, kabarnya harganya 1 miliar. Lalu, iseng-iseng saya browsing, dan ketemulah data ini, Data Harga organ tubuh manusia di pasar gelap (kondisi sudah meninggal dibawah 10 jam, sumber :http://namakuddn.wordpress.com/2012/04/27/inilah-daftar-harga-organ-tubuh-manusia-di-pasar-gelap/) 1. Sepasang bola mata: U

KAN SAYA MASIH HIDUP ...

“Harta, sebenarnya belum bisa dikatakan pembagian harta karena saya masih hidup. Tetapi saya tetap akan membagikan hak mereka masing-masing sesuai dengan peraturan agama,” ujar ibu Fariani. Ibu Fariani adalah seorang ibu dengan empat orang anak yang baru saja ditinggalkan suaminya Ipda Purnawirawan Matta. Almarhum meninggalkan harta waris berupa tanah, rumah dan mobil senilai Rp 15 Miliar. Pada bulan Maret 2017, ketiga anak ibu Fariani mendaftarkan gugatan ke Pengadilan Agama Kota Baubau, Sulawesi Tenggara dengan nomor 163/ptg/ 2013/PA/2017, yang inti gugatannya : Meminta bagian mereka selaku ahli waris yang sah atas harta waris almarhum ayah mereka. Dunia makin aneh? Anak kurang ajar? Tidak. Banyak orang yang memiliki pendapat seperti ibu Fariani, sebagaimana yang saya kutip di paragraf pertama di atas. Pendapat yang KELIRU. Begitu seorang suami meninggal dunia, maka hartanya tidak serta merta menjadi miliki istri atau anak-anaknya. Harta itu berubah menjadi h

CERITA 19 EKOR SAPI

Dul Kemit, Dede dan Khomsul datang ke rumah pak Lurah sambil bersungut-sungut. Mereka mencari orang yang bisa menyelesaikan masalah mereka. Pak Lurah menyambut mereka, dan tiga bersaudara ini menyampaikan masalahnya. Ayah Dul Kemit, Dede dan Khomsul baru saja meninggal seminggu lalu. Ceritanya, almarhum ayah meninggalkan WASIAT bahwa 19 ekor sapi yang ditinggalkan dibagi untuk mereka bertiga dengan porsi : Dul Kemit 1/2 bagian, Dede 1/4 bagian dan Khomsul 1/5 bagian. Pak Lurah pusing menghitung pembagiannya, karena pesan almarhum adalah saat membagi : sapi tidak boleh disembelih, dijual atau dikurangi. Untuk itu dia minta bantuan pak Bhabin dan Babinsa. Lalu pak Bhabin bilang", Sapi ada 19. Mau dibagi untuk Anak pertama 1/2, anak kedua 1/4 dan anak ketiga 1/5 tanpa menyembelih, tanpa mengurangi". Ketiga bersaudara itu menangguk-angguk. "Oke kalau begitu, supaya tidak berantem, saya akan sumbangkan satu ekor sapi milik saya untuk MENGG