Jadi ini masih sekitar "pola pikir" di belakang proyek DIY (Do It Yourself) Pembangkit Listrik tenaga Surya di Rumah saya. kali ini saya tak membahas soal teknologi atau modalnya, tapi lebih ke "cara pandang" soal uang... lho, apa hubungannya.Sudah pernah diceritakan dalam dua postingan sebelumnya, untuk pembangunan proyek PLTS berkekuatan 800 Watt Peak (800Wp) ini saya berinvestasi sekitar Rp 8 juta. Energi listrik yang dihasilkan dipakai untuk menghidupi PC dengan dua monitor dari jam 8 -17, dua tivi bergantian, dua laptop, modem router dan charger hape. Kira-kira perangkat itu makan energi 2 Kilowatt per hari, artinya saya bisa hemat Rp 100ribuan per bulan.
Ada komentar ",Lama balik modalnya ya. Investasi Rp 8 juta, hemat tagihan listrik hanya 100ribuan perak per bulan. Bakalan 8 tahun baru BEP. Mending Rp 8 juta itu dimasukkin reksadana saham, asumsi return 10% pa, tahun ke 10 jadi Rp 20 jutaan".
Betul, itu kalau kita memiliki cara pandang PLTS ini masuk OPEX atau Operational Expenditure, alias dilihat hanya sebagai penghematan biaya operasional.
Tapi coba pandang dari sisi CAPEX atau Capital Expenditure seperti yang saya pakai. Begini hitungan saya :
Investasi 8 juta, hemat cuma Rp 100ribu per bulan, balik modal 8 tahun. Tapi bayangkan, Rp 100ribu per bulan hasil penghematan itu dimasukkan reksadana saham. Katakan return 10% p.a, maka 10 tahun lagi kita punya Rp 20 jutaan di reksadana kita PLUS ... kita punya instalasi PLTS yang bisa dipakai hingga 5-10 tahun ke depannya lagi. Belum lagi bonus dapat ilmu karena praktek, siapa tahu bisa buka jasa konsultan instalasi PLTS suatu hari nanti.
Cara pandang inilah yang membuat ada orang yang penghasilannya kelihatannya biasa saja, tapi tak pernah banyak memiliki masalah keuangan. Tapi di sisi lain, ada yang income-nya besar tapi tak punya investasi apa-apa.
Cara pandang yang sama, bisa diterapkan ketika anda akan membeli rumah, mobil atau asset lain.
Namun bila untuk menghitung rencana "investasi" nikah lagi sih nggak bisa... karena cara perhitungannya berbeda, namanya CAPEK
Comments
Post a Comment