"Apa kesulitan yang kamu hadapi ketika usahamu sudah mulai jalan, Bas", tanya seorang teman yang baru saja "resign" dari kantornya.
Saya tunjukkan foto ini. Foto tahun 2008, ketika MISTERBLEK berusia dua tahun. Ini adalah foto ketika kami "cari duit" dengan cara ngamen dari satu event ke event lain. Dengan pengalaman di pekerjaan dulu ikut-ikut event, saya tahu triknya bagaimana caranya agar peserta dan penonton event bisa "dibuat" ngantri beli dagangan kita.
Laris manis, tanjung kimpul. Dagangan laris, duit ngumpul. Seneng? Pasti. Duitnya saya nikmati sendiri? Tidak. Ada karyawan yang ikut mengerjakan.
"Itulah tantangannya. Kalau kita punya usaha, semua-muanya kita mau lakukan sendiri -katanya- namanya serakah. Duitnya lari ke kita semua, tapi mungkin ya kurang berkah", Jelas saya.
Cobaan karena pengen "menguasai" sendiri : banyak.
Pertama, Karena takut menggaji orang (karena kalau menggaji orang, kita merasa duit bagian kita berkurang); maka kita punya keterbatasan. Tak bisa memenuhi tanggung jawab pekerjaan lain yang lebih besar. Akhirnya bisnisnya ya sebenarnya segitu-gitu aja, nggak bisa besar.
Kedua, karena semua kita kerjakan sendiri, tak ada waktu untuk berfikir secara jernih. Pernah suatu kali saya menerima Pesanan untuk sebuah acara, nilainya besar tapi bayarnya mundur sebulan.
Saking semangat (dan tak berfikir jernih) order saya ambil.
Karena duit cekak, modalnya NGUTANG ke teman (dengan janji pada saat pembayaran cair, saya bagi hasilnya untuk dia). Ternyata bisnis tak semudah tulisan di atas kertas. Modal habis, pembayaran molor-molor sampai akhirnya kalau dihitung tak ada untung... dan pinjaman ke teman meleset. Boro-boro ngasih bagian keuntungan, bayar tepat waktupun tak bisa.
Malah, pada suatu ketika : modalnya dapat dari ngutang, tagihan "ditembak" orang. Alias tak dibayar, ratusan juta.
Makanya, sering saya bilang ke teman-teman : bisnis itu jangan kelihatan "wah" di luarnya saja. Kalau kelihatan "wah", keren, glamor : saya justru curiga. Sekedar untuk menutupi "borok" di dalam usahanya itu. Misalnya : Untung yang sebenarnya kecil, atau ada hutang yang belum terbayar.
Kenapa saya berani bilang begitu? Sepuluh tahun lalu, saya sudah mengalaminya. Semua saya kerjakan sendiri. Akhirnya, Keren di luar, kropos di saldo rekening.
Maka, usaha adalah LADANG kita BERBAGI. Bagi-bagi kesempatan usaha, bagi-bagi ilmu dan tentu bagi-bagi rezeki. Nggak "wah", nggak apa-apa.
Yang penting saldo rekeningnya...
Saya tunjukkan foto ini. Foto tahun 2008, ketika MISTERBLEK berusia dua tahun. Ini adalah foto ketika kami "cari duit" dengan cara ngamen dari satu event ke event lain. Dengan pengalaman di pekerjaan dulu ikut-ikut event, saya tahu triknya bagaimana caranya agar peserta dan penonton event bisa "dibuat" ngantri beli dagangan kita.
Laris manis, tanjung kimpul. Dagangan laris, duit ngumpul. Seneng? Pasti. Duitnya saya nikmati sendiri? Tidak. Ada karyawan yang ikut mengerjakan.
"Itulah tantangannya. Kalau kita punya usaha, semua-muanya kita mau lakukan sendiri -katanya- namanya serakah. Duitnya lari ke kita semua, tapi mungkin ya kurang berkah", Jelas saya.
Cobaan karena pengen "menguasai" sendiri : banyak.
Pertama, Karena takut menggaji orang (karena kalau menggaji orang, kita merasa duit bagian kita berkurang); maka kita punya keterbatasan. Tak bisa memenuhi tanggung jawab pekerjaan lain yang lebih besar. Akhirnya bisnisnya ya sebenarnya segitu-gitu aja, nggak bisa besar.
Kedua, karena semua kita kerjakan sendiri, tak ada waktu untuk berfikir secara jernih. Pernah suatu kali saya menerima Pesanan untuk sebuah acara, nilainya besar tapi bayarnya mundur sebulan.
Saking semangat (dan tak berfikir jernih) order saya ambil.
Karena duit cekak, modalnya NGUTANG ke teman (dengan janji pada saat pembayaran cair, saya bagi hasilnya untuk dia). Ternyata bisnis tak semudah tulisan di atas kertas. Modal habis, pembayaran molor-molor sampai akhirnya kalau dihitung tak ada untung... dan pinjaman ke teman meleset. Boro-boro ngasih bagian keuntungan, bayar tepat waktupun tak bisa.
Malah, pada suatu ketika : modalnya dapat dari ngutang, tagihan "ditembak" orang. Alias tak dibayar, ratusan juta.
Makanya, sering saya bilang ke teman-teman : bisnis itu jangan kelihatan "wah" di luarnya saja. Kalau kelihatan "wah", keren, glamor : saya justru curiga. Sekedar untuk menutupi "borok" di dalam usahanya itu. Misalnya : Untung yang sebenarnya kecil, atau ada hutang yang belum terbayar.
Kenapa saya berani bilang begitu? Sepuluh tahun lalu, saya sudah mengalaminya. Semua saya kerjakan sendiri. Akhirnya, Keren di luar, kropos di saldo rekening.
Maka, usaha adalah LADANG kita BERBAGI. Bagi-bagi kesempatan usaha, bagi-bagi ilmu dan tentu bagi-bagi rezeki. Nggak "wah", nggak apa-apa.
Yang penting saldo rekeningnya...
Comments
Post a Comment