Karir saya di dunia "perkoranan" dulu dimulai dari Bagian Sirkulasi. Dan Sirkulasi menjadi bagian yang tak terpisahkan dari 14 tahun karir saya kemudian. Semacam mendarah daging.
Apa sih pekerjaan orang bagian Sirkulasi? Dia bertanggungjawab sejak koran keluar dari mesin cetak, memastikan koran terkirim ke semua jaringan penjualan dan pelanggan di seluruh Indonesia dalam waktu sama sebelum jam 6 pagi, dan siap ditagih oleh bagian keuangan. Bagian Sirkulasi berusaha jumlah koran yang dijual selalu besar, karena biaya untuk mencetak koran makin lama makin tinggi. Mereka dituntut harus kreatif menciptakan program penjualan, gimmick untuk pelanggan agar setoran uang tidak turun.
Tapi belakangan saya menyadari (setelah 10 tahun menjalani karier sebagai orang sirkulasi), bahwa di organisasi penerbitan koran : orang sirkulasi paling tahu soal lapangan penjualan koran tapi tak pernah (punya kesempatan untuk) membuat keputusan soal sirkulasi.
Ketika direksi berangkat dari rumahnya menuju kantor dan melihat pengecer tak membawa koran, maka buru-buru dia menelepon orang Sirkulasi. "Besok oplah ditambah, ini pengecer dekat rumah saya tak kebagian",perintahnya. Padahal, pengecer tak kebagian karena punya hutang sama agennya, jadi tak dikasih koran. Tapi apa boleh buat, karena bos yang minta ... cetak koran ditambah. Padahal belum perlu.
Ketika redaksi mewawancara narasumber, dan narasumber bilang tak pernah terima koran maka mereka akan telepon Pemred, Pemred telepon Pimpinan Perusahaan atau Direksi bilang "Koran kita tak pernah sampai narasumber, besok minta dikirim",perintahnya. Maka orang Sirkulasi akan buru-buru mengirim ke narasumber, yang sebenernya pengen koran/majalah gratisan saja...tak mau beli. Sementara orang sirkulasi berfikir efisiensi itu adalah mengurangi koran/majalah gratisan.
Ketika dalam rapat orang Keuangan bilang bahwa Penagihan di agen seret, akibat banyak agen telat bayar. Maka solusi yang mereka usulkan adalah memotong, mengurangi dan bahkan menghentikan pengiriman koran ke agen. Bukannya mereka berusaha menggencarkan kegiatan penagihan, tapi minta jumlah cetak dipotong. Jumlah cetak dipotong berarti peredaran turun, jumlah terjual berpotensi turun. Direksi cenderung setuju, karena memotong jumlah cetak identik dengan "penghematan" biaya cetak. Salah kaprah.
Saat orang bagian umum yang mengelola Gudang mengeluh pada Manager Umum, dan Manager Umum melapor pada direksi bahwa Gudang untuk menyimpan koran/majalah RETUR cepat penuh : maka Manajer Umum dan Direksi berkesimpulan Cetak koran kebanyakan, sehingga hanya jadi retur (tak melihat kondisi hujan, atau Satpol PP lagi ganas ngegaruk pengecer), keluarlah keputusan cetak dikurangi.
Sehingga orang sirkulasi, yang (seharusnya) paling mengerti kondisi sirkulasi, tapi sesungguhnya tak pernah (punya kuasa) mengambil keputusan soal Sirkulasi.
Tapi orang sirkulasi -macam saya dulu- tidak sendiri. Banyak orang yang hidup, tahu tentang kehidupannya, tapi tak bisa mengambil keputusan soal hidupnya sendiri.
Hidupnya tergantung pada keputusan orang tua, mertua... dan bos-nya di kantor.
Kalau mereka tak berani mengambil keputusan "mengubah haluan" maka pilihan mereka hanya dua : Dipaksa atau Terpaksa keluar dari "zona nyaman"-nya. Nyaman disuruh-suruh saja...
Maka hari-hari ini, penting untuk jadi orang merdeka. Supaya tak cuma kelihatan gagah garang di sosial media, tapi aslinya -di dunia nyata - macam kucing tua penyakitan yang bulunya basah kuyup kehujanan. Tak berdaya.
Apa sih pekerjaan orang bagian Sirkulasi? Dia bertanggungjawab sejak koran keluar dari mesin cetak, memastikan koran terkirim ke semua jaringan penjualan dan pelanggan di seluruh Indonesia dalam waktu sama sebelum jam 6 pagi, dan siap ditagih oleh bagian keuangan. Bagian Sirkulasi berusaha jumlah koran yang dijual selalu besar, karena biaya untuk mencetak koran makin lama makin tinggi. Mereka dituntut harus kreatif menciptakan program penjualan, gimmick untuk pelanggan agar setoran uang tidak turun.
Tapi belakangan saya menyadari (setelah 10 tahun menjalani karier sebagai orang sirkulasi), bahwa di organisasi penerbitan koran : orang sirkulasi paling tahu soal lapangan penjualan koran tapi tak pernah (punya kesempatan untuk) membuat keputusan soal sirkulasi.
Ketika direksi berangkat dari rumahnya menuju kantor dan melihat pengecer tak membawa koran, maka buru-buru dia menelepon orang Sirkulasi. "Besok oplah ditambah, ini pengecer dekat rumah saya tak kebagian",perintahnya. Padahal, pengecer tak kebagian karena punya hutang sama agennya, jadi tak dikasih koran. Tapi apa boleh buat, karena bos yang minta ... cetak koran ditambah. Padahal belum perlu.
Ketika redaksi mewawancara narasumber, dan narasumber bilang tak pernah terima koran maka mereka akan telepon Pemred, Pemred telepon Pimpinan Perusahaan atau Direksi bilang "Koran kita tak pernah sampai narasumber, besok minta dikirim",perintahnya. Maka orang Sirkulasi akan buru-buru mengirim ke narasumber, yang sebenernya pengen koran/majalah gratisan saja...tak mau beli. Sementara orang sirkulasi berfikir efisiensi itu adalah mengurangi koran/majalah gratisan.
Ketika dalam rapat orang Keuangan bilang bahwa Penagihan di agen seret, akibat banyak agen telat bayar. Maka solusi yang mereka usulkan adalah memotong, mengurangi dan bahkan menghentikan pengiriman koran ke agen. Bukannya mereka berusaha menggencarkan kegiatan penagihan, tapi minta jumlah cetak dipotong. Jumlah cetak dipotong berarti peredaran turun, jumlah terjual berpotensi turun. Direksi cenderung setuju, karena memotong jumlah cetak identik dengan "penghematan" biaya cetak. Salah kaprah.
Saat orang bagian umum yang mengelola Gudang mengeluh pada Manager Umum, dan Manager Umum melapor pada direksi bahwa Gudang untuk menyimpan koran/majalah RETUR cepat penuh : maka Manajer Umum dan Direksi berkesimpulan Cetak koran kebanyakan, sehingga hanya jadi retur (tak melihat kondisi hujan, atau Satpol PP lagi ganas ngegaruk pengecer), keluarlah keputusan cetak dikurangi.
Sehingga orang sirkulasi, yang (seharusnya) paling mengerti kondisi sirkulasi, tapi sesungguhnya tak pernah (punya kuasa) mengambil keputusan soal Sirkulasi.
Tapi orang sirkulasi -macam saya dulu- tidak sendiri. Banyak orang yang hidup, tahu tentang kehidupannya, tapi tak bisa mengambil keputusan soal hidupnya sendiri.
Hidupnya tergantung pada keputusan orang tua, mertua... dan bos-nya di kantor.
Kalau mereka tak berani mengambil keputusan "mengubah haluan" maka pilihan mereka hanya dua : Dipaksa atau Terpaksa keluar dari "zona nyaman"-nya. Nyaman disuruh-suruh saja...
Maka hari-hari ini, penting untuk jadi orang merdeka. Supaya tak cuma kelihatan gagah garang di sosial media, tapi aslinya -di dunia nyata - macam kucing tua penyakitan yang bulunya basah kuyup kehujanan. Tak berdaya.
Comments
Post a Comment