Skip to main content

TADI MALAM KETEMU RATIMAN

Hujan belum lelah turun sedari siang, suaranya gemeretak menghantam atap seng warung Bubur tempatku "hang out" menunggu si bungsu selesai les tambahan.

Aroma indomie rebus yang sedang dinikmati pria sebelah sangat menggoda. Kopi tubruk liong bulan di hadapan saya tinggal separo, indomie rebus di mangkoknya sudah tandas pula. Hujan masih deras, dan kami mengobrol begitu saja.

"Ratiman",katanya mengenalkan diri. Dia sudah empat tahun tinggal di Bogor, mengontrak sebuah bilik di Jl. Malabar Ujung bersama (lebih pasnya bergantian) dengan seorang teman sekampungnya yang berjualan nasi goreng keliling. Dia menempati bilik itu malam hari, temannya tidur pada siang hari.

Saat dia menyebut Jl. Malabar Ujung, ingatanku terlempar ke tahun 1990. Di kost-an sahabat saya Fikri Satriawan Fachrudin, tempatku menumpang sementara-kadang tidur beralas karton tebal bekas bungkus kulkas dulu saat kost ku di Bagunde habis masa sewanya.

Foto Illustrasi, ini bukan Ratiman tapi Iyus (Karyawan saya)
"Masih ada empat tempat lagi pak",katanya saat saya tanya apakah dia mau pulang kerja. Ratiman bekerja pada sebuah perusahaan jasa "outsource" tenaga kerja, dia bertugas mengelap kulkas display minuman ringan di hampir semua minimarket dalam daftar.

"Sehari saya harus keliling 20 target, dari jam 9 pagi sampai jam 5 sore. Kalau lancar, jam 3 sore pekerjaan saya beres, saya langsung ngojek online sampai jam 11 malam mas",katanya sambil menghirup rokok dalam kepitan jarinya.

Uang gajian dan hasil ojek dia kirimkan ke Bobotsari, kampungnya. "Buat bantu emak nyicil beli sawah". Lalu bercerita tentang rencana-rencana besar hidupnya. Menikah, punya anak, bantu emak.
Hujan tinggal rintik, kami bersalaman berpisah. Bergegas menuju mobil yang saya parkir di Restoran makanan siap saji ala amerika. Saya melihat anak-anak muda, yang sibuk berdiskusi, menghadapi laptop mereka, beberapa bersenda gurau. Saya tak tahu, apakah mereka juga punya rencana-rencana besar seperti Ratiman.

Setidaknya dari Ratiman saya belajar, walau secara "struktur" dia harus berjuang keras naik kelas dalam struktur persaingan hidup di negeri ini : dia punya impian dan berusaha.

Tak hanya sok-sok kritis, menunggu nasib mengandalkan label sarjana dan hidup bergantung memberatkan orang tua. Di situ-situ saja.

Comments

Popular posts from this blog

MAU JUAL GINJAL? BACA SAMPAI SELESAI !

Sudah dua tahun tak bertemu, seorang teman mengirimkan "broadcast message" (BM) di perangkat Blackberry saya. BM-nya agak mengerikan : dia mencari donor ginjal untuk saudaranya yang membutuhkan. Soal harga -bila pendonor bermaksud "menjual" ginjalnya bisa dibicarakan dengannya. Membaca BM itu, saya teringat kisah pak Dahlan Iskan dalam bukunya GANTI HATI. Dengan jenaka beliau bercanda, bahwa kini dia memiliki 2 bintang seharga masing-masing 1 milyar, satu bintang yang biasa dia kendarai kemana-mana (logo mobil Mercedez) dan satu bintang jahitan di perutnya hasil operasi transplatasi hati. Ya, hati pak Dahlan "diganti" dengan hati seorang anak muda dari Cina, kabarnya harganya 1 miliar. Lalu, iseng-iseng saya browsing, dan ketemulah data ini, Data Harga organ tubuh manusia di pasar gelap (kondisi sudah meninggal dibawah 10 jam, sumber :http://namakuddn.wordpress.com/2012/04/27/inilah-daftar-harga-organ-tubuh-manusia-di-pasar-gelap/) 1. Sepasang bola mata: U

KAN SAYA MASIH HIDUP ...

“Harta, sebenarnya belum bisa dikatakan pembagian harta karena saya masih hidup. Tetapi saya tetap akan membagikan hak mereka masing-masing sesuai dengan peraturan agama,” ujar ibu Fariani. Ibu Fariani adalah seorang ibu dengan empat orang anak yang baru saja ditinggalkan suaminya Ipda Purnawirawan Matta. Almarhum meninggalkan harta waris berupa tanah, rumah dan mobil senilai Rp 15 Miliar. Pada bulan Maret 2017, ketiga anak ibu Fariani mendaftarkan gugatan ke Pengadilan Agama Kota Baubau, Sulawesi Tenggara dengan nomor 163/ptg/ 2013/PA/2017, yang inti gugatannya : Meminta bagian mereka selaku ahli waris yang sah atas harta waris almarhum ayah mereka. Dunia makin aneh? Anak kurang ajar? Tidak. Banyak orang yang memiliki pendapat seperti ibu Fariani, sebagaimana yang saya kutip di paragraf pertama di atas. Pendapat yang KELIRU. Begitu seorang suami meninggal dunia, maka hartanya tidak serta merta menjadi miliki istri atau anak-anaknya. Harta itu berubah menjadi h

CERITA 19 EKOR SAPI

Dul Kemit, Dede dan Khomsul datang ke rumah pak Lurah sambil bersungut-sungut. Mereka mencari orang yang bisa menyelesaikan masalah mereka. Pak Lurah menyambut mereka, dan tiga bersaudara ini menyampaikan masalahnya. Ayah Dul Kemit, Dede dan Khomsul baru saja meninggal seminggu lalu. Ceritanya, almarhum ayah meninggalkan WASIAT bahwa 19 ekor sapi yang ditinggalkan dibagi untuk mereka bertiga dengan porsi : Dul Kemit 1/2 bagian, Dede 1/4 bagian dan Khomsul 1/5 bagian. Pak Lurah pusing menghitung pembagiannya, karena pesan almarhum adalah saat membagi : sapi tidak boleh disembelih, dijual atau dikurangi. Untuk itu dia minta bantuan pak Bhabin dan Babinsa. Lalu pak Bhabin bilang", Sapi ada 19. Mau dibagi untuk Anak pertama 1/2, anak kedua 1/4 dan anak ketiga 1/5 tanpa menyembelih, tanpa mengurangi". Ketiga bersaudara itu menangguk-angguk. "Oke kalau begitu, supaya tidak berantem, saya akan sumbangkan satu ekor sapi milik saya untuk MENGG