Hari ini, Senin yang malas 6 September 2021.
Surat ini Bapak tulis di pelatihan Transphosis, pada September yang mulai basah oleh hujan lima tahun lalu. Sekarang kita berdua sedang berdebat di sebuah sudut Junus Straat Wageningen, dalam kedai kopi Columbus yang tua, bersahaja namun hangat.
Aku bilang kopi Gayo lebih intens, dan kamu -Alifa Putri Anarghya- tak sepakat. Sebagaimana biasa, kamu bersikukuh pada pendapatmu sendiri, kopi Jamaika lebih intim dan wangi. Sementara adikmu, Divaprillia Putri seperti biasa sedang sibuk berdebat dengan mamahmu soal konsep Video Blog yang akan dia unggah minggu ini.
Alifa dan Diva, saat menulis surat ini untuk kalian, Bapakmu hanyalah
semacam ulat bulu di mata sebagian orang. Beberapa orang akan jijik
takut terkena buluku yang gatal, dan takut daun yang mereka miliki akan
habis kumakan. Tapi saat menulis surat ini pula, Bapak ingat tutur guru
yang mengajar di sekolah pertanian dulu, seekor ulat kelak akan menjadi
kempompong dan kemudian menjelma cantik menjadi kupu-kupu.
Alifa dan Diva, tak lama lagi Bapak akan menjadi kempompong kemudian kupu-kupu. Dan Bapak ingin kalian menjadi saksi perubahan itu.
Kalian sudah menjadi saksi manusia begegas sibuk di Scotts Road menuju Orchard, ketekunan loper koran yang kedinginan di perempatan Tsim Sha Shui dekat Masjid Kowloon, serta hiruk pikuk penumpang perahu di Saphan Taksin Pier menuju tempat kerja mereka. Bapak ingin kamu menjelajah ke bagian dunia yang lebih jauh lagi, menjadi orang yang merdeka. Bukan orang yang stress mencicil KPR untuk rumah yang tak sempat mereka nikmati.
Alifa dan Diva, saat surat ini Bapak tulis, hujan mulai kerap turun. Bapak berjanji pada hujan dan kalian, mulai besok hingga tiga bulan ke depan, ulat bulu ini akan segera berubah menjadi kupu-kupu.
Sehingga kalian nanti, juga menjadi kupu-kupu yang lebih indah. Lebih kuat. Bukan kupu-kupu cengeng yang sayapnya kuncup dan tak bisa dipakai terbang.
Surat ini kita baca bersama di depan dua cangkir kopi : Gayo dan Jamaika, di Koffie Columbus ujung Junus Straat-Wagenigen, negeri Belanda, di Senin yang malas-September 2021. Sambil berdebat dan tertawa-tawa.
---------------------------------------
Transphosis-Jakarta, 5 September 2016
Surat ini Bapak tulis di pelatihan Transphosis, pada September yang mulai basah oleh hujan lima tahun lalu. Sekarang kita berdua sedang berdebat di sebuah sudut Junus Straat Wageningen, dalam kedai kopi Columbus yang tua, bersahaja namun hangat.
Aku bilang kopi Gayo lebih intens, dan kamu -Alifa Putri Anarghya- tak sepakat. Sebagaimana biasa, kamu bersikukuh pada pendapatmu sendiri, kopi Jamaika lebih intim dan wangi. Sementara adikmu, Divaprillia Putri seperti biasa sedang sibuk berdebat dengan mamahmu soal konsep Video Blog yang akan dia unggah minggu ini.

Alifa dan Diva, tak lama lagi Bapak akan menjadi kempompong kemudian kupu-kupu. Dan Bapak ingin kalian menjadi saksi perubahan itu.
Kalian sudah menjadi saksi manusia begegas sibuk di Scotts Road menuju Orchard, ketekunan loper koran yang kedinginan di perempatan Tsim Sha Shui dekat Masjid Kowloon, serta hiruk pikuk penumpang perahu di Saphan Taksin Pier menuju tempat kerja mereka. Bapak ingin kamu menjelajah ke bagian dunia yang lebih jauh lagi, menjadi orang yang merdeka. Bukan orang yang stress mencicil KPR untuk rumah yang tak sempat mereka nikmati.
Alifa dan Diva, saat surat ini Bapak tulis, hujan mulai kerap turun. Bapak berjanji pada hujan dan kalian, mulai besok hingga tiga bulan ke depan, ulat bulu ini akan segera berubah menjadi kupu-kupu.
Sehingga kalian nanti, juga menjadi kupu-kupu yang lebih indah. Lebih kuat. Bukan kupu-kupu cengeng yang sayapnya kuncup dan tak bisa dipakai terbang.
Surat ini kita baca bersama di depan dua cangkir kopi : Gayo dan Jamaika, di Koffie Columbus ujung Junus Straat-Wagenigen, negeri Belanda, di Senin yang malas-September 2021. Sambil berdebat dan tertawa-tawa.
---------------------------------------
Transphosis-Jakarta, 5 September 2016
Comments
Post a Comment