Skip to main content

Namanya RUDI ...

Profilnya cukup kondang sekitar lima tahun lalu. Majalah atau suratkabar mana yang tidak memuat sosok gagahnya, dengan jas dan dasi, menerima berbagai penghargaan atas prestasi yang cukup moncer dalam bidang pemasaran. Lima belas tahun dia berkarir di perusahaan hebat itu, dan kirinya melesat cepat.

Sebut saja, sahabat saya ini, namanya Rudi. Kemarin sore sosoknya kelihatan jauh berbeda dengan penampilannya di media beberapa tahun silam. Kurus, dengan muka tirus pucat pasi : menghapus semua kesan sukses yang melekat di parasnya. Dia terbaring sakit. Kata sang istri, Rudi menderita sering sakit setelah berbagai usaha yang dijalaninya gagal, dan membawa ke jurang kebangkrutan. Dalam sakitnya, Rudi masih sering bangga dengan prestasi masa lalunya, dan itu yang memperparah keaadannya.

Rudi adalah sosok berprestasi di perusahaannya, dulu. Beberapa peluncuran produk baru yang ditanganinya hampir selalu sukses. Dia organisatoris yang baik, jangkauan "kuasanya" adalah memanajemeni hampir 25 orang anak buah yang sudah terkenal handal. Kombinasi yang pas : bos yang hebat, anak buah yang handal dan perusahaan (dengan merek produk) yang kondang.

Hingga saat itu tiba. Perusahaan tempatnya bekerja diakuisisi oleh sebuah mogul bisnis mancanegara. Rudi, tak seiring dengan bos barunya, dan memutuskan mengambil program pensiun dini : dengan penuh keyakinan akan keberhasilan, berbekal reputasinya di masa silam.

Hidup yang baru sudah dimulai.

Dalam kurun lima tahun terakhir, dengan uang pensiun dini yang didapatnya, dijalaninya beberapa usaha. Joint dengan teman-teman atau bekerja sendiri. Dari distributor produk perusahaannya dulu yang kemudian hancur lebur, hingga -saat jatuh sudah sampai dasar- Rudi berkeliling berjualan sepatu di event-event musiman.

Nyaris, tak ada lagi bekas kepiawaiannya yang dulu banyak diganjar penghargaan.

Rudi, jatuh dalam jurang kekecewaan yang dalam. Jangankan mantan atasan, tak seorangpun mantan anak buah yang dulu disebut handal : datang menengok dan memberinya semangat. Hanya istrinya yang setia menemani dan terus memompanya dengan semangat. Rudi jatuh dalam penyesalan, bahwa apa yang telah diputuskannya salah besar. Dia merasa telah kehilangan kuasa, teman dan dukungan merek terkenal (yang dulu didapatnya dari perusahaan).

Mendapatinya kini dengan badan kurus, muka tirus dan pucat : saya sangat iba.

Dapatkan kita tarik sebuah pelajaran dari Rudi, yang manager penjualan hebat dari sebuat perusahaan terkenal itu. Dulu, semua meng-elukannya, bos, anak buah, teman dan relasi. Dulu semua memuji dan menghargai; tapi kini dia terseok di pojok yang sepi.

Sering dalam kehidupan, kita terlena akan sebuah "penghargaan semu". Cobalah berkaca, jabatan kita di kantor membuat atasan kita memuji dan anak buah kita menghargai. Semua klien menerima kita dengan besar hati.

Tapi, apakah sikap itu ditunjukkan pada kita : sebagai diri kita sendiri? . Prestasi kita sebenarnya adalah prestasi dari perusahaan atau produk yang kita tangani.

Kita dibelenggu oleh prestasi masa lalu, dan celakanya. banyak dari kita hanya bangga saja dengan masa lalu, tanpa tahu masa depan akan seperti apa. Sehingga banyak kesempatan besar di depan mata, dibiarkan lewat begitu saja.

Di dunia nyata, banyak penghargaan semu menjebak kita. Rudi buktinya. Kehandalannya "tidak berbunyi" ketika dia berada di luar sana. Dan cobalah kita ber-introspeksi, berapa banyak sahabat dan teman, yang kita ciptakan bukan dari kaitan pekerjaan kita di kantor. Berapa besar peran kita di dunia nyata, karena "diri kita sendiri", tanpa embel-embel jabatan, kehebatan anak buah, ketenaran perusahaan atau kekondangan merek produk yang kita pasarkan.

Kenyataan hidup tersulit adalah menjadi diri sendiri, dan keluar dari banyak "bayang-bayang" masa lalu. Sebelum semua terlambat -seperti Rudi- adalah baik memulai keluar dari berbagai "bayang-banyak" itu sedari dini.

Pasarkan keahlian atau produk anda sendiri dari kini, InsyaAllah, peluang anda sukses akan lebih cepat ketimbang menunda nanti-nanti. karena pada dasarnya kita hidup di masa kini untuk masa depan nanti. Selamat menjadi diri anda sendiri.

Comments

Popular posts from this blog

MAU JUAL GINJAL? BACA SAMPAI SELESAI !

Sudah dua tahun tak bertemu, seorang teman mengirimkan "broadcast message" (BM) di perangkat Blackberry saya. BM-nya agak mengerikan : dia mencari donor ginjal untuk saudaranya yang membutuhkan. Soal harga -bila pendonor bermaksud "menjual" ginjalnya bisa dibicarakan dengannya. Membaca BM itu, saya teringat kisah pak Dahlan Iskan dalam bukunya GANTI HATI. Dengan jenaka beliau bercanda, bahwa kini dia memiliki 2 bintang seharga masing-masing 1 milyar, satu bintang yang biasa dia kendarai kemana-mana (logo mobil Mercedez) dan satu bintang jahitan di perutnya hasil operasi transplatasi hati. Ya, hati pak Dahlan "diganti" dengan hati seorang anak muda dari Cina, kabarnya harganya 1 miliar. Lalu, iseng-iseng saya browsing, dan ketemulah data ini, Data Harga organ tubuh manusia di pasar gelap (kondisi sudah meninggal dibawah 10 jam, sumber :http://namakuddn.wordpress.com/2012/04/27/inilah-daftar-harga-organ-tubuh-manusia-di-pasar-gelap/) 1. Sepasang bola mata: U

KAN SAYA MASIH HIDUP ...

“Harta, sebenarnya belum bisa dikatakan pembagian harta karena saya masih hidup. Tetapi saya tetap akan membagikan hak mereka masing-masing sesuai dengan peraturan agama,” ujar ibu Fariani. Ibu Fariani adalah seorang ibu dengan empat orang anak yang baru saja ditinggalkan suaminya Ipda Purnawirawan Matta. Almarhum meninggalkan harta waris berupa tanah, rumah dan mobil senilai Rp 15 Miliar. Pada bulan Maret 2017, ketiga anak ibu Fariani mendaftarkan gugatan ke Pengadilan Agama Kota Baubau, Sulawesi Tenggara dengan nomor 163/ptg/ 2013/PA/2017, yang inti gugatannya : Meminta bagian mereka selaku ahli waris yang sah atas harta waris almarhum ayah mereka. Dunia makin aneh? Anak kurang ajar? Tidak. Banyak orang yang memiliki pendapat seperti ibu Fariani, sebagaimana yang saya kutip di paragraf pertama di atas. Pendapat yang KELIRU. Begitu seorang suami meninggal dunia, maka hartanya tidak serta merta menjadi miliki istri atau anak-anaknya. Harta itu berubah menjadi h

CERITA 19 EKOR SAPI

Dul Kemit, Dede dan Khomsul datang ke rumah pak Lurah sambil bersungut-sungut. Mereka mencari orang yang bisa menyelesaikan masalah mereka. Pak Lurah menyambut mereka, dan tiga bersaudara ini menyampaikan masalahnya. Ayah Dul Kemit, Dede dan Khomsul baru saja meninggal seminggu lalu. Ceritanya, almarhum ayah meninggalkan WASIAT bahwa 19 ekor sapi yang ditinggalkan dibagi untuk mereka bertiga dengan porsi : Dul Kemit 1/2 bagian, Dede 1/4 bagian dan Khomsul 1/5 bagian. Pak Lurah pusing menghitung pembagiannya, karena pesan almarhum adalah saat membagi : sapi tidak boleh disembelih, dijual atau dikurangi. Untuk itu dia minta bantuan pak Bhabin dan Babinsa. Lalu pak Bhabin bilang", Sapi ada 19. Mau dibagi untuk Anak pertama 1/2, anak kedua 1/4 dan anak ketiga 1/5 tanpa menyembelih, tanpa mengurangi". Ketiga bersaudara itu menangguk-angguk. "Oke kalau begitu, supaya tidak berantem, saya akan sumbangkan satu ekor sapi milik saya untuk MENGG