"Mengko kowe sekolah sing dhuwur yo le, tapi ojo mung nggo ngoyak
misuwur", pesan almarhum Bapak dulu, saat aku lulus SD Wonodri, sekolah
depan pabrik kacang. Kira-kira
terjemahannya begini : Nanti (kalau sudah besar/dewasa) bersekolahlah
setinggi mungkin, tapi bukan karena ingin mengejar ketenaran.
Cita-citaku sejak dulu adalah mengajar dan menulis. Tentu, profesi ini
lebih dekat ke profesi guru atau dosen yang perlu sekolah setinggi
mungkin. Tapi, lulus S-1 dari IPB hanya dengan nilai "dua koma
alhamdulillah lulus" tentu agak musykil melanjutkan S-S selanjutnya.
Biaya gak ada pula. Mundur dari cita-cita mengajar dan menulis?
Dulu mentor saya pernah bertanya, bila kamu berkemah di sebuah hutan,
saat akan menjerang air di malam hari gelap pekat, ternyata kamu dapati
kayu bakar yang akan dipakai menjerang air kurang. Apa yang akan kamu
lakukan ?
Tentu dengan polos (aku kira kebanyakan orang akan berfikir yang sama) kujawab : masuk hutan, cari kayu bakar tambahan.
Mentor saya saat itu hanya tersenyum. Dia bilang, kamu memiliki pilihan lain, buanglah sedikit air yang kamu akan kamu jerang. Kayu yang kamu miliki tetap bermanfaat dan kopimu tetap bisa kau seduh.
Nasihat mentorku itu melekat terus hingga kini, dan secara tak sadar mendorongku menuju cita-cita bisa mengajar dan menulis. Hari ini -Alhamdulillah- sudah ngamen kesana-kemari "mengajar" dan tentu menulis. Tanpa harus menjadi dosen atau guru. Termasuk mengajar "cara menyeduh kopi" di sekolah tinggi tempatku berfoto ini.
Kadang, hidup kita fokuskan pada keterbatasan tanpa menyadari kita memiliki banyak kelebihan. Berfikir bahwa kita memiliki banyak kelebihan, akan menuntun kita pada hidup penuh syukur dan keberlimpahan.

Tentu dengan polos (aku kira kebanyakan orang akan berfikir yang sama) kujawab : masuk hutan, cari kayu bakar tambahan.
Mentor saya saat itu hanya tersenyum. Dia bilang, kamu memiliki pilihan lain, buanglah sedikit air yang kamu akan kamu jerang. Kayu yang kamu miliki tetap bermanfaat dan kopimu tetap bisa kau seduh.
Nasihat mentorku itu melekat terus hingga kini, dan secara tak sadar mendorongku menuju cita-cita bisa mengajar dan menulis. Hari ini -Alhamdulillah- sudah ngamen kesana-kemari "mengajar" dan tentu menulis. Tanpa harus menjadi dosen atau guru. Termasuk mengajar "cara menyeduh kopi" di sekolah tinggi tempatku berfoto ini.
Kadang, hidup kita fokuskan pada keterbatasan tanpa menyadari kita memiliki banyak kelebihan. Berfikir bahwa kita memiliki banyak kelebihan, akan menuntun kita pada hidup penuh syukur dan keberlimpahan.
Comments
Post a Comment