Skip to main content

Perencanaan Keuangan, Apa Pentingnya ?



Alkisah, pada suatu masa terjatuhlah seorang makhluk luar angkasa ke bumi.  Dia “terjatuh” ke sebuah kapal yang sedang melakukan perjalanan di tengah samudera.  Karena di planetnya tak ada laut, apalagi kapal : maka dia banyak bertanya pada kapten kapal.  Pandangannya tertuju pada seseorang yang memutar-mutar roda semacam setir. ”Kapten, apakah benda itu dan mengapa orang itu berada di situ, memutar-mutar benda itu sambil lurus melihat ke depan lautan luas, padahal di depan tak ada apa-apa, hanya lautan luas belaka”, tanyanya dengan serius.   Sang Kapten dengan bijak menerangkan, orang itu adalah nakhoda, benda yang dipegangnya adalah kemudi.  Nakhoda melihat peta dan dia yang tahu persis dari mana kita pergi, melewati lautan mana kita pergi dan tujuan yang ingin kita capai.  Tanpa Nakhoda, kemudi dan peta : maka kapal hanya akan terombang-ambing di tengah lautan luas.

Cerita di atas, tentu tak ada hubungan langsung dengan thema Perencanaan Keuangan.  Apalagi soal manusia luar angkasa, itu khayalan banget.  Tapi, setidaknya kisah itu bisa menginspirasi kita soal pentingnya sebuah perencanaan.  

Demikian juga soal Manajemen Keuangan Keluarga.  Ayah sebagai pencari nafkah (dan sebagian juga ibu turut mencari nafkah) tentu memiliki tujuan untuk apa dimanfaatkannya gaji, penghasilan, pendapatan usaha yang sudah mereka raih dengan kerja keras, susah payah.  Ibaratnya gajian pada awal bulan adalah pelabuhan tempat kita berangkat, maka akhir bulan adalah pelabuhan akhir tujuan kita.  Tentu tidak asyik bila, penghasilan selalu habis di tengah laut, eh, maksud saya di tengah bulan. 

Itu baru bicara jangka pendek, awal bulan ke akhir bulan.  Bagaimana halnya bila kita bicara soal masa depan, setahun, lima tahun, sepuluh atau dua puluh tahun ke depan.  Itu ibarat lautan luas yang kita sulit memprediksi bagaimana kondisinya.  Maka disitulah pentingnya perencanaan.

Sebagaimana kapal yang berada di tengah lautan, resiko bisa datang kapan dan di koordinat mana saja tanpa diduga.  Peran kapten kapal dan nakhoda penting untuk bisa “membaca situasi”.  Hidup juga begitu, resiko dapat terjadi kapan saja.  Resiko kecelakaan (lihat saja, jalanan makin semrawut dari hari ke hari), Resiko cacat karena kecelakaan itu, Resiko sakit (siapa yang bisa menjamin kita bakal sehat terus), Resiko hidup terlalu lama (artinya perlu tabungan lebih banyak untuk bertahan hidup saat sudah tak produktif), atau Resiko hidup terlalu cepat (artinya meninggal dunia di usia produktif).
Resiko itulah yang harus diantisipasi, karena biaya hidup tak mungkin berhenti, anak-anak tak mungkin berhenti sekolah, biaya masuk rumah sakit juga tak ada yang gratis.  Masih banyak ditemui dalam pemahaman di lingkungan kita, bahwa PINJAMAN atau HUTANG adalah solusi untuk setiap masalah keuangan.  Seolah dengan hutang semua problem keuangan akan selesai, padahal hutang memiliki konsekuensi beban yang lebih berat.

Para Perencana Keuangan hanya menganjurkan Empat langkah sakti Perencanaan Keuangan, yaitu : (1) memiliki TUJUAN keuangan (2)memiliki TABUNGAN untuk kepentingan darurat (3)memiliki ASURANSI sebagai proteksi (4) memiliki INVESTASI untuk mengalahkan inflasi.  Empat langkah sederhana yang akan saya bahas dalam BENGKEL UANG minggu depan.

Comments

Popular posts from this blog

MAU JUAL GINJAL? BACA SAMPAI SELESAI !

Sudah dua tahun tak bertemu, seorang teman mengirimkan "broadcast message" (BM) di perangkat Blackberry saya. BM-nya agak mengerikan : dia mencari donor ginjal untuk saudaranya yang membutuhkan. Soal harga -bila pendonor bermaksud "menjual" ginjalnya bisa dibicarakan dengannya. Membaca BM itu, saya teringat kisah pak Dahlan Iskan dalam bukunya GANTI HATI. Dengan jenaka beliau bercanda, bahwa kini dia memiliki 2 bintang seharga masing-masing 1 milyar, satu bintang yang biasa dia kendarai kemana-mana (logo mobil Mercedez) dan satu bintang jahitan di perutnya hasil operasi transplatasi hati. Ya, hati pak Dahlan "diganti" dengan hati seorang anak muda dari Cina, kabarnya harganya 1 miliar. Lalu, iseng-iseng saya browsing, dan ketemulah data ini, Data Harga organ tubuh manusia di pasar gelap (kondisi sudah meninggal dibawah 10 jam, sumber :http://namakuddn.wordpress.com/2012/04/27/inilah-daftar-harga-organ-tubuh-manusia-di-pasar-gelap/) 1. Sepasang bola mata: U

KAN SAYA MASIH HIDUP ...

“Harta, sebenarnya belum bisa dikatakan pembagian harta karena saya masih hidup. Tetapi saya tetap akan membagikan hak mereka masing-masing sesuai dengan peraturan agama,” ujar ibu Fariani. Ibu Fariani adalah seorang ibu dengan empat orang anak yang baru saja ditinggalkan suaminya Ipda Purnawirawan Matta. Almarhum meninggalkan harta waris berupa tanah, rumah dan mobil senilai Rp 15 Miliar. Pada bulan Maret 2017, ketiga anak ibu Fariani mendaftarkan gugatan ke Pengadilan Agama Kota Baubau, Sulawesi Tenggara dengan nomor 163/ptg/ 2013/PA/2017, yang inti gugatannya : Meminta bagian mereka selaku ahli waris yang sah atas harta waris almarhum ayah mereka. Dunia makin aneh? Anak kurang ajar? Tidak. Banyak orang yang memiliki pendapat seperti ibu Fariani, sebagaimana yang saya kutip di paragraf pertama di atas. Pendapat yang KELIRU. Begitu seorang suami meninggal dunia, maka hartanya tidak serta merta menjadi miliki istri atau anak-anaknya. Harta itu berubah menjadi h

CERITA 19 EKOR SAPI

Dul Kemit, Dede dan Khomsul datang ke rumah pak Lurah sambil bersungut-sungut. Mereka mencari orang yang bisa menyelesaikan masalah mereka. Pak Lurah menyambut mereka, dan tiga bersaudara ini menyampaikan masalahnya. Ayah Dul Kemit, Dede dan Khomsul baru saja meninggal seminggu lalu. Ceritanya, almarhum ayah meninggalkan WASIAT bahwa 19 ekor sapi yang ditinggalkan dibagi untuk mereka bertiga dengan porsi : Dul Kemit 1/2 bagian, Dede 1/4 bagian dan Khomsul 1/5 bagian. Pak Lurah pusing menghitung pembagiannya, karena pesan almarhum adalah saat membagi : sapi tidak boleh disembelih, dijual atau dikurangi. Untuk itu dia minta bantuan pak Bhabin dan Babinsa. Lalu pak Bhabin bilang", Sapi ada 19. Mau dibagi untuk Anak pertama 1/2, anak kedua 1/4 dan anak ketiga 1/5 tanpa menyembelih, tanpa mengurangi". Ketiga bersaudara itu menangguk-angguk. "Oke kalau begitu, supaya tidak berantem, saya akan sumbangkan satu ekor sapi milik saya untuk MENGG